COMBUSTIO KARENA BAHAN KIMIA
Diajukan untuk memenuhi tugas
mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat
Disusun oleh
Kelompok 4 /3 Reg B
|
||
Annisa Resiana
|
P17420313050
|
|
Dewi Aisyah
|
P17420313055
|
|
Fitri Fauziah
Apriliani
|
P17420313060
|
|
Khilda Sari
|
P17420313066
|
|
Maulida Safutri
|
P17420313071
|
|
Qonitalillah
|
P17420313079
|
|
Sulton Akbar Nafis
|
P17420313085
|
|
Wada Rahma Iqbal
|
P17420313089
|
Dosen Pengampu
SUPRIYO, SST M.Kes
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN PEKALONGAN
TAHUN 2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Masih ingatkah anda dengan dengan korban kekerasan
rumah tangga, yakni sang suami menyiramkan air panas ke muka sang istri
sehingga sang istri mendapatkan 17 – 18 kali operasi pencangkokan kulit dari
punggungnya. Luka yang didapatkan dari sang istri termasuk jenis luka bakar.
Luka bakar sendiri didefinisikan sebagai adalah luka yang
dapat timbul akibat kulit terpajan ke suhu tinggi, syok listrik, atau bahan
kimia (Corwin, 2001). Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik,
bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam
(Irna Bedah RSUD Dr.Soetomo, 2001).
Hingga tahun 2004, 11 juta kasus luka bakar memerlukan
perawatan medis di seluruh dunia dan menyebabkan 300.000 kematian. Hal ini
membuat luka bakar menjadi penyebab cedera utama keempat setelah kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh, dan tindak
kekerasan. Sekitar 90% luka
bakar terjadi di negara berkembang.
Hal ini sebagian disebabkan oleh kepadatan penduduk yang berlebihan dan kondisi
memasak yang tidak aman. Secara keseluruhan, hampir 60% dari luka bakar yang
bersifat fatal terjadi di Asia
Tenggara dengan tingkat
kejadian 11,6 per 100.000 penduduk.
Zat kimia menyumbang angka 2 sampai 11% dari semua
kasus luka bakar dan menyebabkan hingga 30% kematian dengan luka bakar, bahkan
pada tahu lalu, luka bakar akibat zat kimia terutama air keras meningkat tajam.
Zat kimia disinyalir lebih berbahaya dibanding luka
bakar akibat air panas karena zat kimia tidak bersuhu panas pun dapat bersifat
merusak. Untuk membedakan senyawa kimia yang berbahaya secara kasat mata pun
terlihat sama seperti H2O (air).
Untuk itu kami akan mengangkat kasus tersebut untuk
dibuatnya makalah.
B.
Tujuan
1.
Tujuan Umum
Tujuan umum dari
penyusunan laporan ini adalah untuk mengupas dan membahas tentang asuhan
keperawatan pada klien combustio
2.
Tujuan Khusus
Tujuan khusus
dari penyusunan laporan ini adalah untuk memenuhi tugas keperawatan gawat
darurat.
C.
Sistematika
Sistematika pada
laporan kasus ini diantaranya adalah sebagai berikut. BAB I berisi pendahuluan
yang meliputi : latar belakang, tujuan, rumusan masalah, dan sistematika.
Kemudian pada BAB II berisi tinjauan teori meliputi : pengkajian, diagnose yang
mungkin muncul, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi.
Untuk BAB III berisi tinjauan kasus yang meliputi langkah- langkah dalam asuhan
keperawatan antara lain : pengkajian, diagnose keperawatan, intervensi
keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi. BAB IV berisi pembahasan.
Dan yang terakhiir adalah BAB V penutup yang berisi simpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A.
Definisi
Chemical burn adalah luka bakar
pada organ luar maupun organ dalam tubuh yang disebabkan oleh bahan-bahan kimia
yang merupakan asam kuat atau basa kuat dan zat produksi petroleum.
Luka bakar akibat bahan kimia
terjadi pada saat tubuh atau kulit terpapar oleh asam atau basa. Bahan kimia
ini dapat menimbulkan reaksi terbatas pada kulit, reaksi pada seluruh tubuh
ataupun keduanya. Luka bakar alkali lebih berbahaya daripada oleh asam, karena
penetrasinya lebih dalam sehingga kerusakan yang ditimbulkan lebih berat.
Sedang asam umumnya berefek pada permukaan saja.
B.
Klasifikasi bahan kimia
1.
Alkalis/Basa
Hidroksida,
soda kaustik, kalium amoniak, litium, barium, kalsium atau bahan – bahan
pembersih dapat menyebabkan liquefaction necrosis dan denaturasi protein.
2.
Acids/Asam
Asam
hidroklorat, asam aksalat, asam sulfat, pembersih kamar mandi atau kolam renang
dapat menyebabkan kerusakan coagulation necrosis.
3.
Organic Compounds
Fenol,
creosote, petroleum, sebagai desinfektan kimia yang dapat menyebabkan
kerusakana kutaneus, efek toksis terhadap ginjal dan liver.
C.
Klasifikasi luka bakar
1. Dalamnya luka bakar.
Kedalaman
|
Penampilan
|
Warna
|
Perasaan
|
(Tingkat
I)
Ketebalan
partial superfisial
|
Kering tidak ada gelembung.
Oedem minimal atau tidak ada.
Pucat bila ditekan dengan
ujung jari, berisi kembali bila tekanan dilepas.
|
Bertambah
merah.
|
Nyeri
|
(Tingkat II)
Lebih dalam dari ketebalan
partial
-
Superfisial
-
Dalam
|
Blister besar dan lembab yang
ukurannya bertambah besar.
Pucat bial ditekan dengan ujung jari, bila tekanan dilepas berisi
kembali.
|
Berbintik-bintik yang kurang jelas, putih, coklat,
pink, daerah merah coklat.
|
Sangat
nyeri
|
(Tingkat
III)
Ketebalan
sepenuhnya
|
Kering disertai kulit
mengelupas.
Pembuluh darah seperti arang
terlihat dibawah kulit yang mengelupas.
Gelembung jarang, dindingnya
sangat tipis, tidak membesar.
Tidak
pucat bila ditekan.
|
Putih, kering, hitam, coklat tua.
Hitam.
Merah.
|
Tidak sakit, sedikit sakit.
Rambut mudah lepas bila dicabut.
|
2.
Luas luka bakar
Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan
9 yang terkenal dengan nama rule of nine atua rule of wallace yaitu:
1) Kepala dan leher : 9%
2) Lengan
masing-masing 9% : 18%
3) Badan depan 18%,
badan belakang 18% : 36%
4) Tungkai maisng-masing 18% : 36%
5) Genetalia/perineum : 1%
Total : 100%
3. Berat ringannya luka bakar
Untuk mengkaji
beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa faktor antara lain :
ü Persentasi area (Luasnya) luka bakar pada permukaan
tubuh.
ü Kedalaman
luka bakar.
ü Anatomi
lokasi luka bakar.
ü Umur
klien.
ü Riwayat
pengobatan yang lalu.
ü Trauma yang menyertai atau bersamaan.
American college of surgeon membagi dalam:
a) Parah – critical:
-
Tingkat II : 30% atau lebih.
-
Tingkat III : 10% atau lebih.
-
Tingkat
III pada tangan, kaki dan wajah.
-
Dengan adanya komplikasi penafasan,
jantung, fractura, soft tissue yang luas.
b) Sedang
– moderate:
-
Tingkat II : 15 – 30%
-
Tingkat III : 1 – 10%
c)
Ringan –
minor:
-
Tingkat II : kurang 15%
-
Tingkat III : kurang 1%
D.
Tanda dan gejala luka bakar akibat
bahan kimia
1. Pada
daerah yang terkena akan terasa panas, terjadi iritasi serta kemerahan.
2. Nyeri
dan terasa baal.
3. Pembentukan
jaringan kulit mati yang berwarna hitam (eschar) - ini sebagian terjadi akibat
luka bakar yang diakibatkan oleh bahan asam yang menghasilkan neksrosis
koagulasi dengan jalan denaturasi protein.
4. Luka
bakar akibat alkali menghasilkan luka bakar yang dalam pada jaringan akibat
produksi dari pengenceran jaringan nekrosis yang melibatkan denaturasi protein
dan juga saponifikasi jaringan lemak.
5.
Gangguan penglihatan atau kebutaan
total terjadi bila bahan kimia masuk ke dalam mata. Pada kasus luka bakar
akibat bahan-bahan kimia yang berat dimana bahan tersebut tertelan, terhirup
atau terabsorbsi ke dalam pembuluh darah, gejala sistemik yang dapat timbul :
Antara lain :
Ø Batuk
atau sesak napas.
Ø Penurunan
tekanan darah.
Ø Pusing,
lemas sampai pingsan.
Ø Nyeri
kepala.
Ø Kejang
otot.
Ø Henti
jantung atau aritmia.
E.
Patofisiologi
Zat
kimia dapat bersifat oksidator seperti kaporit, kalium permanganate dan asam
kromat. Bahan korosif seperti fenol dan fosfor putih juga larutan basa seperti
kalium hidroksida dan natrium hidroksida menyebabkan denaturasi protein.
Denaturasi akibat penggaraman dapat disebabkan oleh asam formiat, asetat,
tanat, flourat, dan klorida. Asam sulfat merusak sel karena bersifat cepat
menarik air. Beberapa bahan dapat menyebabkan keracunan sistemik. Asam florida
dan oksalat dapat menyebabkan hipokalsemia.
Asam tanat, kromat, pikrat dan fosfor dapat merusak
hati dan ginjal kalau diabsorpsi tubuh. Lisol dapat menyebabkan
methemoglobinemia. Napalm (derivat alumunium naphthenate dan palmitat) saat ini merupakan nama generik yang
digunakan untuk semua jenis hidrokarbon yang tebal. Ini termasuk polimer sintetik
seperti polyurethane dan poliseter yang mungkin dapat dimodifikasi dengan
dicampur alumunium bubuk atau metal carbon. Phosfor putih atau alumunium
biasa ditambahkan kepada bom berbahan dasar minyak tanah ini.
Bahan-bahan ini jika dibakar akar
menghasilkan suhu yang sangat tinggi, dan pada suhu diatas 1000ºC (1832 F) akan
dengan mudah terbakar dengan adanya sifat adesif. Efeknya terhadap tubuh manusia membahayakan,
dapat menyebabkan luka bakar yang luas, lebih dari 25% permukaan tubuh. Fosfor
dapat menyebabkan trauma yang bersifat toksik, dan bahan-bahan adesif ini sulit
dibersihkan.
Fosfor yang digunakan dalam peperangan atau industri
dapat menyebabkan kematian, walaupun hanya menyebabkan luka bakar seluas
12-15%. Membakar fosfor menyebabkan terjadinya lesi yang bisa meluas sampai
seluruh fosfor diserap tubuh. Pasien akan merasa sangat sakit. Luka akan
membentuk jaringan nekrotik berwarna kekuningan, berbau seperti bawang putih
dan bersinar dalam kondisi gelap. Selain dari luka bakar yang terlihat, fosfor
juga mengakibatkan kerusakan ginjal akibat sifat toksiknya. Glomerulonekrotik
dan tubulonenkrotik menyababkan oliguria dan mempercepat kematian akibat gagal
ginjal. Kerusakan hati juga dapat terjadi. Diduga penyebab dari
kerusakan-kerusakan tersebut adalah masuknya
inorganik fosfor kedalam
peredaran darah. Sebagai terapi yang
paling optimal, saat ini digunakan “cooper sulphate” 0,5%-2%, menghasilkan
lapisan “cupric phospide” diseluruh permukaan. Reaksi ini diharapkan efektif
namun juga memliki efek toksik, dengan manifestasi primer perdarahan masif, dan
gagal ginjal akut.
“Mustard gas” dapat menghasilkan uap berbahaya yang
jika kontak dengan zar cair, bisa menyebabkan terbentuknya bula di kulit,
kerusakan mata, dan jika terhisap bisa menyebabkan gangguan saluran nafas. Jika di absorpsi bisa menyebabkan depresi
sumsum tulang sekitar 2 minggu setelah terpajan, dan bisa menyebabkan kematian.
Kekuatan dari asam dan basa ditentukan oleh skala
pH, yang berkisar antara 1-14. Asam kuat biasanya memiliki pH kurang dari 2.
Bahan yang mengandung alkali biasanya memiliki pH 11,5 atau lebih untuk dapat
melukai kulit. Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan banyaknya jaringan
yang terpapar menentukan luasnya injuri karena zat kimia ini.
Luka bakar oleh bahan kimia biasanya merupakan
kecelakaan, pembunuhan dengan cara ini sangat jarang dilakukan, melemparkan
cairan yang bersifat korosif seperti cairan asam pada korban lebih sering
dimaksudkan untuk melukai dibandingkan untuk membunuh korban. Bunuh diri dengan
menggunakan asam maupun basa kuat sangat jarang dilakukan saat ini tetapi
ditemukan di negara-negara miskin.
Tanda dan gejala. Tanda dan gejala dari luka bakar
akibat bahan-bahan kimia, tergantung
pada beberapa faktor termasuk :
o
Konsentrasi
o
Bentuk fisik dari bahan (padat, cair
atau gas)
o
Lokasi (mata, kulit, mukosa)
o
Tertelan atau terhirup
Asam dengan pH kurang dari 2 mempercepat proses
nekrosis koagulasi yang disebabkan oleh protein. Luka bakar tampak dengan batas
jelas, kering dan kasar, dengan warna luka tergantung dari bahan asam. Asam
nitrat menyebabkan warna luka coklat kekuningan, asam sulfat (vitriol) berwarna
coklat kehijauan, hidroklorin berwarna putih hingga abu-abu dan asam karbol
(fenol atau lisol) menyebabkan warna luka abu-abu sampai coklat terang.
Alkali dengan pH 11,5 atau lebih menyebabkan
kerusakan jaringan yang lebih luas dibandingkan dengan asam karena sifatnya
yang mencairkan jaringan yang nekrosis, yang menyebabkan alkali dapat
berpenetrasi lebih dalam. Alkali, seperti sodium hidroksida (soda atau sabun)
dan amonium hidroksida, menimbulkan luka berwarna coklat keabu-abuan.
Substansi alkalin dalam bentuk padat yang tertelan
menampilkan keuntungan dari faktor ini. Bahan padat ini akan tinggal dalam
lambung dalam waktu yang lama, hal ini akan menghasilkan luka bakar yang berat.
Faktor lain yang penting adalah bentuk lain dari substansi asam dan basa yang
menghasilkan panas ketika mereka terdilusi, hal ini tidak hanya menyebabkan
luka bakar akibat bahan-bahan kimia tetapi juga luka bakar akibat suhu.
F.
Komplikasi
Komplikasi yang sering dialami oleh klien
luka bakar yang luas antara lain:
1.
Burn shock (shock hipovolemik)
2.
Merupakan komplikasi yang pertama kali
dialami oleh klien dengan luka bakar luas karena hipovolemik yang tidak segera
diatasi.
3.
Sepsis
4.
Kehilangan kulit sebagai pelindung
menyebabkan kulit sangat mudah terinfeksi. Jika infeksi ini telah menyebar ke
pembuluh darah, dapat mengakibatkan sepsis.
5.
Pneumonia
6.
Dapat terjadi karena luka bakar dengan
penyebab trauma inhalasi sehingga rongga paru terisi oleh gas (zat-zat
inhalasi)
7.
Gagal ginjal akut
8.
Kondisi gagal ginjal akut dapat terjadi
karena penurunan aliran darah ke ginjal.
9.
Hipertensi jaringan akut
10. Merupakan komplikasi kuloit yang biasa dialami pasien dengan luka bakar
yang sulit dicegah, akan tetapi bias diatasi dengan tindakan tertentu.
11. Kontraktur
12. Merupakan gangguan fungsi pergerakan.
13. Dekubitus
14. Terjadi karena kurangnya mobilisasi pada pasien dengan luka bakar yang
cenderung bedrest terus.
G.
Pemeriksaan Penunjang
1. LED : mengkaji hemokonsentrasi.
2. Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia. Ini
terutama penting untuk memeriksa kalium terdapat peningkatan dalam 24 jam
pertama karena peningkatan kalium dapat menyebabkan henti jantung.
3. Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi pulmonal,
khususnya pada cedera inhalasi asap.
4. BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.
5. Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen menandakan kerusakan otot
pada luka bakar ketebalan penuh luas.
6. Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.
7. Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun pada luka
bakar masif.
8. Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi asap.
H.
Penatalaksanaan
Prinsip
utama dalam pengobatan adalah cepat menetralisasi kadar zat kimia dengan
pemberian banyak air atau pemberian antidotum spesifik jika memungkinkan.
Jaringan kulit yang hilang diatasi dengan debridement segera dan skin grafting
jika diperlukan. Efek samping yang mungkin timbul selama proses penyambuhan
adalah kontraktur dan kelainan pigmentasi.
Meskipun pengobatan memiliki peran yang terbatas
pada kebanyakan kasus luka bakar oleh bahan kimia, antibiotik topikal, kalsium
dan magnesium masih tetap digunakan. Setelah dekontaminasi pemberian cairan
intravena dan terapi narkotik diperlukan.
Antibiotic. Silvadene digunakan pada luka bakar pada
kulit dan berguna untuk mencegah infeksi pada luka bakar derajat dua dan tiga.
Ini harus diberikan pada luka satu sampai dua kali sehari dan membersihkan sisa
obat sebelumnya sebelum memberikan yang baru. Erytromisin oinmen (bacitracin)
digunakan untuk mencegah infeksi akibat luka bakar pada mata.
Analgetik. Morfin, acetaminophen diberikan untuk
mengatasi nyeri dan biasa digunakan untuk memberikan efek sedasi yang menguntungkan
pada pasien yang menderita luka bakar pada mata.
Nonsteroid Anti-inflammatory Agents. Advil, Motrin
Ansaid, Naprosyn dan anaprox adalah golangan anti-inflamasi yang digunakan
untuk pasien dengan nyeri ringan sampai sedang.
Beberapa
cara penanganan yang dianjurkan oleh petugas medis dan lab :
Pada Kulit
1.
Luka
karena asam
Asam
yang mengenai kulit hendaknya segera dihapus dengan kapas atau lap halus,
kemudian dicuci dengan air mengalir sebanyak-banyaknya. Selanjutnya cuci dengan
larutan 1% Na2CO3, kemudian cuci lagi dengan air.
Keringkan dan olesi dengan salep levertran.
2.
Luka
karena basa
Kulit
hendaknya segera dicuci dengan air sebanyak-banyaknya, kemudian bilas dengan
larutan asam asetat 1%, cuci dengan air, kemudian keringkan dan olesi dengan
salep boor.
3.
Luka
bakar karena terkena percikan natrium/kalium
Ambil
logam yang menempel dengan pinset secara hati-hati, kemudian cuci kulit yang
terkena zat tersebut dengan air mengalir selama kira-kira 15-20 menit.
Netralkan dengan larutan asam asetat 1%, kemudian keringkan dan olesi dengan
salep levertran atau luka ditutup dengan kapas steril atau kapas yang telah
dibasahi dengan asam pikrat.
4.
Luka
bakar karena percikan bromine
Jika
kulit terkena percikan atau tumpahan bromin, kulit yang terkena segera olesi dengan
larutan amoniak encer (1 bagian amoniak dalam 15 bagian air) kemudian luka
tersebut tutup dengan pasta Na2CO3 .
5.
Luka
bakar karena fosfor
Jika
terkena kulit, kulit yang terkena dicuci denag air sebanyak-banyaknya kemudian
cuci dengan larutan CuSO4 3%.
Pada Mata
1.
Luka
karena terkena percikan asam
Jika
terkena percikan asam encer, mata dapat dicuci dengan air bersih, baik dengan
air kran maupun penyemprotan air. Pencuciaan kira-kira 15 menit terus-menerus.
Jika terkena asam pekat tindakan yang dapat dilakukan sama jika terkena asam
pekat pada umumnya. Kemudian mata dicuci dengan larutan Na2CO3
1%. Jika si penderita masih kesakitan bawa ke dokter.
2.
Luka
karena terkena percikan basa
Cucilah
mata yang terkena percikan dengan air banyak-banyak kemudian bilas dengan
larutan asam borat 1%. Gunakan gelas pencuci mata.
I.
Pencegahan
1.
Gunakan
APD
2.
Jauhkan
atau berikan tempat terpisah untuk zat/bahan kimia khusus
3.
Taati
peraturan yang ada.
4.
Berhati
– hatilah pada saat menggunakan zat tersebut
5.
Dilarang
mencampur, mencium, mencicipi zat kimia yang ada di laboraturium, di rumah
sakit, ataupun dirumah.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
1.
B1
(breathing):
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama
(kemungkinan cedera inhalasi). Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon
dalam sputum; ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera
inhalasi. Pengembangan torak
mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau
stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal);
bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan
nafas dalam (ronkhi).
2.
B2
(blood):
Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT):
hipotensi (syok); penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera;
vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok
listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok listrik);
pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar).
3. B3 (Brain):
Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal,
menarik diri, marah. Kesadaran
composmentis/coma, ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik
diri, marah
4. B4 (bladder):
Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase
darurat; warna mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan
kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan
ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar
kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik
gastrik.
5. B5 (bowel):
Oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah
6. B6 (bone):
Gejala:
area batas; kesemutan. Tanda:
perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada
cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal;
kerusakan retinal; penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur
membran timpanik (syok listrik); paralisis (cedera listrik pada aliran saraf). Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak
pada area yang sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus. Destruksi jaringan
dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari sehubungan dengan proses trobus
mikrovaskuler pada beberapa luka. Area kulit tak terbakar mungkin
dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan
curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok. Cedera kimia:
tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab.
B.
Diagnosa Keperawatan
Marilynn E. Doenges dalam Nursing care plans,
Guidelines for planning and documenting patient care mengemukakan beberapa Diagnosa
keperawatan sebagai berikut :
1.
Resiko tinggi bersihan jalan nafas tidak efektif
berhubungan dengan obtruksi trakeabronkial;edema mukosa dan hilangnya kerja
silia. Luka bakar daerah leher; kompresi jalan nafas thorak dan dada atau
keterdatasan pengembangan dada.
2.
Resiko
tinggi kekurangan volume cairan berhubungan
dengan Kehilangan cairan melalui rute abnormal. Peningkatan
kebutuhan : status hypermetabolik, ketidak cukupan pemasukan. Kehilangan
perdarahan.
3.
Resiko
kerusakan pertukaran gas berhubungan
dengan cedera inhalasi asap atau sindrom kompartemen torakal sekunder
terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada atau leher.
4.
Resiko
tinggi infeksi berhubungan dengan Pertahanan
primer tidak adekuat; kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatik. Pertahanan
sekunder tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan respons inflamasi.
5.
Nyeri
berhubungan dengan Kerusakan
kulit/jaringan; pembentukan edema. Manifulasi jaringan
cidera contoh debridemen luka.
6.
Resiko
tinggi kerusakan perfusi jaringan, perubahan/disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan Penurunan/interupsi aliran
darah arterial/vena, contoh luka bakar seputar ekstremitas dengan edema.
7.
Perubahan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan status hipermetabolik (sebanyak 50 % - 60% lebih besar dari
proporsi normal pada cedera berat) atau katabolisme protein.
8.
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler, nyeri/tak nyaman, penurunan kekuatan dan tahanan.
9.
Kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan
Trauma : kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit
(parsial/luka bakar dalam).
10.
Gangguan
citra tubuh (penampilan peran) berhubungan
dengan krisis situasi; kejadian traumatik peran klien tergantung,
kecacatan dan nyeri.
Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan Salah interpretasi informasi Tidak mengenal sumber
informasi.
C.
Intervensi Keperawatan
DX
|
Rencana
Keperawatan
|
||
Tujuan dan
Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
|
Resiko
bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi trakheobronkhial; oedema mukosa;
kompressi jalan nafas .
|
Bersihan jalan nafas tetap efektif.
Kriteria Hasil : Bunyi nafas
vesikuler, RR dalam batas normal, bebas dispnoe/cyanosis.
|
Kaji refleks gangguan menelan; perhatikan pengaliran air liur,
ketidakmampuan menelan, serak, batuk mengi.
Awasi frekuensi, irama, kedalaman pernafasan ;
perhatikan adanya pucat/sianosis dan sputum mengandung karbon atau merah
muda.
Auskultasi paru, perhatikan stridor,
mengi/gemericik, penurunan bunyi nafas, batuk rejan.
Perhatikan adanya pucat atau warna buah ceri
merah pada kulit yang cidera
Tinggikan kepala tempat tidur. Hindari penggunaan
bantal di bawah kepala, sesuai indikasi
Dorong batuk/latihan nafas dalam dan perubahan
posisi sering.
Hisapan (bila perlu) pada perawatan ekstrem,
pertahankan teknik steril.
Tingkatkan istirahat suara tetapi kaji kemampuan
untuk bicara dan/atau menelan sekret oral secara periodik.
Selidiki perubahan perilaku/mental contoh
gelisah, agitasi, kacau mental.
Awasi 24 jam keseimbngan cairan, perhatikan
variasi/perubahan.
Lakukan program kolaborasi meliputi :
Berikan pelembab O2 melalui cara yang
tepat, contoh masker wajah
Awasi/gambaran seri GDA
Kaji ulang seri rontgen
Berikan/bantu fisioterapi dada/spirometri
intensif.
Siapkan/bantu
intubasi atau trakeostomi sesuai indikasi.
|
Dugaan cedera inhalasi
Takipnea, penggunaan otot bantu, sianosis dan
perubahan sputum menunjukkan terjadi distress pernafasan/edema paru dan
kebutuhan intervensi medik.
Obstruksi jalan nafas/distres pernafasan dapat
terjadi sangat cepat atau lambat contoh sampai 48 jam setelah terbakar.
Dugaan adanya hipoksemia atau karbon monoksida.
Meningkatkan ekspansi paru optimal/fungsi
pernafasan.
Bilakepala/leher terbakar, bantal dapat
menghambat pernafasan, menyebabkan nekrosis pada kartilago telinga yang
terbakar dan meningkatkan konstriktur leher.
Meningkatkan ekspansi paru, memobilisasi dan
drainase sekret.
Membantu mempertahankan jalan nafas bersih,
tetapi harus dilakukan kewaspadaan karena edema mukosa dan inflamasi. Teknik
steril menurunkan risiko infeksi.
Peningkatan sekret/penurunan kemampuan untuk
menelan menunjukkan peningkatan edema trakeal dan dapat mengindikasikan
kebutuhan untuk intubasi.
Meskipun sering berhubungan dengan nyeri,
perubahan kesadaran dapat menunjukkan terjadinya/memburuknya hipoksia.
Perpindahan cairan atau kelebihan penggantian
cairan meningkatkan risiko edema paru. Catatan : Cedera inhalasi
meningkatkan kebutuhan cairan sebanyak 35% atau lebih karena edema.
O2 memperbaiki hipoksemia/asidosis.
Pelembaban menurunkan pengeringan saluran pernafasan dan menurunkan
viskositas sputum.
Data dasar penting untuk pengkajian lanjut status
pernafasan dan pedoman untuk pengobatan. PaO2 kurang dari 50, PaCO2
lebih besar dari 50 dan penurunan pH menunjukkan inhalasi asap dan terjadinya
pneumonia/SDPD.
Perubahan menunjukkan atelektasis/edema paru tak
dapat terjadi selama 2 – 3 hari setelah terbakar
Fisioterapi dada mengalirkan area dependen paru,
sementara spirometri intensif dilakukan untuk memperbaiki ekspansi paru,
sehingga meningkatkan fungsi pernafasan dan menurunkan atelektasis.
Intubasi/dukungan
mekanikal dibutuhkan bila jalan nafas edema atau luka bakar mempengaruhi
fungsi paru/oksegenasi.
|
Resiko
tinggi kekurangan volume cairan berhubungan
dengan Kehilangan cairan melalui rute abnormal. Peningkatan kebutuhan : status
hypermetabolik, ketidak cukupan pemasukan. Kehilangan perdarahan.
|
Pasien dapat mendemostrasikan status cairan dan biokimia membaik.
Kriteria evaluasi: tak ada
manifestasi dehidrasi, resolusi oedema, elektrolit serum dalam batas normal,
haluaran urine di atas 30 ml/jam.
|
Awasi tanda vital, CVP. Perhatikan kapiler dan kekuatan nadi perifer.
Awasi pengeluaran urine dan berat jenisnya. Observasi warna urine dan
hemates sesuai indikasi.
Perkirakan drainase luka dan kehilangan yang tampak
Timbang berat badan setiap hari
Ukur lingkar ekstremitas yang terbakar tiap hari sesuai indikasi
Selidiki perubahan
mental
Observasi distensi abdomen,hematomesis,feces
hitam.
Hemates drainase NG dan feces secara periodik.
Lakukan program kolaborasi meliputi :
Pasang / pertahankan kateter urine
Pasang/ pertahankan ukuran kateter
IV.
Berikan penggantian cairan IV yang dihitung, elektrolit, plasma, albumin.
Awasi hasil pemeriksaan laboratorium ( Hb, elektrolit, natrium ).
Berikan obat sesuai
idikasi :
- Diuretika contohnya Manitol
(Osmitrol)
- Kalium
- Antasida
Pantau:
- Tanda-tanda
vital setiap jam selama periode darurat, setiap 2 jam selama periode akut,
dan setiap 4 jam selama periode rehabilitasi.
- Warna urine.
- Masukan
dan haluaran setiap jam selama periode darurat, setiap 4 jam selama periode
akut, setiap 8 jam selama periode rehabilitasi.
- Hasil-hasil
JDL dan laporan elektrolit.
- Berat badan setiap hari.
- CVP
(tekanan vena sentral) setiap jam bial diperlukan.
- Status umum setiap 8 jam.
Pada penerimaan rumah sakit, lepaskan semua pakaian dan perhiasan dari
area luka bakar.
Mulai terapi IV yang ditentukan dengan jarum lubang besar (18G), lebih
disukai melalui kulit yang telah terluka bakar. Bila pasien menaglami luka
bakar luas dan menunjukkan gejala-gejala syok hipovolemik, bantu dokter
dengan pemasangan kateter vena sentral untuk pemantauan CVP.
Beritahu dokter bila: haluaran urine < 30 ml/jam, haus, takikardia,
CVP < 6 mmHg, bikarbonat serum di bawah rentang normal, gelisah, TD di
bawah rentang normal, urine gelap atau encer gelap.
Konsultasi doketr bila manifestasi kelebihan cairan terjadi.
Tes guaiak muntahan warna kopi atau feses ter hitam. Laporkan
temuan-temuan positif.
Berikan antasida yag
diresepkan atau antagonis reseptor histamin seperti simetidin
|
Memberikan pedoman untuk penggantian cairan dan mengkaji respon kardiovaskuler.
Penggantian cairan dititrasi untuk meyakinkan rata-2 pengeluaran urine
30-50 cc/jam pada orang dewasa. Urine berwarna merah pada kerusakan otot
masif karena adanyadarah dan keluarnya mioglobin.
Peningkatan permeabilitas kapiler, perpindahan protein, proses inflamasi
dan kehilangan cairan melalui evaporasi mempengaruhi volume sirkulasi dan
pengeluaran urine.
Penggantian cairan tergantung pada berat badan pertama dan perubahan
selanjutnya
Memperkirakan luasnya oedema/perpindahan cairan yang mempengaruhi volume
sirkulasi dan pengeluaran urine.
Penyimpangan pada tingkat kesadaran dapat mengindikasikan ketidak
adequatnya volume sirkulasi/penurunan perfusi serebral
Stres (Curling) ulcus terjadi pada setengah dari semua pasien yang luka
bakar berat(dapat terjadi pada awal minggu pertama).
Observasi ketat fungsi ginjal dan mencegah stasis atau refleks urine.
Memungkinkan infus cairan cepat.
Resusitasi cairan menggantikan kehilangan cairan/elektrolit dan membantu
mencegah komplikasi.
Mengidentifikasi kehilangan darah/kerusakan SDM dan kebutuhan
penggantian cairan dan elektrolit.
Meningkatkan pengeluaran urine dan membersihkan tubulus dari debris
/mencegah nekrosis.
Penggantian lanjut karena kehilangan urine dalam jumlah besar
Menurunkan keasaman gastrik sedangkan inhibitor histamin menurunkan
produksi asam hidroklorida untuk menurunkan produksi asam hidroklorida untuk
menurunkan iritasi gaster.
Mengidentifikasi penyimpangan indikasi kemajuan atau penyimpangan dari
hasil yang diharapkan. Periode darurat (awal 48 jam pasca luka bakar) adalah
periode kritis yang ditandai oleh hipovolemia yang mencetuskan individu pada
perfusi ginjal dan jarinagn tak adekuat.
Inspeksi adekuat dari luka bakar.
Penggantian cairan
cepat penting untuk mencegah gagal ginjal. Kehilangan
cairan bermakna terjadi melalui jarinagn yang terbakar dengan luka bakar
luas. Pengukuran tekanan vena sentral memberikan data tentang status volume
cairan intravaskular.
Temuan-temuan ini mennadakan hipovolemia dan perlunya peningkatan cairan.
Pada lka bakar luas, perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke ruang
interstitial menimbukan hipovolemi.
Pasien rentan pada kelebihan beban volume intravaskular selama periode
pemulihan bila perpindahan cairan dari kompartemen interstitial pada
kompartemen intravaskuler.
Temuan-temuan guaiak positif ennandakan adanya perdarahan GI. Perdarahan
GI menandakan adaya stres ulkus (Curling’s).
Mencegah perdarahan GI. Luka bakar luas mencetuskan pasien pada ulkus
stres yang disebabkan peningkatan sekresi hormon-hormon adrenal dan asam HCl
oleh lambung.
|
Resiko
kerusakan pertukaran gas berhubungan
dengan cedera inhalasi asap atau sindrom kompartemen torakal sekunder
terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada atau leher.
|
Pasien dapat mendemonstrasikan oksigenasi adekuat.
Kriteroia evaluasi: RR 12-24
x/mnt, warna kulit normal, GDA dalam renatng normal, bunyi nafas bersih, tak
ada kesulitan bernafas.
|
Pantau laporan GDA dan kadar karbon monoksida serum.
Beriakan suplemen oksigen pada tingkat yang ditentukan. Pasang atau bantu
dengan selang endotrakeal dan temaptkan pasien pada ventilator mekanis sesuai
pesanan bila terjadi insufisiensi pernafasan (dibuktikan dnegna hipoksia,
hiperkapnia, rales, takipnea dan perubahan sensorium).
Anjurkan pernafasan dalam dengan penggunaan spirometri insentif setiap 2
jam selama tirah baring.
Pertahankan posisi semi fowler, bila hipotensi tak ada.
Untuk luka bakar sekitar torakal, beritahu dokter bila terjadi dispnea
disertai dengan takipnea. Siapkan
pasien untuk pembedahan eskarotomi sesuai pesanan.
|
Mengidentifikasi kemajuan dan penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
Inhalasi asap dapat merusak alveoli, mempengaruhi pertukaran gas pada membran
kapiler alveoli.
Suplemen oksigen meningkatkan jumlah oksigen yang tersedia untuk
jaringan. Ventilasi mekanik diperlukan untuk pernafasan dukungan sampai pasie
dapat dilakukan secara mandiri.
Pernafasan dalam mengembangkan alveoli, menurunkan resiko atelektasis.
Memudahkan ventilasi dengan menurunkan tekanan abdomen terhadap
diafragma.
Luka bakar sekitar torakal
dapat membatasi ekspansi adda. Mengupas kulit (eskarotomi) memungkinkan
ekspansi dada.
|
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan
perlinduingan kulit; jaringan traumatik. Pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan Hb,
penekanan respons inflamasi
|
Pasien bebas dari infeksi.
Kriteria evaluasi: tak ada
demam, pembentukan jaringan granulasi baik.
|
Pantau:
- Penampilan
luka bakar (area luka bakar, sisi donor dan status balutan di atas sisi
tandur bial tandur kulit dilakukan) setiap 8 jam.
- Suhu setiap 4 jam.
- Jumlah
makanan yang dikonsumsi setiap kali makan.
Bersihkan area luka bakar setiap hari dan lepaskan jarinagn nekrotik
(debridemen) sesuai pesanan. Berikan mandi kolam sesuai pesanan,
implementasikan perawatan yang ditentukan untuk sisi donor, yang dapat
ditutup dengan balutan vaseline atau op site.
Lepaskan krim lama dari luka sebelum pemberian krim baru. Gunakan sarung
tangan steril dan beriakn krim antibiotika topikal yang diresepkan pada area
luka bakar dengan ujung jari. Berikan krim secara menyeluruh di atas luka.
Beritahu dokter bila demam drainase purulen atau bau busuk dari area luka
bakar, sisi donor atau balutan sisi tandur. Dapatkan kultur luka dan berikan
antibiotika IV sesuai ketentuan.
Tempatkan pasien pada ruangan khusus dan lakukan kewaspadaan untuk luka
bakar luas yang mengenai area luas tubuh. Gunakan linen tempat tidur steril,
handuk dan skort untuk pasien. Gunakan skort steril, sarung tangan dan
penutup kepala dengan masker bila memberikan perawatan pada pasien. Tempatkan
radio atau televisis pada ruangan pasien untuk menghilangkan kebosanan.
Bila riwayat imunisasi tak adekuat, berikan globulin imun tetanus manusia
(hyper-tet) sesuai pesanan.
Mulai rujukan pada ahli diet,
beriakn protein tinggi, diet tinggi kalori. Berikan suplemen nutrisi seperti
ensure atau sustacal dengan atau antara makan bila masukan makanan kurang
dari 50%. Anjurkan NPT atau makanan enteral bial pasien tak dapat makan per
oral.
|
Mengidentifikasi indikasi-indikasi kemajuan atau penyimapngan dari hasil
yang diharapkan.
Pembersihan dan pelepasan jaringan nekrotik meningkatkan pembentukan
granulasi.
Antimikroba topikal membantu mencegah infeksi. Mengikuti prinsip aseptik
melindungi pasien dari infeksi. Kulit yang gundul menjadi media yang baik
untuk kultur pertumbuhan baketri.
Temuan-temuan ini mennadakan infeksi. Kultur membantu mengidentifikasi
patogen penyebab sehingga terapi antibiotika yang tepat dapat diresepkan.
Karena balutan siis tandur hanya diganti setiap 5-10 hari, sisi ini
memberiakn media kultur untuk pertumbuhan bakteri.
Kulit adalah lapisan pertama tubuh untuk pertahanan terhadap infeksi.
Teknik steril dan tindakan perawatan perlindungan lainmelindungi pasien
terhadap infeksi. Kurangnya berbagai rangsang ekstrenal dan kebebasan
bergerak mencetuskan pasien pada kebosanan.
Melindungi terhadap tetanus.
Ahli diet adalah spesialis
nutrisi yang dapat mengevaluasi paling baik status nutrisi pasien dan
merencanakan diet untuk emmenuhi kebuuthan nutrisi penderita. Nutrisi adekuat memabntu
penyembuhan luka dan memenuhi kebutuhan energi.
|
Nyeri berhubungan dengan Kerusakan
kulit/jaringan; pembentukan edema. Manipulasi
jaringan cidera contoh debridemen luka.
|
Pasien dapat mendemonstrasikan hilang dari ketidaknyamanan.
Kriteria evaluasi: menyangkal
nyeri, melaporkan perasaan nyaman, ekspresi wajah dan postur tubuh rileks.
|
Berikan anlgesik narkotik yang diresepkan prn dan sedikitnya 30 menit
sebelum prosedur perawatan luka. Evaluasi keefektifannya. Anjurkan analgesik
IV bila luka bakar luas.
Pertahankan pintu kamar tertutup, tingkatkan suhu ruangan dan berikan
selimut ekstra untuk memberikan kehangatan.
Berikan ayunan di atas temapt tidur bila diperlukan.
Bantu dengan pengubahan
posisi setiap 2 jam bila diperlukan. Dapatkan bantuan tambahan sesuai
kebutuhan, khususnya bila pasien tak dapat membantu membalikkan badan
sendiri.
|
Analgesik narkotik diperlukan utnuk memblok jaras nyeri dengan nyeri
berat. Absorpsi obat IM buruk pada pasien dengan luka bakar luas yang
disebabkan oleh perpindahan interstitial berkenaan dnegan peningkatan
permeabilitas kapiler.
Panas dan air hilang melalui jaringan luka bakar, menyebabkan hipoetrmia.
Tindakan eksternal ini membantu menghemat kehilangan panas.
Menururnkan neyri dengan mempertahankan berat badan jauh dari linen
temapat tidur terhadap luka dan menuurnkan pemajanan ujung saraf pada aliran
udara.
Menghilangkan tekanan pada
tonjolan tulang dependen. Dukungan adekuat pada luka bakar selama gerakan
membantu meinimalkan ketidaknyamanan.
|
Resiko tinggi
kerusakan perfusi jaringan, perubahan/disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan Penurunan/interupsi
aliran darah arterial/vena, contoh luka bakar seputar ekstremitas
dengan edema.
|
Pasien menunjukkan sirkulasi tetap adekuat.
Kriteria evaluasi: warna
kulit normal, menyangkal kebas dan kesemutan, nadi perifer dapat diraba.
|
Untuk luka bakar yang mengitari ekstermitas atau luka bakar listrik,
pantau status neurovaskular dari ekstermitas setaip 2 jam.
Pertahankan
ekstermitas bengkak ditinggikan.
Beritahu dokter dengan segera
bila terjadi nadi berkurang, pengisian kapiler buruk, atau penurunan sensasi.
Siapkan untuk
pembedahan eskarotomi sesuai pesanan.
|
Mengidentifikasi indikasi-indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil
yang diharapkan.
Meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan pembengkakan.
Temuan-temuan ini menandakan
keruskana sirkualsi distal. Dokter dapat mengkaji tekanan jaringan untuk
emnentukan kebutuhan terhadap intervensi bedah. Eskarotomi (mengikis pada
eskar) atau fasiotomi mungkin diperlukan untuk memperbaiki sirkulasi adekuat.
|
Kerusakan integritas kulit b/d kerusakan permukaan
kulit sekunder destruksi lapisan kulit.
|
Memumjukkan regenerasi jaringan
Kriteria hasil: Mencapai
penyembuhan tepat waktu pada area luka bakar.
|
Kaji/catat ukuran, warna, kedalaman luka, perhatikan jaringan nekrotik
dan kondisi sekitar luka.
Lakukan perawatan luka bakar yang tepat dan tindakan kontrol infeksi.
Pertahankan penutupan luka sesuai indikasi.
Tinggikan area graft bila mungkin/tepat. Pertahankan posisi yang
diinginkan dan imobilisasi area bila diindikasikan.
Pertahankan balutan diatas area graft baru dan/atau sisi donor sesuai
indikasi.
Cuci sisi dengan sabun ringan, cuci, dan minyaki dengan krim, beberapa
waktu dalam sehari, setelah balutan dilepas dan penyembuhan selesai.
Lakukan program kolaborasi :
- Siapkan / bantu prosedur
bedah/balutan biologis.
|
Memberikan informasi dasar tentang kebutuhan penanaman kulit dan
kemungkinan petunjuk tentang sirkulasi pada aera graft.
Menyiapkan jaringan untuk penanaman dan menurunkan resiko
infeksi/kegagalan kulit.
Kain nilon/membran silikon mengandung kolagen porcine peptida yang
melekat pada permukaan luka sampai lepasnya atau mengelupas secara spontan
kulit repitelisasi.
Menurunkan pembengkakan /membatasi resiko pemisahan graft. Gerakan
jaringan dibawah graft dapat mengubah posisi yang mempengaruhi penyembuhan
optimal.
Area mungkin ditutupi oleh bahan dengan permukaan tembus pandang tak
reaktif.
Kulit graft baru dan sisi donor yang sembuh memerlukan perawatan khusus
untuk mempertahankan kelenturan.
Graft kulit diambil dari kulit orang itu sendiri/orang lain untuk
penutupan sementara pada luka bakar luas sampai kulit orang itu siap ditanam.
|
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Luka
bakar karena bahan kimia (chemical burn) adalah luka bakar yang diakibatkan
karena asam atau basa kuat, ataupun senyawa yang membahayakan. Luka bakar
karena bahan kimia jarang terjadi namun dapat membahayakan bagi yang terkena.
Karena membutuhkan penanganan yang lebih rumit. Luka bakar karena bahan kimia
sama seperti luka bakar pada umumnya, diklasifikasikan menjadi 3 berdasarkan
kedalaman luka pada kulit, luasnya luka pada tubuh, dan berat ringannya luka
bakar. Yang membuat khas tanda dan gejala dari luka bakar akibat bahan kimia
yakni bergantung dari konsentrasi Bentuk fisik dari bahan
(padat, cair atau gas), Lokasi (mata, kulit, mukosa), Tertelan atau terhirup.
Secara garis besar penatalaksanaan pada
pasien dengan luka bakar karena bahan kimia dengan melakukan
pencucian/pembersihan selama 10 – 20 menit.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner
and suddart. (1988). Textbook of Medical Surgical Nursing.
Sixth Edition. J.B. Lippincott Campany. Philadelpia. Hal. 1293 – 1328.
Carolyn,
M.H. et. al. (1990). Critical Care Nursing. Fifth
Edition. J.B. Lippincott Campany. Philadelpia. Hal. 752 – 779.
Carpenito,J,L.
(1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2
(terjemahan). PT EGC. Jakarta.
Djohansjah, M. (1991). Pengelolaan Luka Bakar.
Airlangga
University Press. Surabaya.
Doenges, M.E.,
et al. (1995). Nursing care plans guidelines for planning patient care. (2nd
ed.). Philadelphia: F.A. Davis Co.
Donna
D.Ignatavicius dan Michael, J. Bayne. (1991). Medical Surgical Nursing. A
Nursing Process Approach. W. B. Saunders Company. Philadelphia. Hal.
357 – 401.
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah. volume 2, (terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Goodner, Brenda & Roth, S.L. (1995). Panduan
Tindakan Keperawatan Klinik Praktis. Alih bahasa Ni Luh G. Yasmin Asih.
PT EGC. Jakarta.
Guyton & Hall. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Penerbit Buku
Kedoketran EGC. Jakarta
Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik.
Volume I. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta.
Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.
Luckmann &
Sorensen. (1993). Medical-surgical nursing a psychophysiologic approach,
(4th ed.). Philadelphia: W.B. Saunder Co.
Marylin E. Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien
Edisi 3. Penerbit Buku
Kedoketran EGC. Jakarta.
No comments:
Post a Comment