Monday 2 February 2015

ASKEP ANAK DIFTERI



BAB  I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Difteri merupakan salah satu penyakit yang sangat menular (contagious disease). Penyakit ini  disebabkan oleh infeksi bakteri Corynebacterium diphtheriae, yaitu kuman yang menginfeksi saluran pernafasan, terutama bagian tonsil, nasofaring (bagian antara hidung dan faring/ tenggorokan) dan laring. Penularan difteri dapat melalui kontak hubungan dekat, melalui udara yang tercemar oleh karier atau penderita yang akan sembuh, juga melalui batuk dan bersin penderita.
Penderita difteri umumnya anak-anak, usia di bawah 15 tahun. Dilaporkan 10 % kasus difteri dapat berakibat fatal, yaitu sampai menimbulkan kematian. Selama permulaan pertama dari abad ke-20, difteri merupakan penyebab umum dari kematian bayi dan anak – anak muda. Penyakit ini juga dijumpai pada daerah padat penduduk dengan tingkat sanitasi rendah. Oleh karena itu, menjaga kebersihan sangatlah penting, karena berperan dalam menunjang kesehatan kita.
Lingkungan buruk merupakan sumber dan penularan penyakit. Sejak diperkenalkan vaksin DPT (Dyphtheria, Pertusis dan Tetanus), penyakit difteri mulai jarang dijumpai. Vaksin imunisasi difteri diberikan pada anak-anak untuk meningkatkan system kekebalan tubuh agar tidak terserang penyakit tersebut. Anak-anak yang tidak mendapatkan vaksin difteri akan lebih rentan terhadap penyakit yang menyerang saluran pernafasan ini.

B.       Tujuan
1.         Tujuan umum
Mahasiswa dapat  memahami asuhan keperawatan anak pada klien DIFTERI
2.         Tujuan Khusus
Mahasiswa dapat memahami tentang penyakit DIFTERI itu sendiri

BAB  II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian
Difteri adalah toksikoinfeksi yang disebabkan oleh corynobacterium diphteriae.(Nelson,2000 ; 180)
Difteri adalah suatu penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh kuman corynebacteriumdifteri’( Arif Mansjoer, Suproharta, Wahyu Ika Wardani, (2000: 430)
B.       Etiologi
Penyebab penyakit difteri adalah kuman corynebacteriumdifteri yang bersifat: bakteri gram +, polymorf, tidak bergerak, tidak membentuk spora, terdiri dari 3 jenis basil yaitu : gravis, mitis, inter medius, membentuk pseudomembran yang sukar diangkat, mudah berdarah, dan berwarna putih keabu-abuan, mengeluarkan eksotoksin yang sangat ganas dan dapat meracuni jaringan. Penularan penyakit difteri adalah melalui udara ( droplet infection ), tetapi juga dapat perantara alat/ benda yang terkontaminasi oleh kuman difteri.
C.       Patofisiologis
Kuman berkembang biak pada saluran nafas atas dan dapat juga pada vulva kulit mata walaupun jarang terjadi. Kuman membentuk pseudomembran dan melepaskan eksotoksin. Pseudomembran timbul local dan menjalar dari laring, faring dan saluran nafas atas. Kelenjar getah bening akan tampak membengkak dan mengandung toksin. Eksotoksin bila mengenai otot jantung akan mengakibatkan terjadinya miokarditis dan timbul paralysis otot-otot pernafasan bila mengenai jaringan syaraf. Sumbatan pada jalan nafas sering terjadi akibat dari pseudomembran pada laring dan trachea menyebabkan kondisi yang fatal.
D.      Manifestasi Klinik
1.         Tergantung pada:
a.       Lokasi tempat infeksi
b.      Imunitas pasien
c.       Ada tidaknya toksin pada sirkulasi darah

2.         Gejala Klinis
Masa tunas antara 1-6 hari.
3.         Gejala umum
a.       Demam
b.      Pilek
c.       Sesak
d.      Sakit kepala
e.       Batuk
4.         Gejala lokal
a.       Difteri hidung/ Difteri ringan
Pseudomembran sampai batas pada hidung/ parsial dengan gejala secret hidung serosa inguinosa, epistaksis, ada pseudomembran pada septum nasi.
b.      Difteri faring dan tonsil/ Difteri sedang
Pseudomembran menyebar lebih luas sampai dinding posterior faring dengan edema ringan laring yang dapat diatasi dengan pengobatan konservatif dengan gejala panas tidak tinggi, nyeri telan ringan, mual, muntah, nafas berbau dan timbul ‘Bullneck’.
c.       Difteri laring/ berat
Disertai dengan sumbatan jalan nafas yang berat yang hanya dapat diatasi dengan tracheostomi dengan gejala sesak nafas hebat, stridor inspirator, sianosis, terdapat retraksi otot supra sternal dan epigastrium, laring tampak kemerahan, sembab, banyak secret, dan permukaan tertutup oleh pseudomembran.
E.       Prognosis
Prognosis penyakit ini bergantung pada:
1.         Umur pasien, makin muda usianya makin jelek prognosisnya
2.         Perjalanan penyakit, makin terlambat ditemukan makin buruk keadaanya
3.         Letak lesi Difteri, bila dihidung tergolong ringan
4.         Keadaan umum pasien, bila gizi buruk makin buruk keadaannya
5.         Terdapat komplikasi, miokarditis sangat memperburuk prognosis
6.         Pengobatan, terlambat pemberian ADS, prognosis makin buruk
F.        Pemeriksaan Diagnostik
1.         Laboratorium
Pada pemeriksaan darah terdapat penurunan kadar hemoglobin dan leukositosis polimorfonukleus, penurunan jumlah eritrosit dan kadar albumin. Pada urine terdapat albuminuria ringan.
2.         Penularan KN watje ( kell dan noise )
Dengan lidi waten dikontaminasikan pada pseudomembran yang ada pada lokasi yang terkena, kemudian dimasukkan pada tabung reaksi dengan media agar-agar dan periksa. Apabila pemeriksaan KN 2x berturut-turut dan bila (-) perubahan positif terjadi.
G.      Komplikasi
1.         Pada saluran pernafasan: terjadi obstruksi jalan nafas, atelektasis dan bronchopnomonia.
2.         Kardiovaskuler: miokarditis
3.         Kelainan pada ginjal
4.         Kelainin syaraf, kira-kira 10% pasien difteri menjadi komplikasi yang mengenai susunan syaraf terutama sistem motorik dapat berupa:
a.         Paralisis palatum mole, sehingga terjadi renolaka ( suara sengak ) tersedak/ sukar menelan: dapat terjadi pada minggu ke I sampai ke II
b.        Paralisis otot-otot mata, dapat mengakibatkan strabismus, gangguan akomodasi, dilatasi pupil/ ptosis yang timbul pada minggu ke III
c.         Paralisis umum, dapat terjadi pada minggu ke IV, kelainan dapat mengenai otot muka, leher, anggota gerak dan otot pernafasan.
H.      Pencegahan
1.         Imunisasi
a.       Imunisasi Primer
1)        Anak usia 6 minggu - 6 tahun Diberikan dosis Td secara IM/ SC dengan interval 4-6 minggu dimulai ketika anak usia 6 minggu - 2 bulan dan dilanjutkan dengan pemberian ke-4 selama 1 tahun sesudah pemberian ke-3 preparat yang digunakan adalah Pediatric Taksoid Dipteria
2)        Anak usia 7 tahun / lebih Diberikan Td dengan pemberian ke-2 berselang waktu 4-8 minggu diberikan dengan pemberian 1 dan pemberian 3 berselang 1 tahun dengan pemberian ke-2, preparat yang digunakan adalah Adult Taksoid Dipteria
b.        Imunisasi Boster
1)        Anak usia 6 minggu- 6 bulan apabila pemberian dosis ke-4 imunisasi primer anak belum berumur 4 tahun maka diberikan boster ketika anak tersebut mulai masuk TK
2)        Anak usia 7 tahun atau lebih diberikan boster setiap 10 tahun 1.9.2 Isolasi pasien
c.         Pencarian orang carier difteria dengan uji shick dan kemudian diobati.
-          Dengan tujuan : Untuk mengetahui apakah tubuh mengandung anti toksin terhadap kuman difteri.
-          Cara : Dengan menyuntikan IC 1/50 Minimal Lethal Dose (MLD) sebanyak 0,02 ml, jika positif akan terlihat merah kecoklatan selama 24 jam
I.         Penatalaksanaan
1.         Pengobatan Umum
a.       Isolasi pasien
b.      Istirahat total
c.       Makanan yang mudah dicerna, cukup mengandung protein dan kalori
d.      Kontrol EKG 2-3 kali seminggu selama 4-6 minggu, bila terjadi miokarditis harus istirahat total di tempat tidur
2.         Pengobatan Khusus
a.         ADS( Anti Difteri Serum ) Sebelum dilakukan pemberian antitoksin, harus dilakukan test kepekaan untuk tujuan ini maka 0,1 ml antitoksin dengan pengenceran 1: 100 dalam larutan garam yang diberikan secara IC atau pada sakus komjungtifa. Reaksi positif ( eritema 10 mm pada tempat infeksi dalam waktu 20 menit ) konjungtifa dan pengeluaran air mata. Bila pasien sensitive lakukan desensitasi cara Bedrestkan dengan cara : - 0,05 cc ADS + 1, cc Pz secara SC - 0,1 cc ADS + 1, cc Pz secara SC - 0,2 cc ADS + 1, cc Pz secara SC/ im - 0,5 cc ADS + 1, cc Pz secara SC/ im - 2 cc ADS + 1, cc Pz secara SC/ im - 4 cc ADS + 1, cc Pz secara SC/ im sisanya diberikan semua kiri dan kanan/ jika tidak memungkinkan, secara bertahap 4 cc dengan jarak 15 menit.
b.        Antibiotik, PP 50.000 IU/BB/hari sampai 10 hari bila alergi berikan eritromicin 40 mg/kg BB/hari dalam 4 dosis.
c.         Kortikosteroid, digunakan untuk mengurangi edema laring dan mencegah komplikasi miokarditis, diberikan Prednison 2 mg/kg BB/hari selama 3 minggu yang diberikan secara bertahap.
d.         Bila ada komplikasi paralysis otot dapat diberikan striknin ¼ mg dan vitamin B1 100 mg setiap hari, 10 hari berturut-turut.
e.         Bila pasien perlu di lakukan Trakheostomi Trakheostomi dilakukan jika pasien mengalami sumbatan jalan nafas yabg berat dengan gejala stridor inspirator, gelisah, dispneu, sianosis, dan terdapat retraksi otot pernafasan. Sumbatan jalan nafas sering terjadi pada pasien difteria laring dan trachea yang biasanya sudah disertai Bullneck (leher yang besar). Oleh karena itu, jika merawat pasien yang difteria dengan Bullneck harus selalu waspada. Bila terdengar stridor, pasien dibaringkan setengah duduk, berikan O2 sampai 2 lt dan segera lapor dokter. Sementara itu dibicarakan dengan orang tuanya kemungkinan tindakan dokter. Jika keputusan dokter, pasien harus di Trakheostomi mintalah izin operasi dan yakinkan orang tua bahwa tindakan tersebut adalah pertolongan yang paling mungkin untuk menolong anaknya. Jika pasien belum di pasang infus sebelum kekamar bedah harus di pasang dulu. Jika pasien telah kembali dari kamar operasi, peranan perawat ikut menentukan keberhasilan trakheostomi tersebut karena bila perawatannya tidak baik, misalnya pengisapan lender tidak efektif atau kurang memperhatikan steriletas akibatnya pernafasan pasien tetap tidak lancar dan komplikasi tetap terjadi. Pengisapan lender pada hari pertama setelah operasi merupakan hal yang paling penting disamping pengawasan keadaan umum pasien (tanda vital)
J.         Pathways
Corynebacterium dinipteriae


 
Baksil menempel di mukosa saluran napas bagian atas, kulit, mukosa genital

Menghasilkan toksik yang di absorbsi membrane sel

Penetrasi dan inferensi dengan sintesa protein bersama sel kuman penghasil NAD (Nicotinamide Adenine Dinukleotida)
 

Asam amino dan RNA memperpanjang rantai polipeptida


 
Nekrosa sel menyatu dengan nekrosis jaringan dan membentuk eksudat

Produksi toksin meningkat dan daerah infeksi makin meluas


 
Eksudat fibrin perlengketan, membentuk membran


 
Apabila diangkat terjadi perdarahan
 

Difteri
 

Sesak nafas                                     Susah makan                               Lemah fisik









Nutrisi kurang dari kebutuhan
 

Intoleransi aktivitas
 


 





K.      Landasan Askep
1.         Pengkajian
a.         Identitas klien : Biasanya menyerang pada individu yang berusia kurang dari 15 th ( yang tidak dapat imunisasi lengkap )
b.        Keluhan utama Batuk, demam
c.         Riwayat Penyakit Sekarang Demam, Sakit Kepala, Batuk, lesu/ lemah, sianosis, sesak nafas, dan pilek. Difteria Nasal: Sakit jantung serosa inguinosa, epistaksis, ada membrane putih pada septum nadi Difteria Tonsil dan Faring: Panas tidak tinggi, nyeri telan ringan, mual, muntah, nafas berbau, Bullneck. Difteria Laring dan Trachea: Sesak nafas hebat, stridor inspirator, terdapat retraksi otot supra sternal dan epigastrium, laring tampak kemerahan, sembab, banyak secret, permukaan tertutup oleh pseudomembran.
d.        Riwayat penyakit keluarga Dimungkinkan ada keluarga/ lingkungan yang menderita penyakit Difteria
e.         Riwayat Imunisasi Imunisasi DPT 1, 2, 3 pada usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan yang kurang memadai
f.         ADL
1)        Nutrisi: kesulitan menelan, anoreksia, sakit tenggorokan
2)        Eliminasi: terjadi konstipasi
g.        Istirahat tidur: sukar tidur
h.        Pemeriksaan
1)        Pemeriksaan umum
·           Kesadaran : compos mentis sampai dengan coma
·            TD: turun
·           RR: cepat dan dangkal
·           Nadi: cepat
·           Suhu : peningkatan suhu tubuh


2)        Pemeriksaan fisik
·           Wajah: sianosis
·           Hidung : terdapat secret berbau busuk sedikit bercampur darah, ada membran putih pada septum nasi
·           Mulut: bibir kering, mulut terbuka, ada membran putih pada tonsil dan faring
·           Leher: pembesaran getah bening pada leher, edema pada laring dan trachea (Bullneck), permukaan laring dan trachea tertutup oleh pseudomembran
3)        Pemeriksaan Penunjang:
·           Laboratorium Bakteriologi : Hapusan tenggorokan di temukan kuman corinebakterium difteria Darah : Penurunan kadar HB dan leukosit polimorfonukleus, penurunan jumlah eritrosit dan kadar albumin. Skin test : Test kulit untuk menentukan status imunitas
i.          Therapi Therapi atau penatalaksanaan sesuai dengan konsep dasar:
1)        Pengobatan umum
2)        Pengobatan spesifik
3)        ADS
4)        Anti biotik PP 500.000 u/kg/BB/hari sampai 3 hari bebas demam. Pada pasien yang di lakukan trakheostomi ditambahkan kloramphenikol 75 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis
2.         Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
a.         Pola napas tidak efektif berhubungan dengan Disfungsi Neuromuskular.
Tujuan    : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan pola napas pasien kembali normal.
Kriteria Hasil     :
-            Suara nafas bersih, tidak ada sianosis, dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernapas dengan baik).
-            Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal).
-            Tanda- tanda vital dalam rentang normal.
Intervensi           :
-            Monitor TTV dan RR.
R/ Peningkatan RR dan takikardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru
-            Auskultasi suara nafas, catat adanya suaran nafas tambahan.
R/ Auskultasi dapat menetukan kelainan suara napas pada bagian paru. Kemungkinan akibat dari berkurangnya atau tidak berfungsinya lobus, segmen, dan salah satu dari paru. Pada daerah kolaps paru suara pernapasan tidak terdengar tetapi bila hanya sebagian yang kolaps suara pernapasan tidak terdengar dengan jelas. Hal tersebut dapat menentukan fungsi paru yang baik dan ada tidaknya atelektasis paru.
-            Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.
R/ Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal
-            Ajarkan pasien nafas dalam dan batuk efektif
R/ Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau napas dalam. Penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif.
-            Kolaborasi untuk tindakan dekompresi dengan pemasangan WSD.
R/ Dengan WSD memungkinkan udara keluar dari rongga pleura dan mempertahankan agar paru tetap mengembang dengan jalan mempertahankan tekanan negative pada intrapleura
b.        Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan Anoreksia
Tujuan      : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil        :
-            Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
-            Nafsu makan pasien meningkat

Intervensi :
-            Kaji intake nutrisi pasien
R/ Menentukan tindakan selanjutnya
-            Kaji pola makan pasien
R/ Untuk mengetahui kebiasaan pasien dan mengetahui makanan yang tidak disukai dan disukai pasien
-            Lakukan perawatan mulut sebelum pasien makan.
R/ Mulut yang bersih dapat meningkatkan nafsu makan pasien
-            Berikan makanan dalam porsi kecil dan sering
R/ Untuk meningkatkan intake nutrisi pasien
-            Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian makanan
R/ Agar kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
c.         Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan secara menyeluruh.
Tujuan : Setelah dilakuakn tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan tidak terjadi intoleransi aktivitas.
Kriteria Hasil :
-            Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan TD,Nadi,RR.
-            Mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
Intervensi :
-            Kaji pola aktivitas pasien
R/ Untuk menentukan tindakan selanjutnya
-            Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang dapat dilakukan.
R/ Memudahkan pasien dalam melakukan aktivitas
-            Kolaborasi dengan tenaga rehabilitas medik dalam merencanakan program terapi yang tepat.
R/ Agar pasien dapat beraktivitas normal kembali


BAB III
PENUTUP

A.      KESIMPULAN
Difteri merupakan salah satu penyakit yang sangat menular (contagious disease). Penyakit ini  disebabkan oleh infeksi bakteri Corynebacterium diphtheriae, yaitu kuman yang menginfeksi saluran pernafasan, terutama bagian tonsil, nasofaring (bagian antara hidung dan faring/ tenggorokan) dan laring. Penularan difteri dapat melalui kontak hubungan dekat, melalui udara yang tercemar oleh karier atau penderita yang akan sembuh, juga melalui batuk dan bersin penderita.
Penderita difteri umumnya anak-anak, usia di bawah 15 tahun. Dilaporkan 10 % kasus difteri dapat berakibat fatal, yaitu sampai menimbulkan kematian. Selama permulaan pertama dari abad ke-20, difteri merupakan penyebab umum dari kematian bayi dan anak – anak muda. Penyakit ini juga dijumpai pada daerah padat penduduk dengan tingkat sanitasi rendah. Oleh karena itu, menjaga kebersihan sangatlah penting, karena berperan dalam menunjang kesehatan kita.

B.       SARAN
Karena difteri adalah penyebab kematian pada anak-anak, maka disarankan untuk anak-anak wajib diberikan imunisasi yaitu vaksin DPT yang merupakan wajib pada anak, tetapi kekebalan yang diperoleh hanya selama 10 tahun setelah imunisasi. Sehingga orang dewasa sebaiknya menjalani vaksinasi booster (DT) setiap 10 tahun sekali, dan harus dilakukan pencarian dan kemudian mengobati carier difteri dan dilkaukan uji schick.



DAFTAR PUSTAKA

Suriadi, Skp. MSN & Rita Yuliani, Skp. M.Psi. (2010) ”Asuhan Keperawatan Pada Anak” , Edisi 2.  Jakarta
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F. & Geissler, A. C. (2000) “Rencana Asuhan Keperawatan”, Jakarta : EGC.
Brunner & Suddart (2002) “Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah”, Jakarta : AGC. Monica Ester. EGC. Jakarta
Doengoes E Marlynn, dkk (1999) Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3 penterjema Monica Ester. EGC. Jakarta
Supriadi.2004.Asuhan Keperawatan anak.Jakarta: Sagung seto

                                                                                 

No comments:

Post a Comment