ASUHAN KEPERAWATAN
FRAKTUR HUMERUS DEXTRA PADA SDR. G
DI RUANG INSTALASI BEDAH SENTRAL (IBS)
RSUD BENDAN PEKALONGAN
Disusun oleh :
Akhmad
Aji Mulyanto
|
P17420313048
|
Annisa
Resiana
|
P17420313050
|
Dedy
Samsun Hidayat
|
P17420313054
|
Diah
Rini Setiyawati
|
P17420313056
|
Fitri
Fauziah Apriliani
|
P17420313060
|
Ike
Kususma Rimbani
|
P17420313063
|
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN PEKALONGAN
2016
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Fraktur adalah patah tulang atau terputusnya
kontinuitas jaringan tulang yang ditentukan sesuai dengan jenis dan luasnya
(Smeltzer & Bare, 2000). Fraktur merupakan salah satu kasus yang paling
sering terjadi, mengingat RSUD Bendan berada dalam kawasan pantura yang rawan
akan kecelakaan.
Untuk itu kami mengangkat kasus tersebut untuk
dijadikannya bahan diskusi seminar dari kelompok kami.
B.
Tujuan
1.
Tujuan Umum
Tujuan umum dari
penyusunan laporan ini adalah untuk mengupas dan membahas tentang asuhan
keperawatan pada klien fraktur humerus dextra.
2.
Tujuan Khusus
Ø
Mengetahui dan memahami tentang penyebab fraktur humerus dan penatalaksanaannya
Ø
Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada pasien
dengan fraktur humerus dextra
Ø
Menerapkan asuhan keperawatan pada pasien fraktur humerus dextra
C.
Ruang Lingkup
Ruang lingkup
pada laporan ini mengenai asuhan keperawatan fraktur humerus dextra di ruang instalasi
bedah sentral (IBS) RSUD Bendan.
D.
Sistematika
1
|
BAB II
TINJAUAN TEORI
A.
Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas
jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Sedangkan menurut Linda
Juall C. dalam buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa
Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal
yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang. Pernyataan ini
sama yang diterangkan dalam buku Luckman and Sorensen’s Medical Surgical
Nursing.
Patah Tulang Humerus adalah diskontinuitas atau
hilangnya struktur dari tulang humerus yang terbagi atas :
1.
Fraktur Suprakondilar Humerus
2.
Fraktur Interkondiler Humerus
3.
Fraktur Batang Humerus
4.
Fraktur Kolum Humerus
Berdasarkan mekanisme terjadinya
fraktur :
1.
Tipe Ekstensi
Trauma
terjadi ketika siku dalam posisi hiperekstensi, lengan bawah dalam posisi
supinasi.
2.
Tipe Fleksi
Trauma
terjadi ketika siku dalam posisi fleksi, sedang lengan dalam posisi pronasi
B.
Klasifikasi Fraktur
Berdasarkan
hubungan dengan dunia luar.
1.
Closed frakture (fraktur tertutup).
3
|
2.
Compound fracture (fraktur terbuka).
Adanya hubungan
antara fragmen tulang yang patah dengan dunia luar.
Berdasarkan jenisnya
1. Fraktur
komplit
Garis fraktur mengenai seluruh
korteks tulang.
2. Fraktur
tidak komplit
Garis fraktur tidak mengenai
seluruh korteks.
Berdasarkan garis fraktur
1. Fraktur
transversa
Garis fraktur memotong secara
transversal. Sumbu longitudinal.
2. Fraktur
obliq
Garis fraktur memotong secara
miring sumbu longitudinal.
3. Fraktur
spiral
Garis fraktur berbentuk spiral.
4. Fraktur
butterfly
Bagian tengah dari fragmen tulang
tajam dan melebar ke samping.
5. Fraktur
impacted (kompresi)
Kerusakan tulang disebabkan oleh
gaya tekanan searah sumbu tulang.
6. Fraktur
avulsi
Lepasnya fragmen tulang akibat
tarikan yang kuat dari ligamen.
Berdasarkan jumlah garis patah.
1.
Fraktur kominutif
Fragmen
fraktur lebih dari dua.
2.
Fraktur segmental
Pada
satu korpus tulang terdapat beberapa fragmen fraktur yang besar.
3.
Fraktur multiple
Terdapat
2 atau lebih fraktur pada tulang yang berbeda.
C.
Etiologi
1.
Kekerasan langsung
Kekerasan
langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur
demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang
atau miring.
2.
Kekerasan tidak langsung
Kekerasan
tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat
terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam
jalur hantaran vektor kekerasan.
3.
Kekerasan akibat tarikan otot
Patah
tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan
penarikan.
D.
Manifestasi Klinis
1.
Deformitas.
2.
Bengkak atau penumpukan cairan/daerah
karena kerusakan pembuluh darah.
3.
Echimiosis.
4.
Spasme otot karena kontraksi involunter
di sekitar fraktur.
5.
Nyeri, karena kerusakan jaringan dan
perubahan fraktur yang meningkat karena penekanan sisi-sisi fraktur dan
pergerakan bagian fraktur.
6.
Kurangnya sensasi yang dapat terjadi
karena adanya gangguan saraf, di mana saraf ini dapat terjepit atau terputus
oleh fragmen tulang.
7.
Hilangnya atau berkurangnya fungsi
normal karena ketidakstabilan tulang, nyeri atau spasme otot.
8.
Pergerakan abnormal (menurunnya rentang
gerak).
9.
Krepitasi yang dapat dirasakan atau
didengar bila fraktur digerakkan.
10. Hasil
foto rontgen yang abnormal.
11. Shock
yang dapat disebabkan karena kehilangan darah dan rasa nyeri yang hebat
E.
Komplikasi
1.
Komplikasi Awal
a. Kerusakan
Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa
ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal,
hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan
emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan
pembedahan.
b. Kompartement
Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan
komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan
pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan
yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari
luar seperti gips dan embebatan yang terlalu kuat.
c. Fat
Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah
komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES
terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran
darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan
gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.
d. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila
ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit
(superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur
terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti
pin dan plat.
e. Avaskuler
Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi
karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan
nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia.
f. Shock
Shock terjadi karena kehilangan
banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan
menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
2.
Komplikasi Dalam Waktu Lama
a. Delayed
Union
Delayed Union merupakan kegagalan
fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk
menyambung. Ini disebabkan karenn\a penurunan supai darah ke tulang.
b. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan
fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan
stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang
berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini
juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.
c. Malunion
Malunion merupakan penyembuhan
tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk
(deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
F.
Penatalaksanaan
Yang harus diperhatikan pada waktu
mengenal fraktur adalah :
1. Recognisi/pengenalan
Di mana riwayat kecelakaannya atau
riwayat terjadi fraktur harus jelas.
2. Reduksi/manipulasi
Usaha untuk manipulasi fragmen yang
patah sedapat mungkin dapat kembali seperti letak asalnya.
3. Retensi/memperhatikan
reduksi
Merupakan suatu upaya yang
dilakukan untuk menahan fragmen
4. Traksi
Suatu proses yang menggunakan
kekuatan tarikan pada bagian tubuh dengan memakai katrol dan tahanan beban
untuk menyokong tulang.
5. Gips
Suatu teknik untuk mengimobilisasi
bagian tubuh tertentu dalam bentuk tertentu dengan mempergunakan alat tertentu.
6. Operation/pembedahan
Saat ini metode yang paling
menguntungkan, mungkin dengan pembedahan. Metode ini disebut fiksasi interna
dan reduksi terbuka. Dengan tindakan operasi tersebut, maka fraktur akan
direposisi kedudukan normal, sesudah itu direduksi dengan menggunakan orthopedi
yang sesuai.
G.
Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesis.
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan .
Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantung pada tahap ini.
1). Identitas
klien, meliputi nama, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan
darah, nomor registrasi, tanggal dan jam masuk rumah sakit (MRS) dan diagnose
medis.
Pada umumnya, keluhan utama pada
kasus fraktur humerus adalah nyeri yang bersifat menusuk. Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap mengenai nyeri klien, perawat dapat menggunakan metode
PQRST.
Ø Provoking Incedent
: Hal yang menjadi faktor presipitas nyeri adalah trauma pada lengan atas.
Ø Quality Of Plain:
Klien yang merasakan nyeri yang menusuk.
Ø Region,
Radiation, Relief: Nyeri terjadi dilengan atas. Nyeri dapat redah dengan
imobilitas atau istirahat. Nyeri tidak dapat menjalar atau menyebar.
Ø Severity (Scale) of Plain:
secara subjektif, klien merasakan nyeri dengan skala 2-4 pada rentang 0-4
Ø Time :
Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari
atau siang hari.
2). Riwayat
penyakit sekarang. pengumpaln data dilakukan untuk menentukan penyebab fraktur
yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien.
Pengkajian yang di dapat adalah adanya riwayat trauma pada lengan. klien datang
dengan lengan yang sakit tergantung tidak berdaya pada sis tubuh dan di sangga
oleh lengan yang sehat.
3). Riwayat
penyakit dahulu. pada pengkajian ini, perawat dapat menemukan kemungkinan
penyebab fraktur dan mendapat petunjuk berapa lama tulang tersebut akan
menyambung. Penyakit- penyakit tertentu, seperti kanker tulang dan penyakit
paget, menyebabkan fanktor patologis sehingga tulang sulit menyambung.
4). Riwayat
penyakit keluarga. penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes,
osteoporosis yang terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang
cenderung diturunkan secara genetik.
5). Riwayat
penyakit psikososial spiritual. kaji respon emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya, peran klien dalam keluarga dan masyarakat , serta respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam keluarga maupun dalamk
masyarakat. Dalam tahap pengkajian, perawat juga perlu mengetahui pola-pola
fungsi kesehatan sebagai berikut.
6). Pola
persepsi dan tata laksana hidup sehat. Pada kasus fraktur, klien biasanya
merasa takut akan mengalami kecacatan pada dirinya. Oleh karena itu,
klien harus menjalanin penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan
tulangnya. Selain itu, juga dilaksanakan pengkajian yang meliputi kebiasaan
hidup klien, seperti penggunaan obat steroid yang dapat menganggu metabolisme
kalsium, pengonsumsian alcohol yang dapat menganggu keseimbangan klien, dan
apakah klien melakukan olahgara atau tidak.
7). Pola
hubungan dan peran. Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan masyarakat
karena klien harus menjalani rawat inap.
8). Pola
persepsi dan konsep diri. Dampak yang timbul pada klien fraktur adalah
timbulnya ketakutan akan kecacatan akibat fraktur, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan gangguan citra
diri.
9). Pola
sensori dan kognitif. Pada klien fraktur, daya rabanya berkurang terutama pada
bagian distal fraktur, sedangkan pada indra yang lain dan kognitifnya tidak
mengalami gangguan. Selain itu, juga timbul nyeri akibat fraktur.
10). Pola
penanggulangan stes. Pada klien fraktur timbul rasa cemas akan keadaan dirinya,
yaitu ketakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme
koping yang ditembuh klien dapat tidak efektif.
11). Pola
tata nilai dan keyakinan. klien fraktur tidak dapat melaksanakan ibadah dengan
baik, terutama frekuensi dan konsentrasi dalam beribadah. Hal ini dapat
disebabkan oleh nyeri dan keterbatasan gerak klien.
b. Pemeriksaan
Fisik. ada dua macam pemeriksaan fisik yaitu pemeriksaan umum (status general)
untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (local).
1). Keadaan
umum : keadaan baik dan buruknya klien. tanda – tanda yang perlu dicatat adalah
sebagai berikut.
Ø Kesadaran
klien : Apatis, spoor, koma, gelisa, compos mentis yang bergantung pada keadaan
klien.
Ø Kesakitan,
Keadaan penyakit : akut, kronis, ringan, sedang, berat dan pada kasus frakltur
biasanya akut.
Ø Tanda-
tanda vital tidak normal karena ada ganguan local, baik fungsi maupun bentuk.
2). B1
(Breating). Pada pemeriksaan sistem pernapasan , didapatkan bahwa klien fraktur
humerus tidak mengalami kelainan pernapasan. Pada palpasi toraks, didapatkan
taktilfremitus seimbang kanan dan kiri. Pada auskultasi, tidak ditemukan suara
napas tambahan.
3). B2
( Blood). Inspeksi tidak ada iktus jantung, pada palpasi : Nadi mengkat, iktus
tidak teraba, Auskultasi : suara S1 dan S2 tunggal, tidak ada mur-mur.
4). B3
( Brain)
Ø Kepala:
Tidak ada gangguan, yaitu normosefalik, simetris, tidak ada penonjolan, tidak
ada sakit kepala.
Ø Leher
: Tidak ada gangguan, yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflex menelan ada.
Ø Wajah:
Wajah terlihat menahan sakit dan tidak ada perubahan fungsi dan bentuk,
Wajah simetris, tidak ada lesi dan edema.
Ø Mata:
Tidak ada gangguan, seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
pendarahan).
Ø Telinga:
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri
tekan.
Ø Hidung:
Tidak ada deformitas, tidak ada pernapasan cuping hidung.
Ø Mulut
dan Faring:Tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut
tidak pucat.
Ø Pemeriksaan
fungsi serebral. Status mental: observasi penampilan dan tingkah laku klien.
Biasanya tidak mengalami perubahan
5). B4
(Bladder). Kaji keadaan urine yang meliputiwarna, jumlah dan karakteristik
urine, termasuk berat jenis urine. Biasanya klien pada fraktur humerus tiidak
mengalami kelainan pada sistem ini.
6). B5
(Bowel) Inspeksi abdoen : Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia. Palpasi :
Turgor baik, tidak ada defans muscular dan hepar tidak terabah. Perkusi : Suara
timpani, ada pantulan gelombang cairan. Auskultasi : Peristaltik usus nomal
20 kali/menit. Inguinal – genitalia – anus : Tidak ada hernia, tidak ada
pembesaran limfe.
7). Pola
nutrisi dan metabolism. Klien fraktur harus mengonsumsi nutrisi melebihi
kebutuhan sehari-harinya, seperti kalsium, zat besi, protein, vitamin C, dan
lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola
nutrisi klien dapat membantu menentukan penyebab masalah musculoskeletal dan
mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium dan
protein. kurangnya paparan sinar matahari merupakan faktor predisposisi masalah
musculoskeletal terutama pada lansia. Selain itu, obesitas juga menghambat
degenerasi dan mobilitas klien.
8). Pola
eliminasi. Klien fraktur humerus tidak mengalami gangguan pola eliminasi,
tetapi perlu juga dikaji frekuensi, kosistensi, warna, dan bau feses pada pola
eliminasi alvi. Pada pola eliminasi urine dikaji frekuensi, kepekatan, warna,
bau, dan jumlahnya. Pada kedua pola tersebut juga dikaji adanya kesulitan atau
tidak.
9). B6
(Bone). Adanya fraktur pada humerus akan menganggu secara lokal, baik fungsi
motorik, sensorik, maupun peredaran darah.
10). Look.
Pada sistem integumenterdapat eritema, suhu disekitar daerah trauma meningkat,
bengkak, edema, dan nyeri tekan. Perhatikan adanya pembengkakan yang
tidak biasa (abnormal). Perhatikan adanya sindrom kompartemen pada lengan
bagian distal fraktur humerus. Apabila terjadi fraktur terbuka, ada tanda-tanda
trauma jaringan lunak sampai kerusakan intergritas kulit. Fraktur oblik,
spiral, dan bergeser mengakibatkan pemendekan batang humerus. kaji adanya
tanda-tanda cedera dan kemungkinan keterlibatan berkas neurovascular (saraf dan
pembuluh darah) lengan, seperti bengkak/edema.Lumpuh pergelangan tangan
merupakan petunjuk adanya cedera saraf radialis. Pengkajian neurovascular awal
sangat penting untuk membedakan antara trauma akibat cedera dan komplikasi
akibat penanganan. Klien tidak mampu menggerakan lengan dan kekuatan otot
lengan menurun dalam melakukan pergerakan. Pada keadaan tertentu, klien fraktur
humerus sering mengalami sindrom kompartemen pada fase awal setelah patah
tulang. Perawat perlu mengkaji apakah ada pembengkakan pada lengan atas
menganggu sirkulasi darah kebagian bawahnya. Otot, lemak, saraf, dan pembuluh
darah terjebak dalam sindrom kompartemen sehingga memerlukan perhatian perawat
secara serius agar organ di bawah lengan atas tidak menjadi nekrosis. Tanda
khas sindrom kompartemen pada fraktur humerus adalah perfusi yang tidak baik
pada bagian distal, seperti jari-jari tangan, lengan bawah pada sisi fraktur
bengkak, adanya keluhan nyeri pada lengan, dan timbul bula yang banyak
menyelimuti bagian bawah fraktur humerus.
11). Feel.
Kaji adanya nyeri tekan (tenderness) dan krepitasi pada daerah lengan atas.
12). Move.
Setelah dilakukan pemeriksaan feel, pemeriksaan dilanjutkan dengan menggerakkan
ekstermitas, kemudian perawat mencatat apakah ada keluhan nyeri pada
pergerakan. Pencatatan rentang gerak ini perlu dilakukan agar dapat
mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan
ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan dimulai dari titik 0 (posisi netral),
atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak
(mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.
Hasil pemeriksaan yang didapat adalah adanya gangguan/ keterbatasan gerak
lengan dan bahu.Pada waktu akan palpasi, posisi klien diperbaiki mulai dari
posisi netral (posisi anatomi). pada dasarnya, hal ini merupakan pemeriksaan
yang memberikan informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien.
13). Pola
aktivitas. Karena timbul nyeri, gerak menjadi terbatas. semua bentuk aktivitas
klien menjadi berkurang dan klien memerlukan banyak bantuanorang lain. hal lain
yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien, terutama pekerjaan klien
karena beberapa pekerjaan berisiko terjadinya fraktur.
14). Pola
tidur dan istirahat. Semua klien fraktur merasakan nyeri dan geraknya terbatas
sehingga dapat menganggu pola dan kebutuhan tidur klien. selain itu, dilakukan
pengkajian lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, kesulitan tidur,
dan penggunaan obat tidur.
2.
Diagnosa
Keperawatan
a.
Nyeri
akut yang berhubungan dengan pergerakan fragmen tulang, kompresi saraf, cedera
neuromuscular, trauma jaringan, dan reflex spasme otot sekunder.
b.
Hambatan
mobilitas fisik yang berhubungan dengan diskontinuitas jaringan tulang, nyeri
sekunder akibat pergerakan fragmen tulang.
c.
Risiko
tinggi infeksi yang berhubungan dengan adanya luka operasi pada lengan atas.
d.
Deficit
perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuscular dan penurunan
kekuatan lengan atas.
e.
Ansietas
berhubungan dengan krisis situasional, akan menjalani operasi, status ekonomi,
dan perubahan fungsi peran.
3.
Rencana
Keperawatan
Dx 1 : Nyeri akut yang berhubungan dengan
pergerakan fragmen tulang, kompresi saraf, cedera neuromuscular, trauma
jaringan, dan reflex spasme otot sekunder.
Tujuan : nyeri berkurang, hilang, atau
teratasi
Kriteria hasil : secara subjektif, klien
melaporkan nyeri berkurang atau dapat diatasi, mengidentifikasi aktivitas yang
meningkatkan atau mengurangi nyeri. Klien tidak gelisah. Skalanyeri 0-1 atau
teratasi.
Intervensi :
a.
Kaji
nyeri denganskala 0-4.
Rasional:
nyeri merupakan respon subjektif yang dapat dikaji dengan menggunakan skala
nyeri. Klien melaporkan nyeri biasanya di atas tingkat cidera.
b.
Atur
posisi imobilisasi pada lengan atas.
Rasional:
imobilisasi yang adekuat dapat mengurangi pergerakan fragmen tulang yang
menjadi unsure utama penyebab nyeri pada lengan atas.
c.
Bantu
klien dalam mengidentifikasi factor pencetus.
Rasional:
nyeri dipengaruhi oleh kecemasan, ketegangan, suhu, distensi kandung kemih, dan
berbaring lama.
d.
Jelaskan
dan bantu klien terkait dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan
noninvasife.
Rasional:
pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya efektif
dalam mengurangi nyeri.
e.
Ajarkan
relaksasi: tenik untuk menurunkan ketegangan otot rangka yang dapat mengurangi
intensitas nyeri. Tingkatkan relaksasi masase.
Rasional:teknik
ini akan melancarkan peredaran darah sehingga O2 padajaringan terpenuhi dan
nyeri berkurang.
f.
Ajarkan
metode distraksi selama nyeri akut.
Rasional:
mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri ke hal-hal yang menyenakan.
g.
Berikan
kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman,
misalnya waktu tidur, belakang tubuh klien dipasang bantal kecil.
Rasional:
istirahat merelaksasi semua jaringan sehingga semua akan meningkatkan
kenyamanan.
h.
Tingkatkan
pengetahuan tentang sebab-sebab nyeri dan hubungkan dengan berapa lama nyeri
akan berlangsung.
Rasional:
pengetahuan tentang sebab-sebab nyeri membantu mengurangi nyeri. Hal ini dapat
membantu meningkatkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
i.
Pantau
keadaan pemasangan gips.
Rasional:
gips harus tergantung (dibiarkan tergantung bebas tanpa disangga) karena berat
gips dapat digunakan sebagai traksi terus-menerus pada aksis panjang lengan.
Klien dinasihati untuk tidur dalam posisi tegak sehingga traksi dari berat gips
dapat dipertahankan secara konstan.
j.
Kolaborasi
dengan dokter dalam pemberian analgesic.
Rasional:
analgesic memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan berkurang.
Dx
2 : Hambatan mobilitas fisik yang
berhubungan dengan diskontinuitas jaringan tulang, nyeri sekunder akibat
pergerakan fragmen tulang.
Tujuan
: klien mampu melaksanakan
aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya.
Kriteria
hasil : klien
dapat ikut seta dalam program latihan, tidak mengalami kontraktur sendi,
kekuatan otot bertambah, dan klien menunjukan tindakan untuk meningkatkan
mobilitas.
Intervensi
:
a.
Kaji
mobilitas yang ada dan observasi adanya peningkatan kerusakan. Kaji secara
teratur fungsi motorik.
Rasional: mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan
aktivitas.
b.
Atur
posisi imobilisasi pada lengan atas. Rasional :imobilisasi yang adekuat dapat
mengurangi pergerakan fragmen tulang yang menjadi unsure utama penyebab nyeri
pada lengan atas.
c.
Ajarkan
klien melakukan latihan gerak aktif pada ekstermitas yang tidak sakit.
Rasional: gerakan aktif memberikan massa, tonus, dan
kekuatan otot, serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan.
d.
Bantu
klien melakukan ROM dan perawatan diri sesuai toleransi.
Rasional: untuk mempertahankan fleksibilitas sendi sesuai
kemampuan.
e.
Kolaborasi
dengan ahli fisioterapi untuk melatih fisik klien.
Rasional: kemampuan mobilisasi ekstremitas dapat
ditingkatkan dengan latihan fisik dan tim fisisoterapi.
Dx
3 : Risiko tinggi infeksi yang
berhubungan dengan adanya luka operasi pada lengan atas.
Tujuan
: infeksi tidak terjadi selama
perawatan.
Kriteria
hasil : klien
mengenal factor risiko, mengenal tindakan pencegahan/mengurangi factor risiko
infeksi, dan menunjukan/mendemonstrasikan teknik-teknik untuk meningkatkan
lingkungan yang aman.
Intervensi
:
a.
Kaji
dan monitor luka operasi setiap hari.
Rasional :mendeteksi secara dini gejala-gejala inflamasi
yang mungkin timbul secara sekunder akibat adanya luka pasca operasi.
b.
Lakukan
perawatan luka secara steril.
c.
Pantau/batasi
kunjungan.
Rasional :mengurangi risiko kontak infeksi dari orang lain.
d.
Bantu
perawatan diri dan keterbatasan aktivitas sesuai toleransi. Bantu program
latihan.
Rasional: menunjukan kemampuan secara umum, kekuatan otot,
dan merangsang pengembalian system imun.
e.
Berikan
antibiotic sesuai indikasi.
Rasional: satu atau beberapa agens diberikan yang bergantung
pada sifat pathogen dan infeksi yang terjadi.
Dx 4 : Deficit perawatan diri
berhubungan dengan kelemahan neuromuscular dan penurunan kekuatan lengan atas.
Tujuan : perawatan diri klien dapat
terpenuhi
Kriteria
Hasil : klien
dapat menunjukan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan merawat diri, mampu
melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan, dan
mengidentifikasi individu yang dapat memmbantu
Intervensi
:
a.
Kaji
kemampuan dan tingkat penurunan dalam skala 0-4 untuk melakukan ADL.
R: memantau dalam mengantisipasi dan
merencanakan pertemuan untuk kebutuhan individual.
b.
Hindari
apa yang tidak dapat dilakukan klien dan bantu bila perlu.
R: hal ini dilakukan untuk mencegah
frustasi dan menjaga harga diri klien karena klien dalam keadaan cemas dan
membutuhkan bantuan orang lain.
c.
Ajak
klien untuk berpikir positif terhadap kelemahan yang dimilikinya. Berikan klien
motivasi dan izinkan ia melakukan tugas, kemudianb beri umpan balik positif
atas uasaha yang telah dilakukan.
R: klien memerlukan empati dan
perawatan yang konsisten. Intervensi tersebut dapat meningkatkan harga diri,
memandirikan klien, dan menganjurkan klien untuk terus mencoba.
d.
Rencanakan
tindakan untuk mengurangi pergerakan pada sisi lengan yang sakit, seperti
tempatkan makanan dan peralatan dalam suatu tempat yang belawanan dengan
sisi yang sakit.
R: klien akan lebih mudah mengambil
peralatan yang diperlukan karena lebih dekat dengan lengan yang sehat.
e.
Identifikasi
kebiasaan BAB. Ajurkan minum dan tingkatkann latiahan.
R: meningkatkan latihan dapat
mencegah konstipasi.
Dx 5 : Ansietas berhubungan dengan
krisis situasional, akan menjalani operasi, status ekonomi, dan perubahan
fungsi peran.
Tujuan : Ansietas hilang atau berkurang
Kriteria
hasil : klien
mengenal perasaannya, dapat mengidentifikasi penyebab atau factor yang
mempengaruhi, dan menyatakan ansietasnya berkurang.
Intervensi
:
a.
Kaji
tanda verbal dan nonverbal ansietas. Dampingi klien dan lakukan tindakan bila
klien menunjukan perilaku merusak
R: reaksi verbal/nonverbal dapat
menunjukan rasa agitasi, marah dan gelisa.
b.
Hindari
konfrontasi.
R: konfrontasi dapat meningkatkan
rasa marah, menurunkan kerja sama, dan mungkin memperlambat penyembuhan.
c.
Mulai
lakukan tindakan untuk mengurangi ansietas. Beri lingkungan yang tenang dan
suasana penuh istirahat.
R: mengurangi rangsangan eksternal
yang tidak perlu.
d.
Tingkatkan
control sensasi klien.
R: control sensasi klien (dalam mengurangi
ketakutan) denga cara membberikan informasi tentang keadaan klien, menekankann
penghargaan terhadap sumber-sumber koping (pertahanan diri) yang positif,
membantu latihan relaksasi dan teknik-teknik pengalihan, serta memberikan umpan
balik yang positif.
e.
Orientasikan
klien terhadap tahap-tahap prosedur operasi dan aktivitas yang diharapkan.
R:
orientasi terhadap prosedur operasi dapat mengurangi ansietas.
f.
Beri
kesempatan klen mengungkapkan ansietasnya
R: dapat menghilangkann ketegangan terhadap
kekhawatiran yang tidak diekspresikan.
g.
Berikan
privasi kepada klien dengan orang terdekat.
R:
memberi waktu untuk mengekspresikan perasaan, menghilangkan ansietas, dan
perillaku adaptasi. Adanya keluarga dan teman-teman yang dipilih klien untuk
melakukan aktivitas pengalihan perhatian akan mengurangi perasaan
terisolasi.
4.
Evaluasi
Hasil asuhan keperawatan yang diharapkan adalah nyeri
teratasi, terpenuhinya pergerakan/mobilitas fisik, terhindar dari cedera,
infeksi pascaoperasi, dan ansietas berkurang.
BAB III
TINJAUAN
KASUS
A.
PENGKAJIAN
Ruang/RS : IBS/
RSUD BENDAN
No Rekam Medik : 134248
Cara
Masuk : Rujukan dari
RS Budi Rahayu
Tanggal Masuk : Jum’at, 26
Februari 2016
Tanggal Pengkajian : Senin, 29 Februari
2016 Jam 09.00
Diagnosa Medis :
Fraktur Humerus Dextra
I. Identitas
a. Identitas klien
Nama : Sdr. G
Umur : 24 Tahun
Agama : Kristen
Jenis
kelamin : Laki - laki
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan :
Wiraswasta
Alamat : Noyontaan
II. Status kesehatan
a. Persepsi kesehatan/manajemen
kesehatan
1. Alasan masuk rumah sakit
21
|
2. Riwayat kesehatan sekarang
Saat
sebelum di operasi klien mengatakan sakit pada tangan sebelah kananya. Klien
tampak cemas dan takut.
Saat
setelah dioperasi klien mengatakan sakit pada tangan dan kulit yang di operasi.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Klien
mengatakan di keluarganya tidak memiliki riwayat penyakit HIV, Hepatitis B, TBC
dan lainnya.
4. Riwayat kesehatan dahulu
Pasien mengatakan sebelumnya belum
pernah mengalami patah tulang dan belum pernah di operasi.
5. Riwayat minum alkohol
Klien
mengatakan tidak pernah minum alkohol.
6. Riwayat merokok
Klien
mengatakan tidak merokok.
7. Riwayat alergi
Klien
mengatakan tidak memiliki alergi obat ataupun makanan.
b. Nutrisi dan metabolic
Klien
mengatakan puasa dari semalam.
c. Eliminasi
Klien mengatakan BAK terakhir tadi
pagi.
d. Aktivitas
Jenis Aktivitas
|
Selama Sakit
|
Duduk
|
Mandiri
|
Berdiri
|
Mandiri
|
Berjalan
|
Mandiri
|
Makan
|
Dibantu orang lain
|
Toileting
|
Dibantu orang lain
|
Personal Hygiene
|
Dibantu orang lain
|
III. Pemeriksaan penunjang pre operasi
a. Pemeriksaan Umum
1. Keadaan Umum : Sedang
2. Kesadaran : Composmentis
3. Tanda Vital
TD : 120/80 mmHg
Nadi :
80 x/menit
Suhu : 36,6 0C
RR : 20 x/menit
b. Pemeriksaan Fisik head to toe
1.
Kepala
Rambut
|
:
|
Rambut berwarna hitam, tidak ada lesi
|
Hidung
|
:
|
Hidung bersih, tidak ada sekret
|
Telinga
|
:
|
Bersih, tidak ada serumen yang berlebih
|
Mulut
|
:
|
Mukosa bibir kering
|
Leher
|
:
|
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
|
2.
Abdomen
Palpasi
|
:
|
Tidak ada nyeri tekan
|
3.
Genitalia
dan anus
Tidak
dikaji
4.
Ekstremitas
atas
Inspeksi
|
:
|
Oedema pada tangan,
|
Palpasi
|
:
|
Nyeri tekan pada fraktur, teraba adanya fraktur.
|
5.
Ekstemitas
bawah
Inspeksi
|
:
|
Tidak ada keterbatasan gerak.
|
Palpasi
|
:
|
Tidak ada oedema, tidak ada nyeri tekan.
|
c. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan
tanggal : Minggu, 28 Februari 2016
Jenis pemeriksaan
|
Hasil
|
Satuan
|
Nilai normal
|
a. Pemeriksaan darah rutin
Hemoglobin
Hematokrit
Lekosit
Trombosit
Eritrosit
b. Index eritrosit
MCV
MCH
MCHC
RDW
CV
RDW
SD
PDW
MPV
PLCR
Hitung
Jenis (DIFF)
- Eosinofil
- Basofil
- Neutrofil
- Limfosit
- Monosit
Golongan Darah
Koagulasi
- Pt
(Waktu Protombin)
- APTT
- INR
|
5,9
17,7
7,83
232
2,3
75,6
25,2
33,3
14,4
40
9,5
9,6
20,4
0,90
0,10
64,70
21,50
12,80
A/Rh
(+)
8,9
25,7
0,77
|
g/dl
%
10^3 /ul
10^3/ul
10^6/ul
Fl
pg
g/dl
%
fL
fL
fL
%
%
%
%
%
%
Detik
Detik
Detik
|
13,5 – 18,5
39,0 – 54,0
4,0 – 10,0
150 – 450
4,4 – 6,0
79,0 – 99,0
27,0 – 31,0
33,0 – 37,0
11,5 – 14,5
35 – 47
9 – 13
7,9 – 11,1
15,0 – 25,0
0
– 3
0
– 1
50
– 70
2040
2
– 8
11
– 15
20
– 32
0,9
- 1,15
|
d. Foto rontgen
Pemeriksaan
tanggal : Minggu, 26 Februari 2016
Nampak
adanya fraktur di bagian humerus dextra
e. Terapi
Terapi
yang diberikan pada hari Senin, 29 Februari 2016 jam 09.00
Ø Infus Ringer Laktat 20 tpm
Ø Dilakukan anestesi general dengan :
þ Injeksi Sodakum 2mg
þ Injeksi Rocafer 200mg
þ Injeksi Tramus 25mg
þ Injeksi Fentamel 30mg
þ Injeksi Isofluran 2%
IV. Pemeriksaan penunjang intra operasi
a. Pemeriksaan Umum
1. Keadaan Umum : Sedang
2. Kesadaran : Coma
3. Tanda Vital
TD : 118/76
mmHg
Nadi :
89 x/menit
Suhu : 36,8 0C
RR : 18 x/menit
SpO2 : 94 %
b. Pemeriksaan Fisik
1.
Kepala
Mulut
|
:
|
Terpasang endotrakeal tube
|
2.
Ekstremitas
atas
Inspeksi
|
:
|
Tansfusi darah di tangan kiri, dilakukan pembedah-an di
tangan kanan
|
3.
Ekstemitas
bawah
Inspeksi
|
:
|
Pasien tidak bergerak,
|
V. Pemeriksaan penunjang post operasi
a. Pemeriksaan Umum
1. Keadaan Umum : Sedang
2. Kesadaran : Somnolen
3. Tanda Vital
TD : 110/75
mmHg
Nadi :
83 x/menit
Suhu : 36,8 0C
RR : 20 x/menit
SpO2 : 99 %
b. Pemeriksaan Fisik
1.
Kepala
Rambut
|
:
|
Rambut berwarna hitam, tidak ada lesi
|
Hidung
|
:
|
Hidung bersih, tidak ada sekret, terpasang kanul oksigen
|
Telinga
|
:
|
Bersih, tidak ada serumen yang berlebih
|
Mulut
|
:
|
Mukosa bibir kering
|
Leher
|
:
|
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
|
2.
Abdomen
Palpasi
|
:
|
Tidak ada nyeri tekan
|
3.
Genitalia
dan anus
Tidak
dikaji
4.
Ekstremitas
atas
Inspeksi
|
:
|
Tansfusi darah di tangan kiri,
luka post operasi dengan panjang 15 cm dengan jahitan dalam 40 dan jahitan
luar 43
|
Palpasi
|
:
|
Nyeri tekan pada fraktur
|
5.
Ekstemitas
bawah
Inspeksi
|
:
|
Tidak ada keterbatasan gerak.
|
Palpasi
|
:
|
Tidak ada oedema, tidak ada nyeri tekan.
|
c. Terapi
Terapi
yang diberikan pada hari Senin, 29 Februari 2016 jam 10.24
Ø Injeksi Ceftriaxone 1000mg
Ø Injeksi Ketorolac 30 mg
B.
Analisa Data
Nama Klien :
Sdr. G
Ruang/No RM : IBS / 134248
Diagnosa Medis : Fraktur Humerus Dextra
Pre Operasi
No
|
Tanggal
|
Data Fokus
|
Problem/Masalah
|
Etiologi
|
Diagnosa
Keperawatan
|
1.
|
Senin,
29 Feb
2016
|
Ds :
pasien mengatakan nyeri pada bagian tangan
kanan
P: apabila pasien bergerak
Q: seperti tertusuk-tusuk
R: humerus dextra
S: 7
T: sewaktu-waktu
Do:
§ Pasien terlihat kesakitan
|
Nyeri
|
Kerusakan
sekunder terhadap fraktur
|
Nyeri b.d
kerusakan sekunder terhadap fraktur
|
2.
|
Senin,
29 Feb
2016
|
Ds:
Pasien mengatakan merasa takut sebelum
operasi
Do:
§ Pasien terlihat gelisah
§ Pasien terlihat bingung
|
Cemas
|
Kurangya
pengetahuan pasien tentang jalanya operasi
|
Cemas b.d kurangnya
pengetahuan pasien tentang jalannya operasi
|
Diagnosa
Keperawatan
1.
Nyeri b.d kerusakan sekunder terhadap fraktur
2.
Cemas b.d kurangnya pengetahuan pasien tentang
jalannya operasi
Intra Operasi
No
|
Tanggal
|
Data Fokus
|
Problem/Masalah
|
Etiologi
|
Diagnosa
Keperawatan
|
1.
|
Senin,
29 Feb
2016
|
Ds. -
Do.
§
Klien tampak tidak sadar
§
Terpasang endo-trakeal tube
§
TD : 118/76 mmHg
§
Nadi :89 x/menit
§
RR : 18 x/menit
§
SpO2
: 94 %
|
Pola nafas tidak efektif
|
depresi per-nafasan akibat efek
anestesi
|
Pola nafas tidak efektif b.d
depresi pernafasan akibat efek anestesi
|
Diagnosa
Keperawatan
1. Pola
nafas tidak efektif b.d depresi pernafasan akibat efek anestesi
Post Operasi
No
|
Tanggal
|
Data Fokus
|
Problem/Masalah
|
Etiologi
|
Diagnosa
Keperawatan
|
1.
|
Senin,
29 Feb
2016
|
Ds :
§ pasien mengata-kan nyeri
pada bagian tangan kanan
§ P : luka post operasi
§ Q: seperti tertusuk-tusuk
§ R: tangan kanan
§ S: 8
§ T: terus menerus
Do:
§ Pasien terlihat kesakitan
§ TD: 110/75 mmHg
§ RR: 20 x/menit
§ N: 83x/menit
§ S: 36,8 0C
|
Nyeri
|
Luka
post operasi
|
Nyeri b.d
ke-rusakan sekunder ter-hadap fraktur
|
Diagnosa
Keperawatan
1.
Nyeri b.d luka post operasi
C.
Rencana Keperawatan
Nama Klien : Sdr. G
Ruang/No RM : IBS / 134248
Diagnosa Medis : Fraktur Humerus Dextra
Pre Operasi
Tanggal
|
Jam
|
Dx
|
Tujuan
dan Kriteria
hasil
|
Intervensi
|
Paraf
|
Senin,
29 Feb
2016
|
09.10
|
1
|
Setelah di lakukan tindakan keperawatan
selama 1x30 menit di harapkan nyeri pasien berkurang dengan kriteria hasil:
§ Skala nyeri 3
§ Pasien tampak rileks
|
þ Kaji nyeri pasien
þ Ajarkan pasien tehnik relaksasi nafas dalam
þ Kolaborasi dengan dokter pemberian obat analgetik
|
|
09.10
|
2
|
Setelah di lakukan tindakan keperawatan
selama 1x30 menit di harapkan pasien tidak cemas lagi dengan kriteria hasil:
§ Pasien tampak rileks
|
þ Jelaskan prosedur operasi pada pasien
þ Anjurakan pasien berdoa
|
Intra Operasi
Tanggal
|
Jam
|
Dx
|
Tujuan
dan Kriteria
hasil
|
Intervensi
|
Paraf
|
Senin,
29 Feb
2016
|
09.10
|
1
|
Setelah dilakukan tin-dakan keperawatan se-lama
1x30 menit diha-rapkan pola nafas pasi-en menjadi
normal (vesikuler).
Dengan kriteria hasil: pola nafas efektif, bebas dari
sianosis atau tanda-tanda hipoksia.
|
þ Pertahankan
jalan nafas dengan hiperekstensi rahang
þ Kaji
adanya syanosis atau hipoksia
þ Pantau pernapasan pasi-en
þ Observasi
pengembalian fungsi otot pernafasan.
|
Post Operasi
Tanggal
|
Jam
|
Dx
|
Tujuan
dan Kriteria
hasil
|
Intervensi
|
Paraf
|
Senin,
29 Feb
2016
|
09.10
|
1
|
Setelah di lakukan tindakan keperawatan
selama 1x30 menit di harapkan nyeri pasien berkurang dengan kriteria hasil:
§ Skala nyeri 3
§ Pasien tampak rileks
|
þ Kaji nyeri pasien
þ Ajarkan pasien tehnik relaksasi nafas dalam
þ Kolaborasi dengan dokter pemberian obat analgetik
|
D.
Tindakan Keperawatan
Nama Klien : Sdr. G
Ruang/No RM : IBS / 134248
Diagnosa Medis : Fraktur Humerus Dextra
Pre Operasi
Tanggal
|
Jam
|
Dx
|
Tindakan
Keperawatan
|
Respon Klien
|
Paraf
|
Senin,
29 Feb
2016
|
09.23
|
1
|
Mengkaji nyeri pasien
|
S:
§ Pasien mengatakan nyeri pada bagian tangan kanan.
§ P : apabila pasien bergerak
§ Q: seperti tertusuk-tusuk
§ R: humerus dextra
§ S: 7
§ T: hilang timbul
O:
§ Pasien terlihat kesakitan
|
|
09.24
|
2
|
Menjelaskan prosedur operasi pada pasien
|
S:
§ Pasien Mengatakan takut dilakukan operasi
O:
§ pasien tampak cemas
|
||
09.25
|
2
|
Menganjurkan pasien berdoa
|
S:
§ Pasien mengatakan
cukup tenang setelah berdoa
O:
§ Pasien tampak berdo’a dengan tenang.
|
Intra Operasi
Tanggal
|
Jam
|
Dx
|
Tindakan
Keperawatan
|
Respon Klien
|
Paraf
|
Senin,
29 Feb
2016
|
09.30
|
1
|
Mengekstensikan kepala
|
S: -
O:
§ Pasien tidak sadar
§ Rahang pasien ditinggikan
|
|
09.31
|
2
|
Memasang endotrakeal tube
|
S: -
O:
§ Pasien tidak sadar
§ Terpasang endotrakeal tube
|
||
09.32
|
2
|
Memantau pernapasan pasien
|
S: -
O:
§ Pasien tidak sadar
§ TD : 118/76
mmHg
§ Nadi: 89 x/menit
§ Suhu: 36,8 0C
§ RR : 18 x/menit
§ SpO2:
94 %
|
Post Operasi
Tanggal
|
Jam
|
Dx
|
Tindakan
Keperawatan
|
Respon Klien
|
Paraf
|
Senin,
29 Feb
2016
|
10.18
|
1
|
Mengkaji nyeri pasien
|
S :
§ Klien
mengatakan sakit pada bagian yang dioperasi operasi
§ P : luka post operasi
§ Q: seperti tertusuk-tusuk
§ R: tangan kanan
§ S: 8
§ T: terus menerus
O:
§ Terlihat luka post operasi pada humerus dextra sepanjang 15 cm
dengan jumlah jahitan luka dalam 40 jahitan dan luka luar 43 jahitan.
§ Pasien tampak menahan sakit
§ Pasien tampak melindungi area luka jahitan
|
|
10.20
|
1
|
Mengajarkan pasien tehnik relaksasi nafas
dalam
|
S:
§ Pasien mengatakan mengerti dan memahami tehnik yang di ajarkan
O:
§ Pasein melakukan tehnik relaksasi dengan baik dan pasien terlihat
nyaman
|
||
10.24
|
1
|
Melakukan advice dokter
§ Injeksi Ketorolak
§ Injeksi Ceftriaxone
|
S:
§ Pasien mengatakan bersedia di suntikan obat.
O:
§ Tidak ada tanda-tanda alergi
|
||
10.25
|
1
|
Mengkaji keadaan luka pasien
|
S: -
O:
§
Terlihat luka post
opersi pada humerus dextra sepanjang 15 cm dengan jumlah jahitan luka dalam
40 jahitan dan luka luar 43 jahitan.
§
Luka operasi
terlihat masih basah, tidak ada pus.
§
Luka operasi di
balut dengan hypafix sepanjang 18 cm
|
E.
EVALUASI
Nama Klien : Sdr. G
Ruang/No RM : IBS / 134248
Diagnosa Medis : Fraktur Humerus Dextra
Tanggal
|
Jam
|
Diagnosa Keperawatan
|
Evaluasi
|
Paraf
|
Senin,
29 Feb
2016
|
10.23
|
Nyeri
b.d kerusakan sekunder terhadap fraktur
|
S:
§ Klien mengatakan sakit pada
bagian yang dioperasi operasi
§ P : luka post operasi
§ Q: seperti tertusuk-tusuk
§ R: tangan kanan
§ S: 8
§ T: terus menerus
O:
§ Pasien tampak menahan sakit
§ Pasien tampak melindungi area luka jahitan
A: Masalah teratasi
P: Hentikan intervensi
§ Muncul diagnosa baru nyeri
b.d luka post operasi
|
|
10.23
|
Cemas
b.d kurangnya pengetahuan pasien tentang jalannya operasi
|
S:
§ Pasien mengatakan sudah tidak takut lagi
O:
§ Pasien tampak tidak cemas lagi
A: Masalah teratasi
P: Pertahankan intervensi
§ Rencana tindak lanjut : Menjelaskan prosedur post operasi
|
||
10.23
|
Pola nafas tidak efektif b.d
depresi pernafasan akibat efek anestesi
|
S:
§ Pasien mengatakan tidak sesak napas
O:
§ TD: 110/75 mmHg
§ RR: 20 x/menit
§ N: 83 x/menit
§ S: 36,8 0C
§ SpO2 : 99%
§ Pasien tampak bernafas normal
§ Pasien terpasang kanul oksigen 2 liter
§ Tidak ada tanda sianosis dan hipoksia
A: Masalah teratasi
P: Pertahankan intervensi
§ Monitor keadaan umum pasien
|
||
10.23
|
Nyeri
b.d luka post operasi
|
S:
§ Klien
mengatakan sakit pada bagian yang dioperasi operasi
§ P : luka post operasi
§ Q: seperti tertusuk-tusuk
§ R: tangan kanan
§ S: 8
§ T: terus menerus
O:
§ Terlihat luka post operasi pada humerus dextra sepanjang 15 cm
dengan jumlah jahitan luka dalam 40 jahitan dan luka luar 43 jahitan.
§ Pasien tampak menahan sakit
§ Pasien tampak melindungi area luka jahitan
A:
Masalah belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi
§ Kaji keadaan luka pasien
§ Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik
|
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Fraktur
adalah patah tulang atau terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang
ditentukan sesuai dengan jenis dan luasnya. Sedangkan fraktur humerus adalah
diskontinuitas atau hilangnya struktur
dari humerus. (mansjoer, 2000).
Pada kasus fraktur humerus diagnosa
keperawatan yang biasanya sering muncul sebagai berikut.
1.
Nyeri
akut yang berhubungan dengan pergerakan fragmen tulang, kompresi saraf, cedera
neuromuscular, trauma jaringan, dan reflex spasme otot sekunder
2.
Hambatan
mobilitas fisik yang berhubungan dengan diskontinuitas jaringan tulang, nyeri
sekunder akibat pergerakan fragmen tulang
3.
Risiko
tinggi infeksi yang berhubungan dengan adanya luka operasi pada lengan atas
4.
Defisit
perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuscular dan penurunan
kekuatan lengan atas
5.
Ansietas
berhubungan dengan krisis situasional, akan menjalani operasi, status ekonomi,
dan perubahan fungsi peran
.Pada saat pengkajian yang dilakukan
pada pasien dengan fraktur humerus penyusun mendapatkan diagnosa keperawatan
sebagai berikut :
Pre
operasi
1.
Nyeri b.d kerusakan sekunder terhadap fraktur
2.
Cemas b.d kurangnya pengetahuan pasien tentang
jalannya operasi
Intra
Operasi
1. Pola nafas tidak efektif b.d depresi pernafasan
akibat efek anestesi
|
Post Operasi
1.
Nyeri b.d luka post operasi
2.
Resiko infeksi b.d luka post operasi
B.
Saran
1.
Perawat
Ø Dalam
melakukan tindakan keperawatan selalu menggunakn prinsip steril di dalam ruan
operasi
Ø Dalam
pemberian obat perlu kolaborasi dengan dokter
2.
Pasien
Ø Dalam
perawatan luka perlu menjaga kebersihan luka, agar tidak terjadinya infeksi.
Ø Setelah
di lakukan operasi selama ± 2 hari sudah mulai melakukan latihan mobilisasi.
Ø Setelah
pulang dari rumah sakit di harapkan pasien melakukan pengecekan perkembangan
kesehatan di rumah sakit untuk mengetahui perkembangan penyembuhan luka.
If you're trying to lose weight then you certainly need to jump on this totally brand new tailor-made keto diet.
ReplyDeleteTo create this keto diet service, certified nutritionists, fitness trainers, and top chefs have joined together to develop keto meal plans that are efficient, painless, price-efficient, and delicious.
Since their launch in January 2019, thousands of individuals have already transformed their body and well-being with the benefits a professional keto diet can give.
Speaking of benefits; in this link, you'll discover eight scientifically-certified ones given by the keto diet.