Monday 23 November 2015

GADAR MATERNITAS - SISA PLASENTA



BAB 1
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Perdarahan dalam bidang obstetri dan ginekologi hampir selalu berakibat fatal bagi ibu maupun janin, terutama jika tindakan pertolongan terlambat dilakukan, atau jika komponennya tidak dapat segera dilakukan. Oleh karena itu, setiap Perdarahan yang terjadi dalam masa kehamilan, persalinan dan nifas harus dianggap sebagai suatu keadaan akut dan serius.
Perdarahan pascapersalinan adalah kehilangan darah lebih dari 500 ml melalui jalan lahir yang terjadi selama atau setelah persalinan kala III. Perkiraan kehilangan darah biasanya tidak sebanyak yang sebenarnya, kadang-kadang hanya setengah dari yang sebenarnya. Darah tersebut tercampur dengan cairan amnion atau dengan urin. Darah juga tersebar pada spons, handuk, dan kain, di dalam ember dan di lantai. Volume darah yang hilang juga bervariasi akibatnya sesuai dengan kadar hemoglobin ibu. Seseorang ibu dengan kadar hemoglobin normal akan dapat menyesuaikan diri terhadap kehilangan darah yang akan berakibat fatal pada yang anemia.
Perdarahan pascapersalinan adalah sebab penting kematian ibu; ¼ kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan (perdarahan pascapersalinan, placenta previa, solutio plasenta, kehamilan ektopik, abortus, retensio plasenta,rest plasenta dan ruptura uteri) disebabkan oleh perdarahan pascapersalinan. Selain itu, pada keadaan dimana perdarahan pascapersalinan tidak mengakibatkan kematian, kejadian ini sangat mempengaruhi morbiditas nifas karena anemia dapat menurunkan daya tahan tubuh. Perdarahan pascapersalinan lebih sering terjadi pada ibu-ibu di Indonesia dibandingkan dengan ibu-ibu di luar negeri.
Pendarahan yang disebabkan oleh rest plasenta dapat terjadi karena plasenta belum lahir sebagian



B.     Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah Bagaimana tinjauan mengenai Rest Placenta baik dari segi pengertian, etiologi, tanda dan gejala, patofisiologi, penatalaksanaan, serta asuhan keperawatan nya.

C.     Tujuan

Tujuan makalah ini adalah mengetahui tinjauan mengenai Rest Placenta baik dari segi pengertian, etiologi, tanda dan gejala, patofisiologi, penatalaksanaan, serta asuhan keperawatan nya.





















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian
Rest Plasenta adalah tertinggalnya sisa plasenta dan membranya dalam cavum uteri. (Saifuddin, A.B, 2002).
Rest plasenta merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam uterus yang dapat menimbulkan perdarahan post partum primer atau perdarahan post partum sekunder (Alhamsyah, 2008)
Rest plasenta adalah suatu bagian dari plasenta serta lobus yang tertinggal maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif (Sarwono, 2002 ; hal 31)

B.     Etiologi
Penyebab terjadinya rest plasenta yaitu
1.      Pengeluaran plasenta tidak hati-hati
2.      Salah pimpinan kala III : terlalu terburu – buru untuk mempercepat lahirnya plasenta.

C.     Tanda dan Gejala
Adapun tanda dan gejala dari rest plasenta antara lain :
  1. Sewaktu suatu bagian dari plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Tetapi mungkin saja pada beberapa keadaan tidak ada perdarahan dengan sisa plasenta. Tertinggalnya sebagian plasenta (rest plasenta)
  2. Keadaan umum lemah
  3. Peningkatan denyut nadi
  4. Tekanan darah menurun
  5. Pernafasan cepat
  6. Gangguan kesadaran (Syok)
  7. Pasien pusing dan gelisa
  8. Tampak sisa plasenta yang belum keluar
D.    Patofisiologi
Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan retraksi otot-otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah berkontraksi, sel miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan lebih tebal. Dengan kontraksi yang berlangsung kontinyu, miometrium menebal secara progresif, dan kavum uteri mengecil sehingga ukuran juga mengecil. Pengecilan mendadak uterus ini disertai mengecilnya daerah tempat perlekatan plasenta.
Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak dapat berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang ditimbulkannya menyebabkan lapis dan desi dua spongiosa yang longgar member jalan, dan pelepasan plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat di uterus berada di antaraserat-serat otot miometrium yang saling bersilangan. Kontraksi serat-serat otot ini menekan pembuluh darah dan retaksi otot ini mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta perdarahan berhenti.
Pengamatan terhadap persalinan kalatiga dengan menggunakan pencitraan ultrasonografi secara dinamis telah membuka perspektif baru tentang mekanisme kalatiga persalinan. Kala tiga yang normal dapat dibagi ke dalam 4 fase, yaitu:
1. Fase laten, ditandai oleh menebalnya dinding uterus yang bebas tempat plasenta, namun dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis.
2. Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta melekat (dari ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm).
3. Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan pemisahannya dari dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang terbentuk antara dinding uterus dengan plasenta. Terpisahnya plasenta disebabkan oleh kekuatan antara plasenta yang pasif dengan otot uterus yang aktif pada tempat melekatnya plasenta, yang mengurangi permukaan tempat melekatnya plasenta. Akibatnya sobek di lapisan spongiosa.
4. Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta bergerak turun, daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah terkumpul di dalam rongga rahim.
Tanda – tanda lepasnya plasenta adalah sering ada pancaran darah yang mendadak, uterus menjadi globuler dan konsistensinya semakin padat, uterus meninggi kearah abdomen karena plasenta yang telah berjalan turun masuk ke vagina, serta tali pusat yang keluar lebih panjang.
Sesudah plasenta terpisah dari tempat melekatnya maka tekanan yang diberikan oleh dinding uterus menyebabkan plasenta meluncur ke arah bagian bawah rahim atau atas vagina. Kadang-kadang, plasenta dapat keluar dari lokasi ini oleh adanya tekanan inter-abdominal. Namun, wanita yang berbaring dalam posisi terlentang sering tidak dapat mengeluarkan plasenta secara spontan. Umumnya, dibutuhkan tindakan arti fisial untuk menyempurnakan persalinan kala tinggi. Metode yang biasa dikerjakan adalah dengan menekan dan mengklovasi uterus, bersamaan dengan tarikan ringan pada tali pusat.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelepasan Plasenta :
1. Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomaly dari uterus atau serviks; kelemahan dan tidak efektifnya kontraksi uterus; kontraksi yang tetanik dari uterus; serta pembentukan constriction ring.
2. Kelainan dari plasenta, misalnya plasenta letak rendah atau plasenta previa; implantasi di cornu; dan adanya plasentaa kreta.
3. Kesalahan manajemen kala tiga persalinan ,seperti manipulasi dari uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik; pemberian uterotonik yang tidak tepat waktunya yang juga dapat menyebabkan serviks kontraksi dan menahan plasenta; serta pemberian anestesi terutama yang melemahkan kontraksi uterus.
E. Penanganan Rest Plasenta
Apabila diagnosa sisa plasenta ditegakkan maka bidan boleh melakukan pengeluaran sisa plasenta secara manual atau digital, dg langkah-langkah sebagai berikut:
  1. Perbaikan keadaan umum ibu (pasang infus)
  2. Kosongkan kandung kemih
  3. Memakai sarung tangan steril
  4. Desinfeksi genetalia eksterna
  5. Tangan kiri melebarkan genetalia eksterna,tangan kanan dimasukkan secara obstetri sampai servik
  6. Lakukan eksplorasi di dalam cavum uteri untuk  mengeluarkan sisa plasenta
  7. Lakukan pengeluaran plasenta secara digital
  8. Setelah plasenta keluar semua diberikan injeksi         uterus tonika
  9. Berikan antibiotik utk mencegah infeksi
  10. Antibiotika ampisilin dosis awal 19 IV dilanjutkan dengan 3×1 gram.oral dikombinasikan dengan metronidazol 1 gr suppositoria dilanjutkan     dengan 3×500 mg oral.
  11. Observasi tanda-tanda vital dan perdarahan
  12. Antibiotika dalam dosis pencegahan sebaiknya diberikan.
Sisa plasenta bisa diduga bila kala uri   berlangsung tidak lancar atau setelah melakukan plasenta manual atau menemukan adanya kotiledon yang tidak lengkap pada saat melakukan pemeriksaan plasenta dan masih ada perdarahan dari ostium uteri eksternum pada saat kontraksi rahim sudah baik dan robekan jalan lahir sudah terjahit. Untuk itu, harus dilakukan eksplorasi kedalam rahim dengan cara manual/digital atau kuret dan pemberian uterotonika. Anemia yang ditimbulkan setelah perdarahan dapat diberi transfuse darah sesuai dengan keperluannya (Sarwono Prawirohaardjo, 2008, hal: 527)







ASUHAN KEPERAWATAN REST PLASENTA
A.      Pengkajian
Beberapa hal yang perlu dikaji dalam asuhan keperawatan pada ibu dengan retensio placenta adalah sebagai berikut :
a.    Identitas klien
b.    Data biologis/fisiologis meliputi; keluhan utama, riwayat kesehatan masa lalu, riwayat penyakit keluarga, riwayat obstetrik (GPA, riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas), dan pola kegiatan sehari-hari sebagai berikut :
1.      Sirkulasi :
-       Perubahan tekanan darah dan nadi (mungkintidak tejadi sampai kehilangan darah bermakna)
-       Pelambatan pengisian kapiler
-       Pucat, kulit dingin/lembab
-       Perdarahan vena gelap dari uterus ada secara eksternal (placentaa tertahan)
-       Dapat mengalami perdarahan vagina berlebiha
-       Haemoragi berat atau gejala syock diluar proporsi jumlah kehilangan darah
2.      Eliminasi :
- Kesulitan berkemih dapat menunjukan haematoma dari porsi atas vagina
3.  Nyeri/Ketidaknyamanan :
- Sensasi nyeri terbakar/robekan (laserasi), nyeri tekan abdominal (fragmen placenta tertahan) dan nyeri uterus lateral.
4.  Keamanan :
-  Laserasi jalan lahir: darah memang terang sedikit menetap (mungkin tersembunyi) dengan uterus keras, uterus berkontraksi baik; robekan terlihat pada labia mayora/labia minora, dari muara vagina ke perineum; robekan luas dari episiotomie, ekstensi episiotomi kedalam kubah vagina, atau robekan pada serviks.Seksualitas :
- Uterus kuat; kontraksi baik atau kontraksi parsial, dan agak menonjol (fragmen placenta yang tertahan)
- Kehamilan baru dapat mempengaruhi overdistensi uterus (gestasi multipel, polihidramnion, makrosomia), abrupsio placenta, placenta previa.
6. Pemeriksaan fisik meliputi; keadaan umum, tanda vital, pemeriksaan obstetrik (inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi).
7. Pemeriksaan laboratorium. (Hb 10 gr%)
B. Diagnosa dan Rencana Intervensi Keperawata
a. Defisit volume cairan tubuh berhubungan dengan kehilangan melalui vaskuler yang berlebihan
Intervensi :
1.      Tinjau ulang catatan kehamilan dan persalinan/kelahiran, perhatiakan faktor-faktor penyebab atau pemberat pada situasi hemoragi (misalnya laserasi, fragmen plasenta tertahan, sepsis, abrupsio plasenta, emboli cairan amnion atau retensi janin mati selama lebih dari 5 minggu.
Rasional : Membantu dalam membuat rencana perawatan yang tepat dan memberikan kesempatan untuk mencegah dan membatasi terjadinya komplikasi
2.      Kaji dan catat jumlah, tipe dan sisi perdarahan; timbang dan hitung pembalut, simpan bekuan dan jaringan untuk dievaluasi oleh perawat.
Rasional : Perkiraan kehilangan darah, arteial versus vena, dan adanya bekuan-bekuan membantu membuat diagnosa banding dan menentukan kebutuhan pengganti
3.      Kaji lokasi uterus dan derajat kontraksilitas uterus. Dengan perlahan masase penonjolan uterus dengan satu tangan sambil menempatkan tangan kedua diatas simpisis pubis
Rasional : Derajat kontraktilitas uterus membantu dalam diagnosa banding. Peningkatan kontraktilitas miometrium dapat menurunkan kehilangan darah. Penempatan satu tangan diatas simphisis pubis mencegah kemungkinan inversi uterus selama masase.
4.      Perhatikan hipotensi atau takikardi, perlambatan pengisian kapiler atau sianosis dasar kuku, membran mukosa dan bibir
Rasional : Tanda-tanda ini menunjukan hipovolemi dan terjadinya syok. Perubahan pada tekanan darah tidak dapat dideteksi sampai volume cairan telah menurun sampai 30 - 50%. Sianosis adalah tanda akhir dari hipoksia.
5.      Lakukan tirah baring dengan kaki ditinggikan 20-30 derajat dan tubuh horizontal.
Rasional : Perdarahan dapat menurunkan atau menghentikan reduksi aktivitas. Pengubahan posisi yang tepat meningkatkan aliran balik vena, menjamin persediaan darah keotak dan organ vital lainnya lebih besar.
6.      Pantau masukan dan keluaran, perhatikan berat jenis urin
Rasional : Bermanfaat dalam memperkirakan luas/signifikansi kehilangan cairan. Volume perfusi/sirkulasi adekuat ditunjukan dengan keluaran 30 – 50 ml/jam atau lebih besar.
7.      Mulai Infus 1 atau 2 i.v dari cairan isotonik atau elektrolit dengan kateter !8 G atau melalui jalur vena sentral. Berikan darah lengkap atau produk darah (plasma, kriopresipitat, trombosit) sesuai indikasi.
Rasional : Perlu untuk infus cepat atau multipel dari cairan atau produk darah untuk meningkatkan volume sirkulasi dan mencegah pembekuan.
8.      Berikan obat-obatan sesuai indikasi :
-       Oksitoksin, Metilergononovin maleat, Prostaglandin F2 alfa.
Rasional : Meningkatkan kontraktilitas dari uterus yang menonjol dan miometrium, menutup sinus vena yang terpajan, dan menghentikan hemoragi pada adanya atonia.
-       Magnesium sulfat
Rasional : Beberapa penelitian melaporkan penggunaan MGSO4 memudahkan relaksasi uterus selama pemeriksaan manual.
-Terapi Antibiotik.
Rasional : Antibiotok bertindak secara profilaktik untuk mencegah infeksi atau mungkin perlu diperlukan untuk infeksi yang disebabkan atau diperberat pada subinvolusi uterus atau hemoragi.
9.      Pantau pemeriksaan laboratotium sesuai indikasi : Hb dan Ht
Rasional : Membantu dalam menentukan kehilangan darah. Setiap ml darah membawa 0,5 mgHb.
b.   Resiko tinggi terjadi Infeksi berhubungan dengan trauma jaringan.
Intervensi :
1.      Demonstrasikan mencuci tangan yang tepat dan teknik perawatan diri. Tinjau ulang cara yang tepat untuk menangani dan membuang material yang terkontaminasi misalnya pembalut, tissue, dan balutan
Rasional : Mencegah kontaminasi silang/penyebaran organinisme infeksious..
2.      Perhatikan perubahan pada tanda vital atau jumlah SDP
Rasional : Peningkatan suhu dari 100,4 ºF (38ºC) pada dua hari beturut-turut (tidak menghitung 24 jam pertama pasca partum), tachikardia, atau leukositosis dengan perpindahan kekiri menandakan infeksi.
3.      Perhatikan gejala malaise, mengigil, anoreksia, nyeri tekan uterus atau nyeri pelvis.
Rasional : Gejala-gejala ini menandakan keterlibatan sistemik, kemungkinan menimbulkan bakterimia, shock, dan kematian bila tidak teratasi.
4.      Selidiki sumber potensial lain dari infeksi, seperti pernapasan (perubahan pada bunyi napas, batuk produktif, sputum purulent), mastitis (bengkak, eritema, nyeri), atau infeksi saluran kemih (urine keruh, bau busuk, dorongan, frekuensi, nyeri).
Rasional : Diagnosa banding adalah penting untuk pengobatan yang efektif.
5.      Kaji keadaan Hb atau Ht. Berikan suplemen zat besi sesuai indikasi.
Rasional : Anemia sering menyertai infeksi, memperlambat pemulihan dan merusak sistem imun.

 c.   Nyeri berhubungan dengan trauma atau distensi jaringan.
Intervensi :
1.      Tentukan karakteristik, tipe, lokasi, dan durasi nyeri. Kaji klien terhadap nyeri perineal yang menetap, perasaan penuh pada vagina, kontraksi uterus atau nyeri tekan abdomen.
Rasional : Membantu dalam diagnosa banding dan pemilihan metode tindakan. Ketidaknyamanan berkenaan dengan hematoma, karena tekanan dari hemaoragik tersembunyi kevagina atau jaringan perineal. Nyeri tekan abdominal mungkin sebagai akibat dari atonia uterus atau tertahannya bagian-bagian placenta. Nyeri berat, baik pada uterus dan abdomen, dapat terjadi dengan inversio uterus.
2.      Kaji kemungkinan penyebab psikologis dari ketidaknyamana.
Rasional : Situasi darurat dapat mencetuskan rasa takut dan ansietas, yang memperberat persepsi ketidaknyamanan.
3.      Berikan tindakan kenyamanan seperti pemberian kompres es pada perineum atau lampu pemanas pada penyembungan episiotomi.
Rasional : Kompres dingan meminimalkan edema, dan menurunkan hematoma serta sensasi nyeri, panas meningkatkan vasodilatasi yang memudahkan resorbsi hematoma.
4.      Berikan analgesik, narkotik, atau sedativa sesuai indikasi
 Rasional : Menurunkan nyeri dan ancietas, meningkatkan relaksasi.
                          
d.   Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovalemia
Intervensi :
1.      Perhatikan Hb/Ht sebelum dan sesudah kehilangan darah. Kaji status nutrisi, tinggi dan berat badan.
Rasional : Nilai bandingan membantu menentukan beratnya kehilangan darah. Status yang ada sebelumnya dari kesehatan yang buruk meningkatkan luasnya cedera dari kekurangan oksigen.
2.      Pantau tanda vital; catat derajat dan durasi episode hipovolemik.
Rasional : Luasnya keterlibatan hipofisis dapat dihubungkan dengan derajat dan durasi hipotensi. Penigkatan frekuensi pernapasan dapat menunjukan upaya untuk mengatasi asidosis metabolik.
3.      Perhatikan tingkat kesadaran dan adanya perubahan prilaku.
Rasional : Perubahan sensorium adalah indikator dini dari hipoksia, sianosis, tanda lanjut dan mungkin tidak tampak sampai kadar PO2 turun dibawah 50 mmHg.
4.      Kaji warna dasar kuku, mukosa mulut, gusi dan lidah, perhatikan suhu kulit.
Rasional : Pada kompensasi vasokontriksi dan pirau organ vital, sirkulasi pada pembuluh darah perifer diperlukan yang mengakibatkan sianosis dan suhu kulit dingin.
5.      Beri terapi oksigen sesuai kebutuhan
Rasional : Memaksimalkan ketersediaan oksigen untuk transpor sirkulasi kejaringan.
6.      Pasang jalan napas; penghisap sesuai indikasi.
Rasional : Memudahkan pemberian oksigen.

 e.   Ancietas berhubungan dengan ancaman perubahan pada status kesehatan.
Intervensi :
1.      Evaluasi respon psikologis serta persepsi klien terhadap kejadian hemoragii pasca partum. Klarifikasi kesalahan konsep.
Rasional : Membantu dalam menentukan rencana perawatan. Persepsi klien tentang kejadian mungkin menyimpang, akan memperberat ancietasnya.
2.      Evaluasi respon fisiologis pada hemoragik pasca partum; misalnya tachikardi, tachipnea, gelisah atau iritabilitas.
Rasional : Meskipun perubahan pada tanda vital mungkin karena respon fisiologis, ini dapat diperberat atau dikomplikasi oleh faktor-faktor psikologis.
3.      Sampaikan sikap tenang, empati dan mendukung.
Rasional : Dapat membantu klien mempertahankan kontrol emosional dalam berespon terhadap perubahan status fisiologis. Membantu dalam menurunkan tranmisi ansietas antar pribadi.
4.      Bantu klien dalam mengidentifikasi perasaan ansietas, berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan.
Rasional : Pengungkapan memberikan kesempatan untuk memperjelas informasi, memperbaiki kesalahan konsep, dan meningkatkan perspektif, memudahkan proses pemecahan masalah.
5.      Beritahu kepada klien tujuan dari setiap tindakan yang akan dilakukan
Rasional : Kecemasan klien akan berkurang bila sebelum sebuah tindakan  dilakukan oleh perawat.

 f.   Kurang Pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi yang diperoleh.
Intervensi :
1.      Jelaskan faktor predisposisi atau penyebab dan tindakan khusus terhadap penyebab hemoragi.
Rasional : Memberikan informasi untuk membantu klien/pasangan memahami dan mengatasi situasi.
2.      Kaji tingkat pengetahuan klien, kesiapan dan kemampuan klien untuk belajar. Dengarkan, bicarakan dengan tenang, dan berikan waktu untuk bertanya dan meninjau materi.
Rasional : Memberikan informasi yang perlu untuk mengembangkan rencana perawatan individu. Menurunkan stress dan ancietas, yang menghambat pembelanjaran, dan memberikan klarifikasi dan pengulangan untuk meningkatkan pemahaman.
3.      Diskusikan implikasi jangka pendek dari hemoragi pasca partum, seperti perlambatan atau intrupsi pada proses kedekatan ibu-bayi (klien tidak mampu melakukan perawatan terhadap diri dan bayinya segera sesuai keinginannya).
Rasional : Menurunkan ansietas dan memberikan kerangka waktu yang realistis untuk melakukan ikatan serta aktivitas-aktivitas perawatan bayi.
4.      Diskusikan implikasi jangka panjang hemoragi pasca partum dengan tepat, misalnya resiko hemoragi pasca partum pada kehamilan selanjutnya, ataonia uterus, atau ketidakmampuan untuk melahirkan anak pada masa datang bila histerektomie dilakukan.
Rasional : Memungkinan klien untuk membuat keputusan berdasarkan informasi dan mulai mengatasi perasaan tentang kejadian-kejadian masa lalu dan sekarang.




















BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
Rest Plasenta adalah tertinggalnya sisa plasenta dan membranya dalam cavum uteri. (Saifuddin, A.B, 2002).
Rest plasenta merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam uterus yang dapat menimbulkan perdarahan post partum primer atau perdarahan post partum sekunder (Alhamsyah, 2008).
Adapun tanda dan gejala rest plasenta antara lain:
1. Perdarahan
2. Keadaan umum lemah
3. Peningkatan denyut nadi
4. Tekanan darah menurun
5. Pernafasan cepat
6. Gangguan kesadaran (Syok)
7. Pasien pusing dan gelisa
8. Tampak sisa plasenta yang belum keluar

B.     Saran
Dalam penulisan makalah ini agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang konsep-konsep dalam asuhan keperawatan Sisa Plasenta. Mahasiswa mampu menyebut diagnosa-diagnosa yang yang dapat diambil dari masalah terebut serta dapat melakukan intervensi keperawatan. Namun demikian, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca  atas kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam makalah ini demi untuk kesempurnaan makalah berikutnya.




DAFTAR PUSTAKA
Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 2002.
Muliyati, Buku Panduan Kuliah Keperawatan Maternitas, Makassar, 2005.


No comments:

Post a Comment