BAB
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perdarahan dalam bidang
obstetri dan ginekologi hampir selalu berakibat fatal bagi ibu maupun janin,
terutama jika tindakan pertolongan terlambat dilakukan, atau jika komponennya
tidak dapat segera dilakukan. Oleh karena itu, setiap Perdarahan yang terjadi
dalam masa kehamilan, persalinan dan nifas harus dianggap sebagai suatu keadaan
akut dan serius.
Perdarahan
pascapersalinan adalah kehilangan darah lebih dari 500 ml melalui jalan lahir
yang terjadi selama atau setelah persalinan kala III. Perkiraan kehilangan
darah biasanya tidak sebanyak yang sebenarnya, kadang-kadang hanya setengah
dari yang sebenarnya. Darah tersebut tercampur dengan cairan amnion atau dengan
urin. Darah juga tersebar pada spons, handuk, dan kain, di dalam ember dan di
lantai. Volume darah yang hilang juga bervariasi akibatnya sesuai dengan kadar
hemoglobin ibu. Seseorang ibu dengan kadar hemoglobin normal akan dapat
menyesuaikan diri terhadap kehilangan darah yang akan berakibat fatal pada yang
anemia.
Perdarahan
pascapersalinan adalah sebab penting kematian ibu; ¼ kematian ibu yang
disebabkan oleh perdarahan (perdarahan pascapersalinan, placenta previa,
solutio plasenta, kehamilan ektopik, abortus, retensio plasenta,rest plasenta
dan ruptura uteri) disebabkan oleh perdarahan pascapersalinan. Selain itu, pada
keadaan dimana perdarahan pascapersalinan tidak mengakibatkan kematian,
kejadian ini sangat mempengaruhi morbiditas nifas karena anemia dapat
menurunkan daya tahan tubuh. Perdarahan pascapersalinan lebih sering terjadi
pada ibu-ibu di Indonesia dibandingkan dengan ibu-ibu di luar negeri.
Pendarahan yang
disebabkan oleh rest plasenta dapat terjadi karena plasenta belum lahir sebagian
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah “Bagaimana tinjauan mengenai Rest Placenta baik dari segi
pengertian, etiologi, tanda dan gejala, patofisiologi, penatalaksanaan, serta
asuhan keperawatan nya.
C.
Tujuan
Tujuan makalah ini adalah mengetahui tinjauan mengenai Rest
Placenta baik dari segi pengertian, etiologi, tanda dan gejala, patofisiologi,
penatalaksanaan, serta asuhan keperawatan nya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Rest Plasenta adalah tertinggalnya sisa plasenta dan membranya dalam cavum
uteri. (Saifuddin, A.B, 2002).
Rest plasenta merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam uterus yang
dapat menimbulkan perdarahan post partum primer atau perdarahan post partum
sekunder (Alhamsyah, 2008)
Rest plasenta adalah suatu bagian dari plasenta serta lobus yang tertinggal
maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif (Sarwono, 2002 ; hal 31)
B. Etiologi
Penyebab
terjadinya rest plasenta yaitu
1.
Pengeluaran plasenta tidak hati-hati
2.
Salah pimpinan kala III : terlalu
terburu – buru untuk mempercepat lahirnya plasenta.
C. Tanda dan
Gejala
Adapun tanda
dan gejala dari rest plasenta antara lain :
- Sewaktu suatu bagian dari plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Tetapi mungkin saja pada beberapa keadaan tidak ada perdarahan dengan sisa plasenta. Tertinggalnya sebagian plasenta (rest plasenta)
- Keadaan umum lemah
- Peningkatan denyut nadi
- Tekanan darah menurun
- Pernafasan cepat
- Gangguan kesadaran (Syok)
- Pasien pusing dan gelisa
- Tampak sisa plasenta yang belum keluar
D.
Patofisiologi
Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi.
Kontraksi dan retraksi otot-otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan.
Sesudah berkontraksi, sel miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek
dan lebih tebal. Dengan kontraksi yang berlangsung kontinyu, miometrium menebal
secara progresif, dan kavum uteri mengecil sehingga ukuran juga mengecil.
Pengecilan mendadak uterus ini disertai mengecilnya daerah tempat perlekatan plasenta.
Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta
yang tidak dapat berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang
ditimbulkannya menyebabkan lapis dan desi dua spongiosa yang longgar member jalan,
dan pelepasan plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat di
uterus berada di antaraserat-serat otot miometrium yang saling bersilangan.
Kontraksi serat-serat otot ini menekan pembuluh darah dan retaksi otot ini mengakibatkan
pembuluh darah terjepit serta perdarahan berhenti.
Pengamatan terhadap persalinan kalatiga dengan menggunakan
pencitraan ultrasonografi secara dinamis telah membuka perspektif baru tentang mekanisme
kalatiga persalinan. Kala tiga yang normal dapat dibagi ke dalam 4 fase, yaitu:
1. Fase laten, ditandai oleh menebalnya dinding uterus
yang bebas tempat plasenta, namun dinding uterus tempat plasenta melekat masih
tipis.
2. Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding
uterus tempat plasenta melekat (dari ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2
cm).
3. Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan
pemisahannya dari dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang terbentuk antara
dinding uterus dengan plasenta. Terpisahnya plasenta disebabkan oleh kekuatan antara
plasenta yang pasif dengan otot uterus yang aktif pada tempat melekatnya plasenta,
yang mengurangi permukaan tempat melekatnya plasenta. Akibatnya sobek di
lapisan spongiosa.
4. Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur.
Saat plasenta bergerak turun, daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah
kecil darah terkumpul di dalam rongga rahim.
Tanda – tanda lepasnya plasenta adalah sering ada pancaran
darah yang mendadak, uterus menjadi globuler dan konsistensinya semakin padat,
uterus meninggi kearah abdomen karena plasenta yang telah berjalan turun masuk ke
vagina, serta tali pusat yang keluar lebih panjang.
Sesudah plasenta terpisah dari tempat melekatnya maka tekanan
yang diberikan oleh dinding uterus menyebabkan plasenta meluncur ke arah bagian
bawah rahim atau atas vagina. Kadang-kadang, plasenta dapat keluar dari lokasi ini
oleh adanya tekanan inter-abdominal. Namun, wanita yang berbaring dalam posisi terlentang
sering tidak dapat mengeluarkan plasenta secara spontan. Umumnya, dibutuhkan tindakan
arti fisial untuk menyempurnakan persalinan kala tinggi. Metode yang biasa dikerjakan
adalah dengan menekan dan mengklovasi uterus, bersamaan dengan tarikan ringan pada
tali pusat.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelepasan Plasenta :
1. Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomaly dari uterus atau serviks;
kelemahan dan tidak efektifnya kontraksi uterus; kontraksi yang tetanik dari
uterus; serta pembentukan constriction ring.
2. Kelainan dari plasenta, misalnya plasenta letak rendah atau plasenta
previa; implantasi di cornu; dan adanya plasentaa kreta.
3. Kesalahan manajemen kala tiga persalinan ,seperti manipulasi dari uterus
yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi
yang tidak ritmik; pemberian uterotonik yang tidak tepat waktunya yang juga dapat
menyebabkan serviks kontraksi dan menahan plasenta; serta pemberian anestesi terutama
yang melemahkan kontraksi uterus.
E. Penanganan Rest Plasenta
Apabila
diagnosa sisa plasenta ditegakkan maka bidan boleh melakukan pengeluaran sisa
plasenta secara manual atau digital, dg langkah-langkah sebagai berikut:
- Perbaikan keadaan umum ibu (pasang infus)
- Kosongkan kandung kemih
- Memakai sarung tangan steril
- Desinfeksi genetalia eksterna
- Tangan kiri melebarkan genetalia eksterna,tangan kanan dimasukkan secara obstetri sampai servik
- Lakukan eksplorasi di dalam cavum uteri untuk mengeluarkan sisa plasenta
- Lakukan pengeluaran plasenta secara digital
- Setelah plasenta keluar semua diberikan injeksi uterus tonika
- Berikan antibiotik utk mencegah infeksi
- Antibiotika ampisilin dosis awal 19 IV dilanjutkan dengan 3×1 gram.oral dikombinasikan dengan metronidazol 1 gr suppositoria dilanjutkan dengan 3×500 mg oral.
- Observasi tanda-tanda vital dan perdarahan
- Antibiotika dalam dosis pencegahan sebaiknya diberikan.
Sisa
plasenta bisa diduga bila kala uri berlangsung tidak lancar
atau setelah melakukan plasenta manual atau menemukan adanya kotiledon yang
tidak lengkap pada saat melakukan pemeriksaan plasenta dan masih ada perdarahan
dari ostium uteri eksternum pada saat kontraksi rahim sudah baik dan robekan
jalan lahir sudah terjahit. Untuk itu, harus dilakukan eksplorasi kedalam rahim
dengan cara manual/digital atau kuret dan pemberian uterotonika. Anemia yang
ditimbulkan setelah perdarahan dapat diberi transfuse darah sesuai dengan
keperluannya (Sarwono Prawirohaardjo, 2008, hal: 527)
ASUHAN KEPERAWATAN REST PLASENTA
A.
Pengkajian
Beberapa hal yang perlu dikaji dalam
asuhan keperawatan pada ibu dengan retensio placenta adalah sebagai berikut :
a.
Identitas klien
b.
Data
biologis/fisiologis meliputi; keluhan utama, riwayat kesehatan masa lalu,
riwayat penyakit keluarga, riwayat obstetrik (GPA, riwayat kehamilan,
persalinan, dan nifas), dan pola kegiatan sehari-hari sebagai berikut :
1.
Sirkulasi :
-
Perubahan tekanan
darah dan nadi (mungkintidak tejadi sampai kehilangan darah bermakna)
-
Pelambatan pengisian
kapiler
-
Pucat, kulit
dingin/lembab
-
Perdarahan vena gelap
dari uterus ada secara eksternal (placentaa tertahan)
-
Dapat mengalami
perdarahan vagina berlebiha
-
Haemoragi berat atau
gejala syock diluar proporsi jumlah kehilangan darah
2.
Eliminasi :
- Kesulitan berkemih dapat menunjukan haematoma dari porsi atas vagina
3.
Nyeri/Ketidaknyamanan :
- Sensasi nyeri terbakar/robekan
(laserasi), nyeri tekan abdominal (fragmen placenta tertahan) dan nyeri uterus
lateral.
4.
Keamanan :
- Laserasi jalan lahir: darah memang
terang sedikit menetap (mungkin tersembunyi) dengan uterus keras, uterus
berkontraksi baik; robekan terlihat pada labia mayora/labia minora, dari muara
vagina ke perineum; robekan luas dari episiotomie, ekstensi episiotomi kedalam
kubah vagina, atau robekan pada serviks.Seksualitas :
- Uterus kuat; kontraksi baik atau kontraksi parsial, dan agak menonjol
(fragmen placenta yang tertahan)
- Kehamilan baru dapat mempengaruhi overdistensi uterus (gestasi multipel,
polihidramnion, makrosomia), abrupsio placenta, placenta previa.
6. Pemeriksaan fisik meliputi; keadaan umum, tanda vital, pemeriksaan
obstetrik (inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi).
7. Pemeriksaan laboratorium. (Hb 10 gr%)
B. Diagnosa dan Rencana Intervensi Keperawata
a. Defisit volume cairan tubuh berhubungan dengan kehilangan melalui vaskuler
yang berlebihan
Intervensi :
1.
Tinjau ulang catatan
kehamilan dan persalinan/kelahiran, perhatiakan faktor-faktor penyebab atau
pemberat pada situasi hemoragi (misalnya laserasi, fragmen plasenta tertahan,
sepsis, abrupsio plasenta, emboli cairan amnion atau retensi janin mati selama
lebih dari 5 minggu.
Rasional : Membantu dalam membuat rencana perawatan yang tepat dan
memberikan kesempatan untuk mencegah dan membatasi terjadinya komplikasi
2.
Kaji dan catat jumlah,
tipe dan sisi perdarahan; timbang dan hitung pembalut, simpan bekuan dan
jaringan untuk dievaluasi oleh perawat.
Rasional : Perkiraan kehilangan darah, arteial versus vena, dan adanya
bekuan-bekuan membantu membuat diagnosa banding dan menentukan kebutuhan
pengganti
3.
Kaji lokasi uterus dan
derajat kontraksilitas uterus. Dengan perlahan masase penonjolan uterus dengan
satu tangan sambil menempatkan tangan kedua diatas simpisis pubis
Rasional : Derajat kontraktilitas uterus membantu dalam diagnosa banding.
Peningkatan kontraktilitas miometrium dapat menurunkan kehilangan darah.
Penempatan satu tangan diatas simphisis pubis mencegah kemungkinan inversi
uterus selama masase.
4.
Perhatikan hipotensi
atau takikardi, perlambatan pengisian kapiler atau sianosis dasar kuku, membran
mukosa dan bibir
Rasional : Tanda-tanda ini menunjukan hipovolemi dan terjadinya syok.
Perubahan pada tekanan darah tidak dapat dideteksi sampai volume cairan telah
menurun sampai 30 - 50%. Sianosis adalah tanda akhir dari hipoksia.
5.
Lakukan tirah baring
dengan kaki ditinggikan 20-30 derajat dan tubuh horizontal.
Rasional : Perdarahan dapat menurunkan atau menghentikan reduksi aktivitas.
Pengubahan posisi yang tepat meningkatkan aliran balik vena, menjamin
persediaan darah keotak dan organ vital lainnya lebih besar.
6.
Pantau masukan dan
keluaran, perhatikan berat jenis urin
Rasional : Bermanfaat dalam memperkirakan luas/signifikansi kehilangan
cairan. Volume perfusi/sirkulasi adekuat ditunjukan dengan keluaran 30 – 50
ml/jam atau lebih besar.
7.
Mulai Infus 1 atau 2
i.v dari cairan isotonik atau elektrolit dengan kateter !8 G atau melalui jalur
vena sentral. Berikan darah lengkap atau produk darah (plasma, kriopresipitat,
trombosit) sesuai indikasi.
Rasional : Perlu untuk infus cepat atau multipel dari cairan atau produk
darah untuk meningkatkan volume sirkulasi dan mencegah pembekuan.
8.
Berikan obat-obatan
sesuai indikasi :
-
Oksitoksin,
Metilergononovin maleat, Prostaglandin F2 alfa.
Rasional : Meningkatkan kontraktilitas dari uterus yang menonjol dan
miometrium, menutup sinus vena yang terpajan, dan menghentikan hemoragi pada
adanya atonia.
-
Magnesium sulfat
Rasional : Beberapa penelitian melaporkan penggunaan MGSO4 memudahkan relaksasi
uterus selama pemeriksaan manual.
-Terapi Antibiotik.
Rasional : Antibiotok bertindak secara profilaktik untuk mencegah infeksi
atau mungkin perlu diperlukan untuk infeksi yang disebabkan atau diperberat
pada subinvolusi uterus atau hemoragi.
9.
Pantau pemeriksaan
laboratotium sesuai indikasi : Hb dan Ht
Rasional : Membantu dalam menentukan kehilangan darah. Setiap ml darah
membawa 0,5 mgHb.
b. Resiko
tinggi terjadi Infeksi berhubungan dengan trauma jaringan.
Intervensi :
1.
Demonstrasikan mencuci
tangan yang tepat dan teknik perawatan diri. Tinjau ulang cara yang tepat untuk
menangani dan membuang material yang terkontaminasi misalnya pembalut, tissue,
dan balutan
Rasional : Mencegah kontaminasi silang/penyebaran organinisme infeksious..
Rasional : Peningkatan suhu dari 100,4 ºF (38ºC) pada dua hari
beturut-turut (tidak menghitung 24 jam pertama pasca partum), tachikardia, atau
leukositosis dengan perpindahan kekiri menandakan infeksi.
3. Perhatikan gejala malaise, mengigil, anoreksia, nyeri tekan uterus atau
nyeri pelvis.
Rasional : Gejala-gejala ini menandakan keterlibatan sistemik, kemungkinan
menimbulkan bakterimia, shock, dan kematian bila tidak teratasi.
4.
Selidiki sumber
potensial lain dari infeksi, seperti pernapasan (perubahan pada bunyi napas,
batuk produktif, sputum purulent), mastitis (bengkak, eritema, nyeri), atau
infeksi saluran kemih (urine keruh, bau busuk, dorongan, frekuensi, nyeri).
Rasional : Diagnosa banding adalah penting untuk pengobatan yang efektif.
5.
Kaji keadaan Hb atau
Ht. Berikan suplemen zat besi sesuai indikasi.
Rasional : Anemia sering menyertai infeksi, memperlambat pemulihan dan
merusak sistem imun.
c. Nyeri berhubungan
dengan trauma atau distensi jaringan.
Intervensi :
1.
Tentukan
karakteristik, tipe, lokasi, dan durasi nyeri. Kaji klien terhadap nyeri
perineal yang menetap, perasaan penuh pada vagina, kontraksi uterus atau nyeri
tekan abdomen.
Rasional : Membantu dalam diagnosa banding dan pemilihan metode tindakan. Ketidaknyamanan
berkenaan dengan hematoma, karena tekanan dari hemaoragik tersembunyi kevagina
atau jaringan perineal. Nyeri tekan abdominal mungkin sebagai akibat dari
atonia uterus atau tertahannya bagian-bagian placenta. Nyeri berat, baik pada
uterus dan abdomen, dapat terjadi dengan inversio uterus.
2.
Kaji kemungkinan
penyebab psikologis dari ketidaknyamana.
Rasional : Situasi darurat dapat mencetuskan rasa takut dan ansietas, yang
memperberat persepsi ketidaknyamanan.
3.
Berikan tindakan
kenyamanan seperti pemberian kompres es pada perineum atau lampu pemanas pada
penyembungan episiotomi.
Rasional : Kompres dingan meminimalkan edema, dan menurunkan hematoma serta
sensasi nyeri, panas meningkatkan vasodilatasi yang memudahkan resorbsi
hematoma.
4.
Berikan analgesik,
narkotik, atau sedativa sesuai indikasi
Rasional : Menurunkan
nyeri dan ancietas, meningkatkan relaksasi.
d. Perubahan perfusi
jaringan berhubungan dengan hipovalemia
Intervensi :
1.
Perhatikan Hb/Ht
sebelum dan sesudah kehilangan darah. Kaji status nutrisi, tinggi dan berat
badan.
Rasional : Nilai bandingan membantu menentukan beratnya kehilangan darah.
Status yang ada sebelumnya dari kesehatan yang buruk meningkatkan luasnya
cedera dari kekurangan oksigen.
2.
Pantau tanda vital;
catat derajat dan durasi episode hipovolemik.
Rasional : Luasnya keterlibatan hipofisis dapat dihubungkan dengan derajat
dan durasi hipotensi. Penigkatan frekuensi pernapasan dapat menunjukan upaya
untuk mengatasi asidosis metabolik.
3.
Perhatikan tingkat
kesadaran dan adanya perubahan prilaku.
Rasional : Perubahan sensorium adalah indikator dini dari hipoksia,
sianosis, tanda lanjut dan mungkin tidak tampak sampai kadar PO2 turun dibawah
50 mmHg.
4.
Kaji warna dasar kuku,
mukosa mulut, gusi dan lidah, perhatikan suhu kulit.
Rasional : Pada kompensasi vasokontriksi dan pirau organ vital, sirkulasi
pada pembuluh darah perifer diperlukan yang mengakibatkan sianosis dan suhu
kulit dingin.
5.
Beri terapi oksigen
sesuai kebutuhan
Rasional : Memaksimalkan ketersediaan oksigen untuk transpor sirkulasi
kejaringan.
6.
Pasang jalan napas;
penghisap sesuai indikasi.
Rasional : Memudahkan pemberian oksigen.
e. Ancietas berhubungan
dengan ancaman perubahan pada status kesehatan.
Intervensi :
1.
Evaluasi respon psikologis
serta persepsi klien terhadap kejadian hemoragii pasca partum. Klarifikasi
kesalahan konsep.
Rasional : Membantu dalam menentukan rencana perawatan. Persepsi klien
tentang kejadian mungkin menyimpang, akan memperberat ancietasnya.
2.
Evaluasi respon
fisiologis pada hemoragik pasca partum; misalnya tachikardi, tachipnea, gelisah
atau iritabilitas.
Rasional : Meskipun perubahan pada tanda vital mungkin karena respon
fisiologis, ini dapat diperberat atau dikomplikasi oleh faktor-faktor
psikologis.
3.
Sampaikan sikap
tenang, empati dan mendukung.
Rasional : Dapat membantu klien mempertahankan kontrol emosional dalam
berespon terhadap perubahan status fisiologis. Membantu dalam menurunkan
tranmisi ansietas antar pribadi.
4.
Bantu klien dalam
mengidentifikasi perasaan ansietas, berikan kesempatan pada klien untuk
mengungkapkan perasaan.
Rasional : Pengungkapan memberikan kesempatan untuk memperjelas informasi,
memperbaiki kesalahan konsep, dan meningkatkan perspektif, memudahkan proses
pemecahan masalah.
5.
Beritahu kepada klien
tujuan dari setiap tindakan yang akan dilakukan
Rasional : Kecemasan klien akan berkurang bila sebelum sebuah tindakan
dilakukan oleh perawat.
f. Kurang Pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi yang diperoleh.
Intervensi :
1.
Jelaskan faktor
predisposisi atau penyebab dan tindakan khusus terhadap penyebab hemoragi.
Rasional : Memberikan informasi untuk membantu klien/pasangan memahami dan
mengatasi situasi.
2.
Kaji tingkat
pengetahuan klien, kesiapan dan kemampuan klien untuk belajar. Dengarkan,
bicarakan dengan tenang, dan berikan waktu untuk bertanya dan meninjau materi.
Rasional : Memberikan informasi yang perlu untuk mengembangkan rencana
perawatan individu. Menurunkan stress dan ancietas, yang menghambat
pembelanjaran, dan memberikan klarifikasi dan pengulangan untuk meningkatkan
pemahaman.
3.
Diskusikan implikasi
jangka pendek dari hemoragi pasca partum, seperti perlambatan atau intrupsi
pada proses kedekatan ibu-bayi (klien tidak mampu melakukan perawatan terhadap
diri dan bayinya segera sesuai keinginannya).
Rasional : Menurunkan ansietas dan memberikan kerangka waktu yang realistis
untuk melakukan ikatan serta aktivitas-aktivitas perawatan bayi.
4.
Diskusikan implikasi
jangka panjang hemoragi pasca partum dengan tepat, misalnya resiko hemoragi
pasca partum pada kehamilan selanjutnya, ataonia uterus, atau ketidakmampuan
untuk melahirkan anak pada masa datang bila histerektomie dilakukan.
Rasional : Memungkinan klien untuk membuat keputusan berdasarkan informasi
dan mulai mengatasi perasaan tentang kejadian-kejadian masa lalu dan sekarang.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Rest Plasenta adalah tertinggalnya sisa plasenta dan membranya dalam cavum
uteri. (Saifuddin, A.B, 2002).
Rest plasenta merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam uterus yang
dapat menimbulkan perdarahan post partum primer atau perdarahan post partum
sekunder (Alhamsyah, 2008).
Adapun tanda dan gejala rest plasenta antara lain:
1. Perdarahan
2. Keadaan umum lemah
3. Peningkatan denyut nadi
4. Tekanan darah menurun
5. Pernafasan cepat
6. Gangguan kesadaran (Syok)
7. Pasien pusing dan gelisa
8. Tampak sisa plasenta yang belum keluar
B.
Saran
Dalam
penulisan makalah ini agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang
konsep-konsep dalam asuhan keperawatan Sisa
Plasenta. Mahasiswa mampu menyebut
diagnosa-diagnosa yang yang dapat diambil dari masalah terebut serta dapat melakukan
intervensi keperawatan. Namun demikian, kami sangat mengharapkan kritik dan
saran dari pembaca atas kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam makalah
ini demi untuk kesempurnaan makalah berikutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 2002.
Muliyati, Buku Panduan Kuliah Keperawatan Maternitas, Makassar, 2005.
No comments:
Post a Comment