Saturday 15 November 2014

PENGKAJIAN FISIK DAN DIAGNOSTIK MATA dan THT



PENGKAJIAN MATA & THT
A.      Riwayat Kesehatan
Perawat mengumpilkan data riwayat kesehatan dengan cara mengkaji status / masalah kesehatan sekarang, dahulu dan keluarga,kemudian menggunakan pola PQRST dalam mengumpulkan data yang lebih lengkap tentang setiap keluhan pasien (morton,1991)
Pertanyaan-pertanyaan penting yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data antara lain :
1.      Apakah pasien pernah mendapatkan trauma kepala,pembedahan kepala,rahang atau muka?
2.      Apakah pasien pernah mengalami saki kepala?
3.      Apakah pasien pernah mengalami bengkak dimuka,rahang atau proses mastoid?
4.      Apakah pernah mengalami infeksi atau nyeri tekan pada sinus?
5.      Adakah cairan yang keluar dari hidung,perdarahan hidung,luka pada mulut,kesulitan mengunyah atau menggigit,perubahan suara,alergi yang menyebabkan sulit bernafas atau kerongkongan seperti tersumbat,cidera pada leher dan pembedahan pada leher?
Bila pasien mengalami keluhan yang diatas tanyakan kembali apakah terjadi terus menerus , kapan terjadinya dan mengapa sampai terjadi.
Untuk pasien anak kecil orang tua ditanya apakah anak sering menghisap jempol,kapan giginya tumbuh,dan apakah tonsil nya membesar . pada pasien usia lanjut perlu ditanya bagaimana keadaan penglihatannya, pendengaran dan apakah pasien memakai gigi palsu.
Pola pemeliharaan kesehatan dikajidengan menanyakan kebiasaan pasien misalnya, kebiasaan merokok,apakh sering pusing atau tegang pada leher,apakah banyak duduk dalam pekerjaan,apakah lingkungan pekerjaan mempunyai resiko yang sangat besar menimbulkan cidera kepala,bagaimana kebiasaan menjaga mulut mata telinga dan laim-lain.
Pasien juga ditanya apakah masalah kepala atau organ-organ yang terkait mempengaruhi perasaan peranan serta dalam berhubungan dengan orang lain.





B.      Pemeriksaan fisik
1.      Mata
Tujuan pengkajian mata adalah untuki mengetahui bentuk dan fungsi mata

Inspeksi
Bagian-bagian mata yang perlu diamati adalh bola mata,kelopak mata,konjungtiva,sklera dan pupil.
a.      Amati bola mata terhadap adanya protrusis gerakan mata, medan penglihatan dan fisus
b.      Amati kelopak mata,perhatikan terhadap bentuk dan setiap ada kelainan dengan cara sebagai berikut:
1.)    Anjurkan pasien melihat kedepan
2.)    Bandingkan mata kanan dan kiri
3.)    Anjurkan pasien menutup kedua mata
4.)    Amati bentuk dan keadaan kulit pada kelopak mata serta pada bagian pingggir kelopak mata, catat setiap ada kelainan misalnya adanya kemerah merahan.
5.)    Amati pertumbuhan rammbut pada kelopak mata terhadap ada atau tidaknya bulu mata,dan posisi bulu mata
6.)    Perhatikan keluasan mata dapat membuka dan catat bila ada droping kelopak mata atas atau sewaktu mata membuka (tossis)
c.       Amati konjungtiva dan sklera dengan cara sebagai berikut:
1.)    Anjurkan pasien untuk melihat lurus kedepan
2.)    Amati konjungtiva, untuk mengetahui ada tidaknya kemerah-merahan, keadaan vaskularisasi serta lokasinya
3.)    Tarik kelopak mata bagian bawah kebawah dengan menggunakan ibu jari
4.)    Amati keadaan konjungtiva dan kantong konjungtiva bagian bawah,catat bila didapatkan infeksi atau pus atau bila warnanya tidak normal misalnya anemik
5.)    Bila di perlukan amati konjungtiva bagian atas yaitu dengan cara membuka atau membalik kelopak mata atas dengan perawat berdiri di belakang pasien
6.)    Amati warna sklera waktu memeriksa konjungtiva yang pada keadaan tertentu warnanya dapat menjadi ikhterik
d.      Amati warna iris serta ukuran dan bentuk pupil. Kemudian lanjutkan dengan mengevaluasi reaksi pupil terhadap cahaya.

Inspeksi gerakan mata
a.      Anjurkan pasien untuk melihat lurus kedepan
b.      Amati apakah kedua mata tetap diam atau bergerak secara sepontan (nistagmus) yaitu gerakan ritmis bola mata, mula-mula lambat bergerak kesatu arah, kemudian dengan cepat kembali ke posisi semula
c.       Bila ditemukan adanya nistagmus, maka amati bentuk,frekuensi (cepat atau lambat), amplitudo (luas atau sempit) dan durasinya (hari/minggu)
d.      Amati apakah kedua mata memandang lurus kedepan atau salah satu defiasi
e.      Luruskan jari telunjuk anda dan dekatkan dengan jarak sekitar 15-30 cm
f.        Beritahu pasien untuk mengikuti gerakan jari anda dan jaga posisi kepala pasien tetap. gerakan jari anda kedelapan arah , untuk mengetahui fungsi enam otot mata  
Inspeksi medan penglihatan
a.      Berdirilah didepan pasien
b.      Kaji kedua mata secara terpisah  yaitu dengan cara menutup mata yang tidak diperiksa
c.       Beritahu pasien untuk melihat lurus kedepan dan memfokuskan pada satu titik pandang , misalnya hidung anda
d.      Gerakan jari anda pada suatu garis vertikal atau dari samping , dekatkan kemata pasien secara perlahan lahan
e.      Anjurkan pasien untuk memberitahu sewaktu mulai melihat jari anda
f.        Kaji mata sebelahnya

Pemriksaan fisus
a.      Siapkan kartu snellen atau kartu yang lain untuk pasien dewasa atau kartu gambar untuk anak-anak
b.      Atur kursi tempat duduk pasien dengan jarak 5-6cm dari kartu snellen
c.       Atur penerangan yang memadahi sehingga kartu dapat dibaja dengan jelas
d.      Beritahu pasien untuk menutup mata kiri dengan satu tangan
e.      Pemeriksaan mata kanan dengan cara pasien disuruh membaca huruf yang paling besar menuju huruf yang kecil dan catat tulisan terakhir yang masih dapat d baca oleh pasien
f.        Selanjutnya pemeriksaan mata kiri
Palpasi
Tujuannya untuk mengetahui tekanan bola mata dan untuk mengetahui adanya nyeri tekan. Untuk mengukur tekanan bola mata secara lebih teliti di perlukan alat tonometri yang memerlukan keahlian khusus. Palpasi untuk mengetahui tekanan bola mata dapat dikerjakan sebagai berikut :
a.      Beri tahu pasien untuk duduk
b.      Anjurkan pasien untuk memejamkan mata
c.       Lakukan palpasi pada kedua mata. Bila tekanan bola mata meninggi maka mata teraba keras.

Pengkajian tingkat mahir (pengkajian funduskopi)
Pengkajian mata tingkat mahir (funduskopi) dilakukan paling akhir. Pengkajian ini dikerjakan untuk mengetahui susunan retina dengan menggunakan alat optalmoskop. Untuk dapat melakukan hal ini maka diperlukan pengetahuan anatomi dan fisiologi mata yang menandai serta keterampilan khusus dalam mempergunakan alat. Langkah kerja pengkajian :
1.      Atur posisi pasien duduk di kursi
2.      Beritahu pasien tentang tindakan yang akan dikerjakan
3.      Teteskan 1-2 tetes obat yang dapat melebarkan pupil dalam jangka pendek misalnya tropisade (bila tidak ada kontraindikasi)
4.      Atur cahaya ruangan agak redup
5.      Duduk di kursi di hadapan pasien
6.      Beritahu pasien untuk melihat secara tetap pada titik tertentu dan anjurkan untuk tetap mempertahankan sudut pandangnya tanpa berkedip
7.      Bila pasien atau anda memakai kaca mata, hendaknya dilepas dahulu
8.      Pegang optalmoskop atur lensa pada angka 0, nyalakan dan arahkan pada pupil mata dari jarak sekitar 30 cm sampai anda temukan red reflex yang merupakan cahaya pancaran dari retina. Bila letak optalmoskop tidak teapat, maka red reflex tidak akan muncul. Red reflex juga tidak muncul pada berbagai gangguan misalnya katarak.
9.      Bila Red reflex sudah ditemukan, dekatkan optalmoskop pelan-pelan ke mata pasien. Bila pasien miopi maka atur kontrol ke arah negatif (merah). Bila pasien hipermiopi atur kontrol ke arah positif (hitam).
10.  Amati fundus secara sistematis diawali dengan mengamati pembuluh darah besar. Catat bila ditemukan kelaian. Lanjutkan pengamatan dengan membandingkan ukuran arteri dan vena yang normalnya mempunyai perbandingan 4 : 5. Kemudian amati warna makula yang normalnya tampak lebih terang daripada retina. Berikutnya amati diskus optikus terhadap warna, batas dan pigmentasinya. Normalnya diskus optikus berbentuk melingkar, warna merah muda agak kuning, batas terang dan tetap dengan jumlah pigmen yang bervariasi. Lalu amati retina terhadap warna, kemungkinan ada perdarahan dan setiap ada kelainan.
11.  Bandingkan mata kanan dan kiri
12.  Catat hasil pengkajian dengan jelas
13.  Setelah selesai pengkajian, teteskan pilocarpine 2 % untuk menetralisir dilatasi pada mata yang diamati (pada pasien yang ditetesi tropisamide)
14.  Tunggu/pastikan pasien dapat melihat seperti semula.

Telinga
            Telinga mempunyai fungsi sebagai alat pendengaran dan menjaga keseimbangan. Menurut struktur anatominya, telinga dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam. Telinga luar meliputi aurikel ( pinna ) dan saluran pendengaran luar. Telinga tengah ( rongga timpani )terpisah dengan telinga luar oleh adanya membran timpani ( gendang telinga ).
Pengkajian telinga secara umum bertujuan untuk mengetahui keada an telinga luar, saluran telinga,gendang telinga/membran  timpani dan pendengaran. Alat-alat  yang perlu dipersiapkan dalam pengkajian telinga antara lain otoskop,garpu tala , dan arloji.
Inspeksi dan palpasi
1.      Bantu pasien dalam posisi duduk.pasien yang masih anak-anak dapat  diatur dipangkuan orang lain.
2.      Atur posisi anda duduk menghadap pada sisi telinga pasien yang akan dikaji.
3.      Untuk pencahayaan gunakan auroskop , lampu kepala atau sumber cahaya yang lain sehingga tangan anda akan bebas bekerja.
4.      Mulailah mengamati telinga luar ,periksa keadan pinna terhadap ukuran , bentuk, warna dan adanya lesi
5.      Lanjutkan pengkajian palpasi dengan cara memegang telinga dengan jempol dan jari penunjuk
6.      Palpasi kartilago telinga luar secara sistematis yaitu jaringan lunak, kemudian jarimgan keras dan catat bila ada nyeri.
7.      Tekan bagian tragus kedalam dan tekan pula tulang telinga di bawah daun telinga . bila ada peradangan maka pasien akan merasa nyeri
8.      Bandingkan telinga kanan dan telinga kiri
9.      Bila diperlukan, lanjutkan pengkajian telinga bagian dalam
10.  Pegang bagian pinggir daun telinga/ heliks dan secara perlahan-lahan tarik daun telinga keatas dan kebelakang sehingga lubang telinga menjadi lurus dan mudah diamati.Pada anak-anak daun telinga ditarik kebawah.
11.  Amati pintu masuk lubang telinga dan perhatikan ada tidaknya pradahan, perdarahan dan kotoran.
12.  Dengan hati-hati masukkan otoskop yang menyala kedalam lubang telinga
13.  Bila letak otoskop sudah tepat, letakkan mata diatas eye-piece
14.  Amati dinding lubang telinga terhadap kotoran ,serumen,peradangan,atau adanya benda asing.
15.  Amati membran timpani mengenai bentuk , warna, transparansi, kilau, perforansi, atau terhadap adanya  cairan/darah.

Pemeriksaan pendengaran
            Pemeriksaan pendengaran dilakukan untuk mengetahui fungsi telinga. Secara sederhana pendengaran dapat diperiksa dengan menggunakan suara bisikan. Pendengaran yang baik akan dengan mudah dapat mengetahui adanya bisikan. Bila pendengaran dicurigai tidak berfungsi baik , maka pemeriksaan yang lebih teliti dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan garpu tala, atau tes audimetri.
1.      Atur posisi pasien berdiri membelakangi anda pada jarak sekitar 4,5 s/d 6 meter
2.      Anjurkan pasien untuk menutup salah satu telinga yang tidak diperiksa
3.      Bisikkan suatu bilangan ( misalkan tujuh enam )
4.      Beritahu pasien untuk mengulangi bilangan yang didengar
5.      Pemeriksaan telinga yang satu dengan cara yang sama
6.      Bandingkan kemampuan mendengar telinga kanan dan kiri pasien

Pemeriksaan  pendengaran dengan bisikan dapat pula dikerjakan dengan menggunakan arloji dengan langkah kerja sebagai berikut :
1.      Pegang sebuah arloji disamping telinga pasien
2.      Tanyakan pada pasien  apakah mendengar detak arloji
3.      Pindah posisi arloji perlahan-lahan menjauhi telinga dan suruh pasien menyatakan bila tak dapat mendengar lagi. Normalnya detak arloji masih dapat didengar sampai jarak sekitar 30 cm dari telinga.
4.      Bandingkan telinga kanan dan kiri.

Pemeriksaan pendengaran dengan garputala
            Pemeriksaan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kualitas pendengaran secra lebih teliti. Pemeriksaan garputala dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pemeriksaan rinne dan pemeriksaan webber. Pemeriksaan rinne dilakukan untuk membandingkan antara konduksi udara dengan konduksi tulang sedangkan pemeriksaan weber digunakan untuk mengetahui lateralisasi fibrasi ( getaran, yang dirasakan baik oleh telinga kanan maupun kii).pada pemeriksaan rinne normalnya konduksi udara lebih baik dibanding dengan konduksi  tulang, dan pada pemeriksaan weber normalnya vibrasi/ suara dirasakan ditengah- tengah kepala atau seimbang antara dua telinga.


            Pemeriksaan pendengaran ini harus dilakukan diruang yang tenang (tidak gaduh). Pemeriksaan pendengaran dengan garputala dilakukan dengan langkah kerja sebagai berikut :
1.      Pemeriksaan pertama (rinne)
a.      Vibrasikan garputala
b.      Letakkan garputala pada pada mastoid kiri pasien
c.       Anjurkan pasien untuk memberitahu sewaktu tidak merasakan getaran lagi
d.      Angkat garputala dan pegang didepan telinga kiri pasien dengan posisi garputala pararel terhadap lubang telinga luar pasien.
e.      Anjurkan pasien untuk memberitahu apakah masih mendengar getaran suara atau tidak. Normalnya suara getaran masih dapat didengarkan karena konduksi udara lebih baik dari pada konduksi tulang
2.      Pemeriksaan kedua ( weber )
a.      Fibrasikan garputala
b.      Letakkan garputala ditengah-tengah dahi pasien
c.       Tanya pasien mengenai sebelah mana telinga mendengar suara getaran lebih keras. Normalnya kedua telinga dapat mendengar secara seimbang , sehingga getaran dirasakan ditengah tengah kepala
d.      Determinasikan apakah pasien mengalami gangguan konduksi tulang, udara atau keduanya.
HIDUNG DAN SINUS
Hidung dikaji dengan tujuan untuk mengetahui keadaan bentuk dan fungsi hidung. Pengkajian hidung dimulai dari bagian luar,bagian dalam lalu sinus-sinus . Pasien dipersiapkan dalam posisi duduk bila memungkinkan . peralatan yang dipersiapkan antara lain : otoskop ,spekulum hidung,cermin kecil dan sumber perangan/lampu.
Inspeksi dan palpasi hidung bagian luar dan palpasi sinus-sinus
1.      Duduklah menghadap pada pasien
2.      Atur penerangan dan amati hidung bagian luar sisi depan,samping dan sisi atas. Perhatikan bentuk atau tulang hidung dari ketiga sisi ini
3.      Amati keadaan kulit hidung terhadap warna dan pembengkakan
4.      Amati kesimetrisan lubang hidung
5.      Lanjutkan dengan melakukan palpasi hidung louar dan catat bila ditemukan ketidaknormalan kulit atau tulang hidung
6.      Kaji mobilitas septum hidung
7.      Palpasi sinus maksilaris , frontalis dan etmoidalis, perhatikan terhadap adanya nyeri tekan

Inspeksi hidung bagian dalam
Untuk  dapat melakukan inspeksi hidung bagian dalam, maka ada beberapa peralatan yang diperlukan antara lain otoskop,spekulum hidung,cermin kecil dan lampu
1.      Duduk menghadap kearah pasien
2.      Pasang lampu kepala
3.      Atur lampu sehingga sesuai untuk menerangi lubang hideung
4.      Elevasikan ujung hidung pasien dengan cara menekan hidung secara ringan denhgan ibu jari anda ,kemungkinan amati bagian anterior lubang hidung
5.      Amati posisi septum hidung dan kemungkinan adanya perfusiv
6.      Amatri bagian turbin inferior
7.      Pasang ujung spekulum hidung pada lubang hidung sehingga rongga hidung dapat diamati
8.      Untuk memudahkan pengamatan pada dasar hidung  maka attur posisi kepadal sedikit menengadah
9.      Dorong kepala  menengadah sehingga bagian atas rongga hidung mudah diamati
10.  Amati bentuk dan posisi septum,kartilago dan dinding-dinding rongga hidun g serta selaput lendir pada rongga hidung (warna,sekresi,bengkak )
11.  Bila sudah selesai , lepas spekulum secara perlahan-lahan
Untuk pengkajian hidung bagian dalam ,dapat pula menggunakan otoskop,dianjurkan yang dilengkapi dengan spekulum  hidung dan kaca pembesar
Pengkajian patensi hidung
Pengkajian ini dilakukan terutama bila dicurigai adanya sumbatan atau deformitas pada rongga hidung bagian bawah.
1.      Duduklah di hadapan pasien
2.      Gunakan satu tangan untuk menutup satu lubang hidung pasien,suruh pasien menghembuskan udara dari lubang hidung yang tidak ditutup dan rasakan hembusan udara tersebut. Normalnya udara dapat dihembuskan dengan mudah dan dapat dirasakan dengan jelas
3.      Kaji lubang hidung satunya
Patensi hidung juga dapat dikaji dengan menggunakan sebuah cermin yang diletakkan di bawah hidung. Pasien dianjurkan untuk menghembuskan udara dengan mulut tertutup , kemudian kondensasi udara pada cermin diamati. Normalnya sisi kanan dan kiri seimbangan.


MULUT DAN PARING
Pengkajian mulut dan paring dilakukan dengan posisi pasien duduk.  Pencahayaan harus baik sehingga semua bagaian dalam mulut  dapat diamati dengan jelas. Pengkajian dimulai dengan mengamati bibir,gigi,gusi ,lidah , selaput lendir ,pipi bagian dalam, lantai dasar mulut dan palatum/langit-langit mulut kemudian faring.
Inspeksi
1.      Bantu pasien duduk berhadapan dengan anda,dengan tinggi yang sejajar
2.      Amati bibir untuk mengertahui adanya kelainan kongietal,bibir sumbing ,warna bibir, ulkus, lesi dan massa
3.      Lanjutkan pengamatan pada gigi dengan pasien dianjurkan membuka mulut
4.      Atur pencahayaan yang memadai dan bila diperlukan gunakan penekan lidah untuk menekan lindah sehingga gigi akan tampak lebih jelas
5.      Amati keadaan setiap gigi mengenai posisi,jarak gigi rahang atas dan bawah, ukuran,warna,lesi atau adanya tumor. Amati juga secara khusus pada akar-akar gigi dan gusi
6.      Pemeriksaan setiap gigi dengan cara mengetuk secara sistematis,bandingkan gigi bagian kiri,kanan,atas dan bawah dan anjurkan pasien untuk memberitahu bila merasa nyeri sewaktu diketik
7.      Perhatikan pula ciri-ciri umum sewaktu melakukan pengkajian antara lain kebersihan mulut dan bau mulut
8.      Lanjutkan pengamatan pada lidah dan perhatikan kesimetrisannya. Suruh pasien menjulurkan lidah dan amati mengenai kelurusan,warna,ulkus maupu b setiapb ada kelainan
9.      Amati selaput lendir mulut secara sistematis pada semua bagian mulut mengenai warna,adanya pembengkakan , tumor,sekresi,peradangan,ulkus dsn perdarahan
10.  Beri kesempatan pasien untuk istirahat dengan menutup mulut sejenak bila capai,lalu lanjutkan dengan inspeksi paring dengan cara pasien dianjurkan membuka  mulut ,tekan lidah ke bawah pasien sewaktu pasien berkata “ah”. Amati paring terhadap kesimetrisan ovula.
Palpasi
Palpasi pada pengkajian mulut dilakukan terutama bila dari inspeksi belum diperoleh data yang  meyakinkan . Tujuan palpasi pada mulut terutama untuk mengetahui bentuk  dan setiap ada kelainan pada mulut yang dapat diketahui dengan palpasi, yang antara lain meliputi pipi, dasar mulut , palatum /langit-langit mulut dan lidah. Palpasi harus dilakukan secara hati-hati dan perlu diupayakan agar pasien tidak mutah.
1.      Atur posisi pasien duduk menghadap anda
2.      Anjurkan pasien membuka mulut
3.      Pegang pipi diantara ibujari  dan  jari telunjuk (jari telunjuk berada didalam). Palpasi pipi secara sistematis dan perhatikan terhadap adanya tumor atau pembengkakan. Bila ada pembengkakan dtermikasikan menurut ukuran , konsistensi , hubungan dengan daerah sekitarnya dan adanya nyeri
4.      Lanjutkan dengan palpasi pada palatum dengan jari telunjuk dan rasakan terhadap adanya pembengkakan dan fisura
5.      Palpasi dasar mulut dengan cara pasien disuruh mengatakan “el” kemudian palpasi dilakukan pada dasar mulut secara sistematis dengan jari penunjuk tangan kanan. Bila diperlukan berisedikit penekanan dengan ibu jari dari  bawah dagu untuk mempermudah palpasi. Catat bila didapatkan pembengkakan.
6.      Palpasi lidah dengan cara pasien disuruh menjulurkan lidah, pegang lidah dengan kassa steril menggunakan tangan kiri. Dengan jari penunjuk tangan kanan lakukan palpasi lidah terutama bagian belakang dan batas-batas lidah.
LEHER
Leher dikaji setelah pengkajian kepala selesai dikerjakan. Tujuan pengkajian leher secara umum adalah untuk mengetahui bentuk leher serta organ-organ penting yang berkaitan . Dalam pengkajian, baju pasien sebaiknya dilepas sehingga leher dapat dikaji dengan mudah. Pengkajian dimulai dengan inspeksi kemudian palpasi lalu dilanjutkan dengan pengkajian mobilitas leher
Inspeksi
1.      Anjurkan pasien untuk melepas baju
2.      Atur pencahayaan yang baik
3.      Lakukan inspeksi leher mengenai bentuk leher,warna kulit,adanya pembengkakan, jaringan parut dan adanya massa. Inspeksi dilakukan secara sistematis mulai dari garis tengah sisi depan leher,dari samping dan dari belakang. (bentuk leher yang panjang dan ramping umumnya ditemukan pada orang berbentuk ektomorf ,orang dengan gizi jelek atau orang dengan TBC paru,leher pendek dan gemuk didapatkan pada orang berbentuk endomorf atau obesitas). Warna kulit leher normalnya sama dengan kulit sekitarnya . dapat menjadi kuning pada semua jenis ikterus, dan menjadi merah,bengkak,panas dan nyeri tekan bila mengalami peradangan
4.      Inspeksi tiroid dengan cara pasien disuruh menelan dan amati gerakan kelenjar tiroid pada takik suprasternal. Normalnya gerakan kelenjar tiroid tidak dapat dilihat kecuali pada orang yang sangat kurus.
Palpasi
Palpasi pada leher dilakukan terutama untuk mengetahui keadaan dan lokasi kelenjar limfe pada leher dapat dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok. Kelenjar limfe sulit dipalpasi pada orang yang sehat atau orang gemuk.untuk dapat menentukan adanya pembesaran , maka perawat perlu  memperlihatkan lokasi kelompo-kelompok kelenjar limfe . pembesaran kelenjar limfe dapat disebabkan oleh berbagai penyakit misalnya peradangan akut/kronis di kepala,orofaring,kulit kepala atau daerah leher. Pembesaran limfe juga terjadi pada beberapa kasuss infeksi seperti tuberkulose,atau spilis. Secara umum pembesaran limfe disebut adenopati limfe.
Palpasi kelenjar tiroid dilakukan untuk mengetahui adanya pembesaran tiroid ( gondok)  yang biasanya disebabkan oleh kekurangan garam zodium. Secara otomatis, ismus kelenjar tiroid berada sedikit dibawah tulang rawan krikoid,setinggi cincin trakea ke-2 sampai ke-4. Bentuk kelenjar tiroid dapat diketahui jika kepala pasien ditengadahkan sambil pasien disuruh menelan ludah (air),sementara perawata melakukan palpasi kelenjar tersebut.
Kedudukan trakea perlu dikaji karena dapat sebagi petunjuk terhadap adanya gangguan misalnya trakea yang bergeser ke salah satu ssisi dapat merupakan petunjuk  adanya proses desak ruang atau fibrosis pada paru-paru maupun  mediastinum . trakea akan tertarik pada keadaan terjadi proses fibrosis dan akan terdorong pada keadaan terjadi pendesakan ruang.
Cara kerja palpasi kelenjar limfe,kelenjar tiroid dan trakea adalah :
1.      Duduklah dihadapan pasien
2.      Anjurkan pasien untuk menengadah ke samping menjauhi perawat pemeriksa sehingga jaringan lunak dan otot-otot akan relaks
3.      Lakukan palpasi secara sisitematis dan determinasikan menurut lokasi,batas-batas,ukuran,bentuk dan nyeri tekan pada setiap kelompok kelenjar limfe yang terdiri dari :
a.      Preaurikular-didepan telinga
b.      Posterior aurikuler-superfisial terhadap prosesus mastoidius
c.       Osipital-di dasar posterior tulang kepala
d.      Tonsilar-di sudut mandibula
e.      Submaksilaris-ditengah-tengah antara sudut dan ujung mandibula
f.        Submental- pada garis tengah beberapa cm di belakang ujung mandibula
g.      Servikal superfisial – superfisial terhadap sternomastoidius
h.      Servikal posterior – sepanjang tepi anterior trapesisus
i.        Servikal dalam – dalam sternomastoid dan sering tidak dapat dipalpasi
j.        Supraklavikula – dalam suatu sudut yang terbentuk oleh klavikula dan sternomastoidius
4.      Lakukan palpasi kelenjar tiroid dengan cara :
a.      Letakkan tangan anda pada leher pasien
b.      Palpasi pada fossa suprasternal dengan jari penunjuk palpasi
c.       Palpasi dapat pula dilakukan dengan perawat berdiri di belakang pasien,tangan dilet kkan mengelilingi leher dan palpasi dilakukan denga  jari kedua dan ketiga
d.      Bila teraba kelenjar tiroid maka dterminasikan menurut bentuk,ukuran,konsistensi,dan permukaannya.
5.      Lakukan palpasi trakea dengan cara berdiri disampingkanan pasien. Letakkan jari tengah pada bagian bawah trakea dan raba trakea ke atas, ke bawah dan ke samping sehingga kedudukan trakea dapat diketahui.
Mobilitas leher
Pengkajian mobilitas leher dilaukan paling akhir pada pemeriksaan leher. Pengkajian ini dilakukan baik secara aktif maupun pasif. Untukmendapatkan data yang akurat maka leher dan dada bagian atas harus bebas dari pakaian dan perawat berdiri/duduk dibelakang pasien.
1.      Lakukan pengkajian mobilitas leher secara aktif . suruh pasien menggerakkan leher dengan urut-urutan sebagi berikut :
a.      Antefleksi, normalnya 45°
b.      Dorsifleksi, normalnya 60°
c.       Rotasi ke kanan , normalnya 70°
d.      Rotasi ke kiri , normalnya 70°
e.      Lateral fleksi ke kiri , normalnya 40°
f.        Lateral fleksi ke kanan , normalnya 40°
2.      Determinasikan sejauh mana pasien mampus menggerakkan lehernya. Normalnya gerakan dapat dilakukan secara terkoordinasi,tanpa gangguan
3.      Bila diperlukan lakukan pengkajian mobilitas secara pasif dengan cara kepala pasien depegang dengan dua tangan kemudian digerakkan dengan urut-urutan yang sama seperti pada pengkajian mobilitas leher secara aktif

No comments:

Post a Comment