BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Salah satu keadaan yang
menyerupai penyakit hati yang terdapat pada bayi baru lahir adalah terjadinya
hiperbillirubinemia yang merupakan salah satu kegawatan pada bayi baru lahir
karena dapat menjadi penyebab gangguan tumbuh kembang bayi (Guyton & Hall,
2006).
Kasus ikterus ditemukan pada ruang
neonatus sekitar 60% bayi aterm dan pada 80 % bayi prematur selama minggu
pertama kehidupan. Ikterus tersebut timbul akibat penimbunan pigmen bilirubin
tak terkonjugasi dalam kulit. Bilirubin tak terkonjugasi tersebut
bersifat neurotoksik bagi bayi pada tingkat tertentu dan pada berbagai keadaan
(Suriadi, 2001).
Ikterus pada bayi baru lahir dapat
merupakan suatu gejala fisiologis atau patologis. Ikterus fisiologis terdapat
pada 25-50% neonatus cukup bulan dan lebih tinggi lagi pada neonatus kurang
bulan sebesar 80%. Ikterus tersebut timbul pada hari kedua atau ketiga, tidak
punya dasar patologis, kadarnya tidak membahayakan, dan tidak menyebabkan suatu
morbiditas pada bayi. Ikterus patologis adalah ikterus yang punya dasar
patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut
hiperbilirubinemia. Dasar patologis yang dimaksud yaitu jenis bilirubin, saat
timbul dan hilangnya ikterus, serta penyebabnya. (WHO, 1992 dalam Wicaksono,
2011).
Neonatus yang mengalami ikterus dapat
mengalami komplikasi akibat gejala sisa yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangannya. Oleh sebab itu perlu kiranya penanganan yang intensif
untuk mencegah hal-hal yang berbahaya bagi kehidupannya dikemudian hari.
Perawat sebagai pemberi perawatan sekaligus pendidik harus dapat memberikan
pelayanan yang terbaik dengan berdasar pada ilmu pengetahuan yang dimilikinya.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dibuat rumusan masalah tentang Bagaimana melakukan Asuhan Keperawatan pada Anak yang mengalami Hiperbilirubinemia dengan baik dan benar, sesuai dengan standar asuhan keperawatan
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dibuat rumusan masalah tentang Bagaimana melakukan Asuhan Keperawatan pada Anak yang mengalami Hiperbilirubinemia dengan baik dan benar, sesuai dengan standar asuhan keperawatan
C.
Tujuan
1.
Tujuan Umum :
Mahasiswa
mampu melaksanakan asuhan keperawatan
pada anak dengan Hiperbilirubinemia.
2.
Tujuan Khusus :
Adapun
tujuan yang dapat diambil dari penyusunan laporan ini adalah agar mahasiswa
mampu :
a.
Melakukan pengkajian dan pengumpulan
data secara subjektif dan objektif pada kasus anak dengan Hiperbilirubin.
b.
Mahasiswa dapat menyusun rencana asuhan
keperawatan berdasarkan diagnosa.
c.
Mahasiswa dapat melakukan asuhan
keperawatan berdasarkan rencana asuhan.
d.
Mahasiswa dapat melaksanakan tindakan
dan evaluasi.
D. Manfaat
1.
Bagi Institusi
Sebagai
Tolak ukur penilaian terhadap kemampuan mahasiswa yang telah mendapatkan
pengetahuan dan skill yang diberikan oleh para dosen.
2.
Bagi Mahasiswa
Untuk
menambah wawasan dan keterampilan kepada mahasiswa dalam hal mengetahui
sebab-sebab Hiperbilirubinemia pada anak, serta menjadi suatu kesempatan bagi
mahasiswa untuk dapat mengaplikasikan ilmu-ilmu yang telah diperoleh selama
masa kuliah.
KONSEP
DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a. Identitas
pasien dan keluarga
b. Riwayat
Keperawatan
1) Riwayat
Kehamilan
Kurangnya
antenatal care yang baik. Penggunaan obat – obat yang meningkatkan ikterus ex:
salisilat sulkaturosic oxitosin yang dapat mempercepat proses konjungasi
sebelum ibu partus.
2)
Riwayat Persalinan
Persalinan dilakukan oleh dukun, bidan, dokter. Atau data
obyektif ; lahir prematur/kurang bulan, riwayat trauma persalinan, hipoksia dan
asfiksia
3) Riwayat
Post natal
Adanya kelainan
darah, kadar bilirubin meningkat kulit bayi tampak kuning.
4)
Riwayat Kesehatan Keluarga
Seperti ketidak
cocokan darah ibu dan anak polisitemia, gangguan saluran cerna dan hati ( hepatitis
)
5)
Riwayat Pikososial
Kurangnya kasih sayang karena
perpisahan, perubahan peran orang tua
6) Pengetahuan
Keluarga
Penyebab perawatan pengobatan dan
pemahan ortu terhadap bayi yang ikterus.
Pengkajian
Kebutuhan Dasar manusia
1. Aktivitas
/ Istirahat
Letargi, malas.
2. Sirkulasi
Mungkin pucat menandakan anemia.
3. Eliminasi
Bising usus hipoaktif. Pasase mekonium mungkin
lambat. Feses mungkin lunak/coklat kehijauan selama pengeluaran bilirubin.Urin
gelap pekat; hitam kecoklatan (sindrom bayi bronze).
4. Makanan
/ Cairan
Riwayat perlambatan / makan oral
buruk, mungkin lebih disusui daripada menyusu botol. Pada umumnya bayi malas
minum ( reflek menghisap dan menelan lemah sehingga BB bayi mengalami
penurunan). Palpasi abdomen dapat menunjukkan pembesaran limfa, hepar
5. Neuro
sensori
Sefalohematoma besar mungkin
terlihat pada satu atau kedua tulang parietal yang berhubungan dengan trauma
kelahiran / kelahiran ekstraksi vakum. Edema umum, hepatosplenomegali, atau
hidrops fetalis mungkin ada dengan inkompatibilitas Rh berat. Kehilangan
refleks Moro mungkin terlihat Opistotonus dengan kekakuan lengkung punggung,
fontanel menonjol, menangis lirih, aktivitas kejang (tahap krisis)
6. Pernafasan
Riwayat
asfiksia
7. Keamanan
Riwayat
positif infeksi / sepsis neonatus. Dapat mengalami ekimosis berlebihan, ptekie,
perdarahan intracranial. Dapat tampak ikterik pada awalnya pada daerah wajah
dan berlanjut pada bagian distal tubuh; kulit hitam kecoklatan (sindrom bayi
Bronze) sebagai efek samping fototerapi.
8. Seksualitas
Mungkin praterm, bayi kecil untuk
usia gestasi (SGA), bayi dengan retardasi pertumbuhan intrauterus (LGA),
seperti bayi dengan ibu diabetes. Trauma kelahiran dapat terjadi berkenaan
dengan stress dingin, asfiksia, hipoksia, asidosis, hipoglikemia. Terjadi lebih
sering pada bayi pria dibandingkan perempuan.
9. Penyuluhan
/ Pembelajaran
Dapat mengalami hipotiroidisme
congenital, atresia bilier, fibrosis kistik. Faktor keluarga; missal riwayat
hiperbilirubinemia pada kehamilan sebelumnya, penyakit hepar, fibrosis kristik,
kesalahan metabolisme saat lahir (galaktosemia), diskrasias darah
(sferositosis, defisiensi gukosa-6-fosfat dehidrogenase. Faktor ibu, seperti
diabetes; mencerna obat-obatan (missal, salisilat, sulfonamide oral pada
kehamilan akhir atau nitrofurantoin (Furadantin); inkompatibilitas Rh/ABO;
penyakit infeksi (misal, rubella, sitomegalovirus, sifilis, toksoplamosis). Faktor penunjang intrapartum, seperti persalinan praterm,
kelahiran dengan ekstrasi vakum, induksi oksitosin, perlambatan pengkleman tali
pusat, atau trauma kelahiran.
B. Diagnosa
Keperawatan
1.
Gangguan
integritas kulit berhubungan dengan peningkatan kadar bilirubin indirek dalam
darah, ikterus pada sclera leher dan badan.
2.
Kurang
pengetahuan keluarga mengenai kondisi, prognosis dan kebutuhan tindakan
berhubungan dengan kurangnya paparan informasi
3.
Risiko
tinggi cedera terhadap keterlibatan SSP berhubungan dengan peningkatan
bilirubin indirek dalam darah yang bersifat toksik tehhadap otak.
4.
Risiko
tinggi kekurangan volume cairan akibat efek samping fototerapi berhubungan dengan pemaparan sinar dengan
intensitas tinggi.
5.
Risiko
terjadi gangguan suhu tubuh akibat efek
samping fototerapi berhubungan dengan
efek mekanisme regulasi tubuh.
6.
Risiko
tinggi cedera akibat komplikasi tindakan transfusi tukar berhubungan dengan
prosdur invasif, profil darah abnormal.
C.
Rencana Keperawatan
No
|
Diagnosa Keperawatan
|
Tujuan dan Kriteria
Hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
Gangguan
integritas kulit berhubungan dengan peningkatan kadar bilirubin indirek dalam
darah, ikterus pada sclera leher dan badan.
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan
integritas kulit kembali baik/ normal dengan
kriteria hasil :
-
Kadar bilirubin dalam batas normal ( 0,2 – 1,0 mg/dl )
- Kulit tidak berwarna kuning/ warna kuning
mulai berkurang
-
Tidak timbul lecet akibat penekanan kulit yang terlalu lama
|
Mandiri
a. Monitor warna dan
keadaan kulit setiap 4-8 jam
b. Monitor
keadaan bilirubin direk dan indirek ( kolaborasi dengan dokter dan analis )
c.Ubah
posisi miring atau tengkurap. Perubahan posisi setiap 2 jam berbarengan
dengan perubahan posisi lakukan massage dan monitor keadaan kulit
d. Jaga
kebersihan kulit dan kelembaban kulit/ Memandikan dan
pemijatan bayi
|
a. Warna
kulit kekuningan sampai jingga yang
semakin pekat menandakan konsentrasi bilirubin indirek dalam darah tinggi.
b. Kadar bilirubin indirek merupakan
indikator
berat ringan joundice yang diderita.
c. Menghindari
adanya penekanan pada kulit
yang terlalu lama sehingga mencegah terjadinya
dekubitus atau irtasi pada kuit bayi.
d.
Kulit yang bersih dan lembab membantu
memberi rasa
nyaman dan menghindari kulit bayi
meengelupas atau bersisik.
|
|
2
|
Kurang
pengetahu-an keluarga mengenai kondisi, prognosis dan kebutuhan tindakan
berhubu-
ngan
dengan kurangnya paparan informasi
|
Setelah
diberikan asuhan keperawatan diharapkan pengetahuan keluarga bertambah dengan
kriteria hasil:
-Mengungkapkan
pemahaman tentang penyebab, tindakan, dan kemungkinan hasil hiperbilirubinemia
- Melatih orang tua bayi
memandikan, merawat tali pusat dan pijat bayi .
|
Mandiri
a.
Berikan informasi tentang penyebab,penanganan dan implikasi masa datang dari
hiperbilirubinemia. Tegaskan atau jelaskan informasi sesuai kebutuhan.
b.
Tinjau ulang maksud dari mengkaji bayi terhadap peningkatan kadar bilirubin
(mis, mengobservasi pemucatan kulit di atas tonjolan tulang atau perubahan
perilaku ) khususnya bila bayi pulang dini.
c. Diskusikan
penatalaksanaan di rumah dari ikterik fisiologi ringan atau sedang, termasuk
peningkatan pemberian makan, pemajanan langsung pada sinar matahari dan
program tindak lanjut tes serum.
d.
Berikan informasi tentang mempertahankan suplai ASI melalui penggunaan pompa
payudara dan tentang kembali menyusui ASI bila ikterik memerlukan pemutusan
menyusui.
e. Kaji situasi keluarga dan system pendukung.
berikan orangtua penjelasan tertulis yang tepat tentang fototerapi di rumah,
daftarkan teknik dan potensial masalah.
f. Buat pengaturan yang
tepat untuk tes tindak lanjut dari bilirubin serum pada fasilitas
laboratorium.
|
a.Memperbaiki kesalahan konsep, meningkatkan
pemahaman,dan menurunkan rasa
takut dan perasaan bersalah. Ikterik neonates mungkin
fisiologis, akibat ASI, atau patologis dan
protocol perawatan tergantung pada penyebab dan
factor pemberat.
b.
Memungkinkan orangtua mengenali tanda-tanda peningkatan kadar bilirubin dan
mencari evaluasi medis tepat waktu.
c. Pemahaman orangtua membantu mengembangkan
kerja
sama mereka bila bila bayi dipulangkan. Informasi membantu orangtua
melaksanakan
penatalaksanaan dengan aman dan dengan tepat
serta
mengenali pentingnya aspek program
penatalaksanaan.
d.
Membantu ibu untuk mempertahankan pemahaman pentingnya terapi. Mempertahankan
supaya orangtua tetap mendapatkan informasi tentang keadaan bayi.
Meningkatkan
keputusan berdasarkan informasi.
e.
Fototerapi di rumah dianjurkan hanya untuk bayi cukup bulan setelah 48 jam
pertama kehidupan,
dimana
kadar bilirubin serum antara 14 – 18 mg/dl
tanpa
peningkatan konsentrasi bilirubin reaksi langsung.
f.
Tindakan dihentikan bila konsentrasi bilirubin serum turun
di
bawah 14 mg/dl, tetapi kadar serum harus diperiksa ulang
dalam
12-24 jam untuk mendeteksi kemungkinan
hiperbilirubinemia
berbalik.
|
3
|
Risiko
tinggi cedera terhadap keterlibatan SSP berhubungan dengan peningkatan
bilirubin indirek dalam darah yang bersifat toksik tehhadap otak.
|
Setelah diberikan asuhan
keperawatan diharapkan kadar bilirubin menurun dengan kriteria hasil:
- Kadar
bilirubin indirek dibawah 12 mg/dl pada bayi cukup bulan pada usia 3 hari
- Resolusi
ikterik pada akhir minggu pertama kehidupan
- SSP
berfungsi dengan normal
|
Mandiri
a.Periksa resus darah ABO
b. Tinjau catatan intrapartum terhadap
factor resiko yg khusus, seperti berat badan lahir rendah (BBLR) atau IUGR,
prematuritas, proses metabolic abnormal, cedera vaskuler, sirkulasi abnormal,
sepsis, atau polisitemia
c.
Perhatikan penggunaan ekstrator vakum untuk kelahiran. Kaji bayi terhadap
adanya sefalohematoma dan ekimosis atau petekie yang berlebihan
d. Tinjau ulang
kondisi bayi pada kelahiran, perhatikan kebutuhan terhadap resusitasi atau
petunjuk adanya ekimosis atau petekie yang berlebihan, stress dingin,
asfiksia, atau asidosis
e.
.Pertahankan bayi tetap hangat dan kering, pantau kulit dan suhu inti dengan
sering
f. Mulai memberikan minum oral awal dengan 4 sampai 6 jam
setelah kelahiran, khusus bila bayi diberi ASI. Kaji bayi terhadap tanda-tanda hipoglikemia. Dapatkan
kadar Dextrostix, sesuai indikasi.
g. Evaluasi tingkat nutrisi ibu dan prenatal;
perhatikan kemungkinan hipoproteinemia neonates, khususnya pada bayi praterm.
h.
Perhatikan usia bayi pada awitan ikterik; bedakan tipe ikterik (mis,
fisiologis, akibat ASI, atau patologis)
i. Gunakan meter ikterik
transkutaneus.
i. Kaji bayi terhadap kemajuan
tanda-tanda dan perubahan perilaku; tahap I meliputi neurodepresan (mis.,
letargi, hipotonia, atau penurunan/tidak adanya reflek). Tahap II meliputi
neurohiperefleksia (mis,. Kedutan,kacau mental, opistotonus, atau demam).
Tahap III ditandai dengan tidak adanya manifestasi klinis. Tahap IV meliputi
gejala sisa seperti palsi serebra atau retardasi mental
Kolaborasi
Pantau
pemeriksaan laboratorium, sesuai indikasi.
a.Bilirubin direk dan indirek.
b. Tes Coombs darah tali pusat
direk/indirek
c.Kekuatan combinasi karbondioksida
(CO2)
d. Jumlah retikulosit dan smear
perifer.
e. Hb/Ht
f. Protein serum total
g. Hitung kapasitas
ikatan plasma bilirubin-albumin
h.
Hentikan menyusui ASI selama 24-48 jam, sesuai indikasi. Bantu ibu sesuai
kebutuhan dengan pemompaan panyudara dan memulai lagi menyusui
i. Berikan
agens indikasi enzim (fenobarbital, etanol) bila dibutuhkan.
|
a.
Inkompatibilitas ABO mempengaruhi 20%
dari semua
kehamilan dan paling umum terjadi pada ibu
dengan golongan
darah O,
yang antibodinya anti-A dan anti-B melewati sirkulasi janin, menyebabkan
aglutinasi dan hemolisis SDM.
Serupa
dengan itu, bila ibu Rh-positif, antibody ibu melewati plasenta dan bergabung pada SDM janin,
menyebabkan hemolisis lambat atau segera
b.
Kondisi klinis tertentu dapat menyebabkan pembalikan barier darah-otak,
memungkinkan ikatan bilirubin terpisah pada tingkat membrane sel atau dalam
sel itu sendiri, meningkatkan resiko terhadap keterlibatan SSP
c.Resorpsi
darah yang terjebak pada jaringan kulit kepala janin dan hemolisis yang
berlebihan dapat meningkatkan jumlah bilirubin yang dilepaskan dan
menyebabkan ikterik
d. Asfiksia dan siadosis
menurunkan afinitas bilirubin terhadap albumin.
e. Stress dingin berpotensi melepaskan
asam lemak.
Yang bersaing pada sisi ikatan pada
albumin, sehingga meningkatkan kadar bilirubin yang bersirkulasi dengan bebas
(tidak berikatan)
f. Keberadaan flora usus yang
sesuai untuk pengurangan bilirubin terhadap urobilinogen; turunkan sirkulasi
enterohepatik bilirubin
Hipoglikemia memerlukan penggunaan
simpanan lemak untuk asam lemak pelepas-energi, yang bersaing dengan
bilirubin untuk bagian ikatan pada albumin.
g. Hipopoteinemia pada
bayi baru lahir dapat mengakibatkan ikterik. Satu gram albumin membawa 16 mg
bilirubin tidak
terkonjugasi. Kekurangan albumin yang cukup
meningkatkan
jumlah sirkulasi bilirubin tidak terikat
(indirek), yang dapat melewati barier darah otak.
h. Ikterik fisiologis
biasanya tampak antara hari pertama dan
kedua dari kehidupan
Ikterik karena ASI biasanya tampak
antara hari keempat dan keenam kehidupan, mempengaruhi hanya 1%-2% bayi
menyusui. Ikterik patologis
tampak dalam 24 jam pertama kehidupan dan
lebih mungkin menimbulkan perkembangan
kernikterus/ensefalopati bilirubin.
i.
Memberikan skrining noninvasif terhadap ikterik,
menghitung
warna kulit dalam hubungannya dengan bilirubin
serum total.
j.
Bilirubin tidak terkonjugasi yang berlebihan (dihubungkan
dengan ikterik patologis) mempunyai afinitas
terhadap jaringan
ekxtravaskuler,
meliputi ganglia basal jaringan otak. Perubahan prilaku berhubungan dengan
kernikterus biasanya terjadi antara hari ke-3 dan ke-10 kehidupan dan jarang
terjadi sebelum 36 jam
kehidupan.
|
4
|
Risiko
tinggi kekurangan volume cairan akibat efek samping fototerapi berhubungan dengan pemaparan sinar dengan
intensitas tinggi.
|
Setelah
diberikan asuhan keperawatan cairan
tubuh neonatus adekuat dengan kriteria hasil:
- Tugor kulit baik
- Membran mukosa lembab
- Intake dan output cairan
seimbang
- Nadi, respirasi
dalam batas normal ( N: 120-160 x/menit, RR : 35 x/menit )
suhu ( 36,5-37,5 C ) |
Mandiri
a. Pantau masukan dan haluan
cairan; timbang berat badan bayi 2 kali sehari.
b. Perhatikan
tanda- tanda dehidrasi(mis: penurunan haluaran urine, fontanel tertekan,
kulit hangat atau kering dengan turgor buruk, dan mata cekung).
c. Perhatikan warna dan frekuensi
defekasi dan urine.
d. Tingkatkan masukan cairan per oral sedikitnya 25%. Beri air diantara menyusui atau memberi susu botol.
e.
Pantau turgor kulit
f. Berikan cairan per parenteral
sesuai indikasi
|
a.
Peningkatan kehilangan air melalui feses dan evaporasi dapat
menyebabkan dehidrasi.
b.
Bayi dapat tidur lebih lama dalam hubungannya dengan fototerapi, meningkatkan
resiko dehidrasi bila jadwal pemberian makan yang sering tidak di
pertahankan.)
c. Defeksi
encer, sering dan kehijauan serta urine kehijauan menandakan keefektifan
fototerapi dengan pemecahan dan
ekskresi
bilirubin.Feces yang encer meningkatkatkan risiko kekurangan volume
cairan akibat pengeluaran cairan berlebih.
d.
Meningkatkan input cairan sebagai kompensasi pengeluaran feces yang encer
sehingga mengurangi risiko bayi kekurangan
cairan.
e.
Turgor kult yang buruk, tidak elastis merupakan indikator adanya kekurangan
volume cairan dalam tubuh bayi.
f.
Mungkin perlu untuk memperbaiki atau mencegah dehidrasi berat.
|
5
|
Risiko
terjadi gangguan suhu tubuh akibat
efek samping fototerapi berhubungan
dengan efek mekanisme regulasi tubuh.
|
Setelah
diberikan asuhan keperawatan
diharapkan tidak terjadi gangguan suhu tubuh dengan kriteria hasil :
- Suhu
tubuh dalam rentang normal
(36,50C-370C
)
- Nadi dan respirasi
dalam batas normal ( N : 120-160 x/menit, RR : 35 x/menit )
- Membran
mukosa lembab
|
Mandiri
a.
Pantau kulit neonates dan suhu inti setiap 2 jam atau lebih sering sampai setabil(
mis; suhu aksila). Atur suhu incubator dengan tepat
b.
Monitor nadi, dan respirasi
c.
Monitor intake dan output
d. Pertahankan
suhu tubuh 36,50C-370C jika demam lakukan kompres/
axilia
e.
Cek tanda-tanda vital setiap 2-4 jam sesuai yang dibutuhkan
f. Kolaborasi
pemberian antipiretik jika demam.
|
a. Fluktuasi pada suhu tubuh dapat
terjadi sebagai respon terhadap pemajanan sinar, radiasi dan konveksi.
b. Peningkatan suhu tubuh
dapat terjadi karena dehidrasi akibat paparan sinar dengan intensitas tinggi
sehingga akan
mempengaruhi nadi dan respirasi,
sehingga peningkatan nadi dan respirasi merupakan aspek penting yang harus di
waspadai.
c. Intake yang cukup dan output
yang seimbang dengan intake cairan dapat membantu mempertahankan suhu tubuh
dalam batas normal.
d.
Suhu dalam batas normal mencegah terjadinya cold/ heat
stress
e.
Untuk mengetahui keadaan umum bayi sehingga
memungkinkan pengambilan tindakan yang cepat
ketika terjadi
suatu keabnormalan dalam tanda-tanda vital.
f.
Antipiretik cepat membantu menurunkan demam bayi.
|
6
|
Risiko
tinggi cedera akibat komplikasi tindakan transfusi tukar berhubungan dengan
prosdur invasif, profil darah abnormal.
|
Setelah
diberikan asuhan keperawatan, diharapkan tidak terjadi komplikasi dari
transfusi tukar dengan kriteria hasil :
-Menyelesaikan
transfusi tukar tanpa komplikasi
-
Menunjukkan penurunan kadar bilirubin serum.
|
Mandiri
a. Perhatikan kondisi tali pusat bayi sebelum transfuse
bila vena umbilical digunakan. Bila tali pusat kering, berikan pencucian salin selama 30-60 menit
sebelum prosedur
b. Pertahankan puasa selama 4
jam sebelum prosedur atau aspirat isi lambung
c.
Jamin ketersediaan alat resusitatif.
d.
Pertahankan suhu tubuh sebelum, selama dan setelah prosedur. Tempatkan bayi
di bawah penyebar hangat dengan servomekanisme. Hangatkan darah sebelum
penginfusan dengan menempatkan di dalam incubator, hangatkan baskom berisi
air ataau penghangat darah.
e. Pastikan
golongan darah serta faktor Rh bayi dan ibu. Perhatkan golongan darah dan
factor Rh darah untuk ditukar.
f. Jamin
kesegaran darah. Darah yang diberi heparin lebih disukai.
g.
Pantau nadi, warna dan frekuensi
pernapasan/kemudahan sebelum, selama dan setelah transfuse. Lakukan
pengisapan jika diperlukan.
h.
Catat tanda-tanda atau kejadian selama transfuse, pencatatan jumlah darah
yang diambil dan diinjeksikan.
i.
Pantau tanda-tanda keseimbangan elektrolit ( mis; gugup, aktivitas kejang,
dan apnea; hiperefleksia,; bradikardia; atau diare )
j. Kaji bayi terhadap perdarahan bedlebihan
dari lokasi I V setelah transfuse.
Kolaborasi
a. Pantau pemeriksaan
laboratorium sesuai indikasi :
- Kadar Hb/Ht
sebelum dan setelah transfuse
- Kadar bilirubin
serum segera setelah prosedur, kemudian setiap 4 jam
- Protein
serum total
- Kalsium
dan kalium serum
- Glukosa
- Kadar
pH serum
b. Berikan albumin
sebelum transfuse bila diindikasikan
c. Berikan obat-obatan
sesuai indikasi :
-
Kalsium glukonat 5 %
- Natrium
bikarbonat
- Protamin
sulfat
|
a.
Pencucian mungkin perlu untuk melunakkan tali pusat dan vena umbilicus
sebelum transfuse untuk akses I. V dan
memudahkan
pasase kateter umbilical.
b. Menurunkan risiko
kemungkinan regurgitasi dan aspirasi selama prosedur
c. Untuk memberikan
dukungan segera bila perlu
d. Membantu
mencegah hipotermia dan vasospasme,
menurunkan risiko fibrilasi
ventrikel, dan menurunkan vikositas darah
e.
Transfuse tukar paling sering dihubungkan dengan masalah inkompatibilitas Rh.
f. Darah
yang lama lebih mungkin mengalami hemolisis,
karenanya meningkatkan kadar
bilirubin. Darah yang diberikan
heparin selalu baru, tetapi harus dibuang bila
tidak digunakan
dalam 24 jam.
g. Membuat nilai
data dasar, mengidentifikasi potensial kondisi
tidak stabil ( mis; apnea atau
disritmia/henti jantung ) dan mempertahankan jalan napas.
h.
Membantu mencegah kesalahan
dalam penggantian cairan. Jumlah darah ditukar kira-kira 170 ml/kg BB. Volume
ganda
tukar transfuse menjamin bahwa antara 75 %
dan 90 % sirkulasi
SDM
digantikan.
i.
Hipokalsemia dan hiperkalemia dapat terjadi selama dan
setelah transfuse tukar.
j.
Penginfusan darah yang diberi heparin mengubah koagulasi
selama
4-6 jam setelah transfuse tukar dan dapat mengakibatkan
perdarahan.
-
Bila Ht kurang dari 40 % sebelum transfuse, pertukaran sebagian SDM kemasan
dapat mendahului pertukaran penuh.
Penurunan kadar setelah transfusi menadakan
kebutuhan terhadap transfuse kedua.
- Kadar
bilirubin dapat menurun sampai setengah segera setelah prosedur, tetapi dapat
meningkat dengan cepat setelahnya,
memerlukan pengulangan transfuse.
- Mengalikan
kadar dengan 3,7 menetukan derajat
peningkatan bilirubin yang memerlukan
transfuse tukar
- Darah
mengandung sitrat sebagai anti koagulan yang
mengikat
kalsium, sehingga menurunkan kadar kalsium serum.
Selain itu, bila darah lebih dari 2 hari,
destruksi SDM melepaskan
kalium, menciptakan risiko hiperkalemia dan
henti jantung.
- Kadar
glukosa rendah mungkin dihubungkan dengan glikolisis anaerobik kontinu dalam
SDM donor. Tindakan segera
perlu untuk mencegah efek buruk/kerusakan
SSP.
-
pH serum dari darah donor secara khas 6,8 atau kurang.
Asidosis
dapat tejadi jika darah segar tidak digunakan dan hepar bayi tidak dapat
memetabolisme sitrat yang digunakan antikoagulan, atau bila darah donor melanjutkan
glikolisis
anaerobik dengan produksi asam metabolit.
-Meskipun
masih kontroversial, pemberian albumin dapat
meningkatkan
ketersediaan albumin untuk berikatan dengan bilirubin, karenanya menurunkan
kadar bilirubin serum sikulasi yang bebas.
- Dari
2 sampai 4 ml kalsium glukonat dapat diberikan setelah setiap 100 ml
penginfusan darah untuk memperbaiki hipokalsemia dan meminimalkan kemungkinan
iritabilitas jantung.
- Memperbaiki
asidosis
- Mengimbangi efek-efek
antikoagulan dari darah yang diberi heparin
|
D.
Evaluasi
Dx.
1 Integritas kulit kembali baik / normal,
·
Kadar bilirubin dalam batas normal
·
Kulit tidak berwarna kuning/ warna
kuning mulai berkurang
·
Tidak timbul lecet akibat penekanan
kulit yang terlalu lama
Dx.
2 Pengetahuan keluarga bertambah,
·
Mengungkapkan pemahaman tentang
penyebab, tindakan, dan kemungkinan hasil hiperbilirubinemia
·
Mendemonstrasikan perawatan bayi yang
tepat
Dx.
3 Kadar bilirubin menurun,
·
Kadar bilirubin indirek dibawah 12 mg/dl
pada bayi cukup bulan pada usia 3 hari
·
Resolusi ikterik pada akhir minggu
pertama kehidupan
·
Bebas dari keterlibatan SSP
Dx.
4 Cairan tubuh neonatus adekuat,
· Tugor
kulit baik
· Membran
mukosa lembab
· Intake
dan output cairan seimbang
Nadi, rspirasi dalam batas normal.
Dx. 5 Tidak terjadi gangguan suhu tubuh,
·
Suhu tubuh dalam rentang normal (36,50C-370C
)
·
Nadi
dan respirasi dalam batas normal ( N : 120-160 x/menit, RR : 35 x/menit )
·
Membran mukosa lembab
Dx.
6 Tidak terjadi komplikasi dari transfusi tukar,
·
Menyelesaikan transfusi tukar tanpa
komplikasi
·
Menunjukkan penurunan kadar bilirubin
serum.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Hiperbilirubinemia
(ikterus bayi baru lahir) adalah meningginya kadar bilirubin di dalam jaringan
ekstravaskuler, sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya
berwarna kuning (Ngastiyah, 2000).
Hiperbilirubin pada anak dapat dicegah dengan pengawasan antenatal
dengan baik dan pemberian makanan
sejak dini (pemberian ASI)dan menghindari obat yang meningkatakan ikterus pada masa kelahiran,
misalnya sulfa furokolin.
B.
Saran
Kami selaku penulis berharap kepada pembaca agar
dapat meningkatkan lagi ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki
dibidang mata kuliah keperawatan anak khususnya terkait asuhan
keperawatan pada klien dengan hiperbilirubinemia.
DAFTAR
PUSTAKA
-
Suriadi, dan Rita Y. 2001. Asuhan
Keperawatan Pada Anak . Edisi I. Fajar Inter Pratama. Jakarta.
-
Ngastiah. 1997. Perawatan Anak Sakit.
EGC. Jakarta.
-
Prawirohadjo, Sarwono. 1997. Ilmu
Kebidanan. Edisi 3. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta.
-
Syaifuddin, Bari Abdul. 2000. Buku
Ajar Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. JNPKKR/POGI &
Yayasan Bina Pustaka. Jakarta.
-
Doengoes, E Marlynn & Moerhorse,
Mary Fraces. 2001. Rencana Perawatan Maternal / Bayi. EGC. Jakarta
TUGAS
KEPERAWATAN ANAK
“ASKEP HIPERBILIRUBIN”
Di Susun Oleh :
1.
Silvia Anggarwati P.P
2.
Siti Nurohmah Widawati
3.
Novi Dewi Fatmaningsih
4.
Wiji Astuti
5.
Dea Fera Indikasari
6.
Rima Oktavina P
7.
Fitri Fauziah Apriliani
8.
Dwi Septyaningrum
9.
Latifatunnisa Rusiana
10.
Diah Rini S
11.
Nurul Febriana
12.
Wiwik Nurkhikmah
|
13.
Susiyanti
14.
Qonitalillah
15.
Ratna Faradillah
16.
Annisa Resiana
17.
Akhmad Aji M
18.
Arif Allama
19.
Bagus Alwibowo
20.
Sulto Akbar Nafis
21.
Wada Rahma Iqbal
22.
Bagas Amiru Rizal
23.
Surya Ramadan
|
Kelas 2 Reguler B
POLTEKKES
KEMENKES SEMARANG
PRODI
DIII KEPERAWATAN PEKALONGAN
TAHUN
AJARAN 2014/2015