Wednesday 18 February 2015

GANGGUAN JIWA CEMAS



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Setiap orang pasti pernah mengalami berbagai perasaan seperti bahagia, marah, sedih, cinta, cemas, dsb. Kecemasan pada dasarnya bukan merupakan gangguan karena dalam banyak hal justru mampu meningkatkan kewaspadaan dan membuat tubuh bersiap melakukan suatu tindakan.
Namun, kecemasan yang intens dan muncul tanpa alasan yang jelas berpotensi mengurangi kualitas hidup dan membuat seseorang tidak bisa menjalani hidup secara normal. Gangguan kecemasan (anxiety disorder) didefinisikan sebagai sekelompok penyakit mental yang membuat orang menderita perasaan gugup dan khawatir yang berlebihan.
Kecemasan merupakan salah satu gangguan emosional yang paling umum, yang ditandai dengan beberapa gejala emosional dan fisik seperti rasa takut, panik, mimpi buruk, pikiran obsesif tak terkendali, terganggu terus menerus dengan pengalaman traumatis, gangguan tidur, ketegangan otot, detak jantung meningkat, keringat dingin, dan gangguan pencernaan.
Kecemasan merupakan hal yang normal terjadi pada setiap individu, reaksi umum terhadap stress kadang dengan disertai kemunculan kecemasan. Namun kecemasan itu dikatakan menyimpang bila individu tidak dapat meredam (merepresikan) rasa cemas tersebut dalam situasi dimana kebanyakan orang mampu menanganinya tanpa adanya kesulitan yang berarti.
Kecemasan dapat muncul pada situasi tertentu seperti berbicara didepan umum, tekanan pekerjaan yang tinggi, menghadapi ujian. Situasi-situasi tersebut dapat memicu munculnya kecemasan bahkan rasa takut. Namun, gangguan kecemasan muncul bila rasa cemas tersebut terus berlangsung lama, terjadi perubahan perilaku, atau terjadinya perubahan metabolisme tubuh.
Gangguan kecemasan diperkirakan diidap 1 dari 10 orang. Menurut data National Institute of Mental Health (2005) di Amerika Serikat terdapat 40 juta orang mengalami gangguan kecemasan pada usia 18 tahun sampai pada usia lanjut. Ahli psikoanalisa beranggapan bahwa penyebab kecemasan neurotik dengan memasukan persepsi diri sendiri, dimana individu beranggapan bahwa dirinya dalam ketidakberdayaan, tidak mampu mengatasi masalah, rasa takut akan perpisahan, terabaikan dan sebagai bentuk penolakan dari orang yang dicintainya. Perasaan-perasaam tersebut terletak dalam pikiran bawah sadar yang tidak disadari oleh individu.
Pendekatan-pendekatan psikologis berbeda satu sama lain dalam tekhnik dan tujuan penanganan kecemasan. Tetapi pada dasarnya berbagai tekhnik tersebut sama-sama mendorong klien untuk menghadapi dan tidak menghindari sumber-sumber kecemasan mereka.

B.       Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1.         Tujuan Umum
Untuk mengetahui seluk beluk kecemasan.
2.         Tujuan Khusus
Untuk mengetahui secara lebih mendalam mengenai cemas yang mencakup faktor cemas, tingkatan cemas, reaksi cemas, implikasi keperawatan cemas dll.

C.      Sistematika
Sistematika pada laporan kasus ini diantaranya adalah sebagai berikut. BAB I berisi pendahuluan yang meliputi : latar belakang, tujuan, dan sistematika. Kemudian pada BAB II berisi pembahasan definisi cemas, tingkat kecemasan, teori kecemasan, reaksi kecemasan, implikasi keperawatan kecemasa.. Kemudian BAB III sebagai penutup berisi tentang kesimpulan.













BAB II
TINJAUAN TEORI

A.      Cemas
Kecemasan merupakan respons individu terhadap suatu keadaan yang tidak menyenangkan dan dialami oleh semua mahluk hidup dalam kehidupan sehari-hari. Kecemasan merupakan pengalaman sebjektif dari individu dan tidak dapat diobservasi secara langsung serta merupakan suatu keadaan emosi tanpa objek yang spesifik. Kecemasan pada individu dapat memberikan motivasi untuk mencapai sesuatu dan merupakan sumber penting dalam usaha memelihara keseimbangan hidup.
Kecemasan berbeda dengan rasa takut, karakteristik rasa takut adalah adanya objek atau sumber yang spesifik dan dapatdiidentifikasi serta dapat dijelaskan oleh individu.Rasa takut terbentuk dari proses kognitif yang melibatkan penilaian intelektual terhadap stimulus yang mengancam. Ketakutan disebabkan oleh hal yang bersifat fisik dan psikologis ketika individu dapat mengidentifikasi dan menggambarkannya.
Kecemasan terjadi sebagai akibat dari ancaman terhadap harga diri atau identitas diri yang sangat mendasar bagi keberadaan individu. Kecemasan dikomunikasikan secara interpersonal dan merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari, menghasilkan pengertian yang berharga dan penting untuk upaya memelihara keseimbangan diri dan melindungi diri.
Budaya mempengaruhi nilai yang dimiliki oleh individu dan karenanya latar belakan budaya juga berkaitan dengan sumber kecemasan dan respons individu terhadap kecemasan. May mengatakan dalam Stuard dan Laraia (2001) bahwa aspek positif dari individu berkembang karena adanya konfrontasi, gerak maju perkembangan dan engalaman mengatasi kecemasan. Pengalaman yang memicu terjadinya kecemasan dimulai sejak bayi dan berlangsung terus sepanjang kehidupan.
Kecemasan adalah respons emosi tanpa objek yang spesifik yang secara subjektif dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal.Kecemasan adalah kebingungan,kekhawatiran pada sesuatu yang akan terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya.
Kecemasan tidak dapat dihindari dari kehidupan individu dalam memelihara keseimbangan. Pengalaman cemas seseorang tidak sama pada beberapa situasi dan hubungan interpersonal. Hal yang ada dapat menimbulkan kecemasan biasanya bersumber dari:
a.    Ancaman integritas biologis meliputi gangguan terhadap kebutuhan dasar makan, minum, kehangatan, seks.
b.    Ancaman terhadap keselamatan diri:
-       Tidak menemukan identitas diri
-       Tidak menemukan status dan prestise
-       Tidak memperoleh pengakukan dari orang lain
-       Ketidaksesuaian pandangan diri terhadap lingkungan yang nyata

B.       Tingkat Kecemasan
Menurut Peplau ada empat tingkat kecemasan yang dialami oleh individu yaitu ringan, sedang, berat dan panik.
1.    Kecemasan Ringan
Dihubungkan dengan kecemasan sehari-hari. Individu masih waspada serta lapang presepsinya meluas,menajamkan indra. Dapat memotivasi individu untuk belajar dan mampu memecahkan maslah secara efekif dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas.
Contohnya:
Ø Seseorang yang menghadapi ujian akhir
Ø Pasangan dewasa yang akan memasuki jenjang pernikahan
Ø Individu yang akan melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi
Ø Individu yang tiba-tiba dikejar anjing menggonggong
2.    Kecemasan Sedang
Individu terfokus hanya pada pikiran yang menjadi perhatiannya, terjadi penyempitan lapangan presepsi, masih dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang lain.
Contohnya:
Ø Pasangan suami-istri yang menghadapi kelahiran bayi pertama dengan resiko tinggi
Ø Keluarga yang menghadapi perpecahan (berantakan)
Ø Individu yang mengalami konflik dalam pekerjaan
3.    Kecemasan Berat
Lapang persepsi individu sangat sempit. Pusat perhatiannya pada detail yang kecil (spesifik) dan tidak dapat berfikir tentang hal-hal yang lain. Seluruh perilaku dilakukan untuk mengurangi kecemasan dan perlu banyak perintah/arahan yang terfokus pada area lain.
Contohnya:
Ø Individu yang mengalami kehilangan harta benda dan orang yang dicintai karena bencana alam
Ø Individu dalam penyanderaan

C.      Teori Kecemasan 
1.    Teori Psikoanalitik
Menurut Freud, kecemasan timbul akibat reaksi psikologis individu terhadap ketidak mampuan mencapai orgasme dalam hubungan seksual. Energi seksual yang tidak terekspresikan akan mengakibatkan rasa cemas. Kecemasan dapat timbul secara otomatis akibat dari stimulus internal dan eksternal yang berlebihan. Akibat stimulus (internal dan eksternal) yang berlebihan sehingga melampaui kemampuan individu untuk menanganinya. Ada dua tipe kecemasan yaitu kecemasan primer dan kecemasan subsekuen.
a.       Kecemasan Primer
Kejadian traumatik yang diawali saat bayi akibat adanya stimulus tiba-tiba dan trauma pada saat persalinan, kemudian berlanjut dengan kemungkinan tidak tercapainya rasa puas akibat kelaparan atau kehausan. Penyebab kecemsan primer adalah keadaan ketegangan atau dorongan yang diakibatkan oleh faktor eksternal.
b.      Kecemasan Subsekuen
Sejalan dengan peningkatan ego dan usia, Freud melihat ada jenis kecemasan lain akibat konflik emosi di antara dua elemen kepribadian yaitu id dan superego. Freud menjelaskan bila terjadi kecemasan maka posisi ego sebagai pengembang id dan superego berda pada kondisi bahaya.
2.    Teori Interpersonal
Sullivan mengemukakan bahwa kecemasan timbul akibat ketidakmampuan untuk berhubungan interpersonal dan sebagai akibat penolakan. Kecemasan bisa dirasakan bila individu mempunyai kepekaan lingkungan. Kecemasan pertama kali ditentukan oleh hubungan ibu dan anak pada awal kehidupannya, bayi berespon seolah-olah ia dan ibunya adalah satu unit. Dengan bertambahnya usia, anak melihat ketidaknyamanan yang timbul akibat tindakannya sendiri dan diyakini bahwa ibunya setuju atau tidak setuju dengan perilaku itu.
Adanya trauma seperti perpisahan dengan orang berati atau kehilangan dapat menyebabkan kecemasan pada individu. Kecemasan yang timbul pada masa berikutnya muncul saat individu mempresepsikan bahwa ia akan kehilangan orang yang dicintainya. Harga diri seseorang merupakan faktor penting yang berhubungan kecemasan. Orang yang mempunyai presdisposisi megalami kecemasan adalah orang yang mudah terancam, mempunyai opini negatif terhadap dirinya atau meragukan kemampuannya.
3.    Teori Perilaku
Teori perilaku menyatakan bahwa kecemasan merupakan hasil frustasi akibat berbagai hal yang mempengruhi individu dan dalam mencapai tujuan yang diinginkan misalnya memperoleh pekerjaan, berkeluarga, kesuksesan dalam sekolah. Perilaku merupakan hasil belajar dari pengalaman yang dialami, kecemasan dapat juga muncul melalui konflik antara dua pilihan yang slaing berlawanan dan individu harus memilih salah satu. Konflik menimbulkan kecemasan dan akan meningkatkan presepsi terhadap konflik terhadap timbulnya perasaan ketidakberdayaan.
Konflik muncul dari dua kecenderungan yaitu ”approach” dan “avoidance”. Approach merupakan kecenderungan untuk melakukan atau menggerakan sesuatu. Avoidance adalah tidak melakukan atau menggerakan sesuatu melalui sesuatu.
4.    Teori Keluarga
Studi pada keluarga dan epidemiologi mempelihatkan bahwa kecemasan selalu ada pada tiap-tiap keluarga dalam berbagai bentuk dan sifanya heterogen.
5.    Teori Biologik
Otak memiliki reseptor khusus terhadap benzodiazepin, reseptor tersebut berfungsi membantu regulasi kecemasan. Regulasi tersebut berhubungan dengan aktivitas neurotransmiter gamma amino butyric acid (GABA) yang mengontrol aktivitas neuron di bagian otak yang bertanggung jawabmenghasilkan kecemasan.
Bila GABA bersentuhan dengan sinaps dan berikatan dengan reseptor GABA pada membran post-sinaps akan membuka saluran/atau pintu reseptor sehingga terjadi perpindan ion. Perubahan ini akan mengakibatkan eksitasi sel dan memperlambat aktifitas sel. Teori ini menjelaskan bahwa individu yang sering mengalami kecemasan mempunyai masalah dengan proses neurotasmiter ini. Mekanisme koping juga dapat terganggu karena pengaruh toksik, defisiensi nutrisi, menurunnya suplai darah, perubahan hormon dan sebab fisik lainnya.Kelelahan dapat meningkatkan iritabilitas dan perasaan cemas.

D.      Reaksi Kecemasan
Kecemasan dapt menimbulkan reaksi konstruktif dan destruktif bagi individu:
1.    Konstruktif
Individu termotivasi untuk belajar mengadakan perubahan terutama perubahan terhadap perasaan tidak nyaman dan terfokus pada kelangsungan hidup. Contohnya: Individu yang melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi karena akan dipromosikan naik jabatan.
2.    Destruktif.
Individu bertingkah laku maladaptif dan disfungsional. Contohnya: Individu menghindari kontak dengan orang lain atau mengurung diri, tidak mau mengurus diri, tidak mau makan.

E.       Mekanisme koping
Stressor
INDIVIDU
Stressor
Jika individu berada pada kondisi stress is akan menggunakan berbagai cara untuk mengatasinya, individu dapat menggunakan atu atau Iebih sumber koping yang tersedia.
Mekanisme Reaksi berorientasi pada tugas
Pertahanan ego (Defence mechanisme)
Konstruktif /Adaptasi Destruktif/Maladaptif
Keseimbangan terganggu
Usaha individu mengatasi stressor (koping)
 












F.       Task Oriented Reaction (Reaksi yang berorientasi pada tugas)
Cara ini digunakan untuk menyelesaikan masalah, dan atau untuk memenuhi kebutuhan, ada 3 macam yang berorientasi pada tugas (task oriented) yaitu antara lain:
1.    Kompromi
Yaitu cara yang konstruktif yang digunakan oleh individu dimana dalam menyelesaikan masalahnya individu menempuh jalan dengan melakukan negosiasi dan atau bermusyawarah.
2.    Menarik diri
Reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik maupun psikologis; reaksi fisik yaitu individu pergi atau lari menghindari sumber stressor misalnya menjauhi polusi, sumber infeksi, gas beracun dan lain-lain. Sedangkan reaksi psikologis individu menunjukkan prilaku apatis, mengisolasi diri, tidak berminat, sering disertai rasa rakut dan bermusuhan.
3.    Prilaku Menyerang (Fight)
Reaksi yang ditaimpilkan oleh individu dalam menghadapi masalah ini konstruktif atau destruktif, tindakan yang konstruktif penyelesaian masalah dengan teknik asertif yaitu antara lain tindakan yang dilakukan dengan mengatakann terus terang tentang ketidaksukaannya terhadap perlakuan yang tidak menyenangkan pada dirinya. Sedangkan cara destruktif yaitu individu melakukan penyerangan terhadap stressor, dapat juga merusak dirinva sendiri, orang lain maupun lingkungan dan bermusuhan.

REAKSI YANG BERSUMBER PADA PERTAHANAN EGO (DEFFENCE MECHANISME)
Reaksi ini sering digunakan oleh individu dalam menghadapi stress/kecemasan jika individu menggunakan dalam sesaat dapat mengurangi tingkat kecemasan, namun jika berlangsung dalam waktu yang lama dapat mengakibatkan gangguan orientasi realita, memburuknya hubungan interpersonal dan menurunnya produktifitas kerja, koping ini beroperasi secara tidak sadar, sehingga penyelesaiannya sering tidak realistis. Berikut ini adalah macam reaksi yang berorientasi pada pertahanan ego.



Mekanisme pertahanan diri yang bersumber dari ego
(Deffence Mechanisme)

Mekanisme Pertahanan Diri

Definisi



Kompensasi
:
Kelemahan yang ada pada dirinya ditutup dengan meningkatkan kemampuan dibidang lain untuk mengu-rangi kecemasan.
Mengingkari
:
Perilaku menolak realitas yang terjadi pada dirinya, dengan berusaha mengatakan tidak terjadi apa – apa pada dirinya.
Mengalihkan
:
Mengalihkan emosi yang diarahkan pada benda/objek yang kurang/tidak berbahaya.
Disosiasi
:
Kehilangan kemampuan mengingat peristiwa yang terjadi pada dirinya.
Identifikasi
:
Individu menyamakan dirinya dengan bintang pujaannya dengan meniru pikiran, penampilan, perilaku atau kesukaannya.
Intelektualisasi
:
Alasan atau logika yang berlebihan untuk menekan perasaan yang tidak menyenangkan.
Intropeksi
:
Perilaku dimana individu menyatukan niali oang lain atau kelompok kedalam dirinya.
Isolasi
:
Memisahkan komponen emosi dengan pikiran yang dilakukan sesaat maupun dalam waktu yang lama/panjang.
Proyeksi
:
Keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan emosi  kepada orang lain karena kesalahan yang dila-kukan sendiri
Rasionalisasi
:
Memberikan alasan yang dapat diterima secara sosial, yang tampak masuk akal untuk membenarkan kesalahan dirinya.
Reaksi formasi
:
Pembentukan sikap kesadaran dan pola perilaku yang berlawanan dengan apa yang benar – benar dirasakan atau dilakukan oleh orang lain.
Regresi
:
Menghindari stress, kecemasan dengan menampilkan perilaku kembali seperti pada perkembangan anak.
Represi
:
Menekan perasaan/pengalaman yang menyakitkan atau konflik atau ingatan dari kesadaran yang cenderung memperkuat mekanisme ego lainnya
Spiliting
:
Kegagalan individu dalam mengintegrasikan dirinya dalam menilai baik – buruk yang memandang seseorang semuanya baik – baik semuanya buruk yang tidak konsisten.
Supresi
:
Menekan perasaan/pengalaman yang menyakitkan diingkarinya sebagaimana yang pernah dikomunikasi-kan sebelumnya.
Sublimasi
:
Penerimaan tujuan pengganti yang diterima secara sosial karena dorongan yang merupakan saluran normal dari ekspresi yang terhambat.

Ada 2 metode koping yang digunakan oleh individu dalam mengatasi masalah psikologis seperti yang dikemukakan oleh Bell (1977), dua metode tersebut antara lain adalah:
1.         Metode koping jangka panjang, cara ini adalah konstruktif dan merupakan cara yang efektif dan realistis dalam menangani masalah psikologis dalam kurun waktu yang lama contohnya adalah;
a.    Berbicara dengan orang lain "curhat" (curah pendapat dari hati ke hati) dengan teman, keluarga atau profesi tentang masalah yang sedang dihadapi.
b.    Mencoba mencari informasi lebih banyak tentang masalah yang sedang dihadapi.
c.    Menghubungkan situasi atau masalah yang sedang dihadapi dengan kekuatan supra natural.
d.   Melakukan latihan fisik untuk mengurangi ketegangan/ masalah.
e.    Membuat berbagai alternatif tindakan untuk mengurangi situasi.
f.     Mengambil pelajaran dan peristiwa atau pengalaman masa lalu.
2.         Metode koping jangka pendek, cara ini digunakan untuk mengurangi stress/ketegangan psikologis dan cukup efektif untuk waktu sementara, tetapi tidak efektif untuk digunakan dalam jangka panjang contohnya adalah;
a.    Menggunakan alkohol atau obat
b.    Melamun dan fantasi.
c.    Mencoba melihat aspek humor dari situasi yang tidak menyenangkan.
d.   Tidak ragu, dan merasa yakin bahwa semua akan kembali stabil.
e.    Banyak tidur
f.     Banyak merokok
g.    Menangis
h.    Beralih pada aktifitas lain agar dapat melupakan masalah
Pada tingkat keluarga koping yang dilakukan dalam menghadapi masalah atau ketegangan seperti yang dikemukakan oleh Mc. Cubbin (1979) adalah :
-       Mancari dukungan sosial seperti minta bantuan keluarga, tetangga, teman, atau keluarga jauh
-       Reframing yaitu mengkaji ulang kejadian masa lalu agar lebih dapat menanganinya dan menerima
-       Mencari dukungan spiritual, berdoa, menemui pemuka agama atau aktif pada pertemuan ibadah
-       Menggerakan keluarga untuk mencari dan menerima bantuan
-       Penilaian secara passive terhadap peristiwa yang di alami dengan cara menonton tv, atau diam saja.

G.      Implikasi Keperawatan
1.    Pengkajian
Pengkajian ditunjukan pada fungsi fisiologis dan perubahan perilaku melalui gejala atau mekanisme koping sebagai pertahanan terhadap kecemasan. Terdapat dua tipe respons otonom tubuh terhadap kecemasan yaitu respons parasimpatis yang bertentangan dengan respon tubuh dan respons simpatis yang mengaktifkan proses tubuh. Respons simpatis lebih menonjol untuk mengaplikasikan tubuh mengatasi situasi emergensi melalui reaksi “fight” atau “flight”
a.    Stresor predisposisi
Stresor predisosisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat menyebabkan timbulnya kecemasan. Ketegangan dalam kehidupan tersebut dapat berupa:
Ø Peristiwa traumatik yang dapat memicu terjadinya kecemasan berkaitan dengan krisis yang dialami oleh individu baik krisis perkembangan atau situasional.
Ø Konflik emosional yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan baik. Konflik antara id dan superego atau antara keinginan dengan kenyataan dapat menimbulkan kecemasan pada individu.
Ø Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu berfikir secara realitis sehingga akan menimbulkan kecemasan.
Ø Frustasi akan menimbulkan rasa keidakberdayaan untuk mengambil keputusan yang berdampak terhadap ego.
Ø Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan ancaman terhadap intergritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep individu.
Ø Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani stres akan mempengaruhi individu dalam berespons terhadap konflik yang dialami karena pola mekanisme koping individu banyak dipelajari dalam keluarga.
Ø Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi respons individu dalam berespons terhadap konflik dan mengatasi kecemasannya.
Ø Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan yang mengandung benzodizepin,karena dapat menekan neurotransmiter (GABA) yang mengontrol aktivitas neuron di otak yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan.
b.        Stresor presipitasi
Stresor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat mencetuskan timbulnya kecemasan. Sresor presipitasi kecemasan dikelompokkan menjadi dua bagian:
1)        Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang dapat mengancam integritas fisik yang meliputi:
Ø Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem imun, regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal (mis.hamil).
Ø Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri, polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya tempat tinggal.
2)        Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal.
Ø Sumber internal: Kesulitan dalam berhubungan interpersonal di rumah dan di tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap integritas fisik juga dapat mengancam harga diri.
Ø Sumber eksternal: Kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya.
c.    Perilaku
Secara langsung kecemasan dapat diekspresikan melalui respons fisiologis dan psokologis dan secara tidak langsung melalui pengembangan mekanisme koping sebagai pertahanan melawan kecemasan.
1).      Respons fisiologis.Secara fisiologis respons tubuh terhadap kecemasan adalah dengan mengaktifkan sistem saraf otonom (simpatis maupun parasimpatis). Sistem saraf simpatis akan mengaktivasi proses tubuh,sedangkan sistem saraf parasimpatis akan meminimalkan proses tubuh. Reaksi tubuh terhadap stres (kecemasan) adalah “fliht” atau “flight”.
Bila korteks otak menerima rangsang akan dikirim melalui saraf simpatis ke kelenjar adrenal yang akan melepaskan adrenalin atau epinefrin sehingga efeknya antara lain napas menjadi lebuuh dalam, nadi meningkat dan tekanan darah meningkat. Darah akan tercurah terutama ke jantung, susunan saraf pusat dan otot. Dengan peningkatan glikogenolisis maka gula darah akan meninggi.
2).      Respons psikologis. Kecemasan dapat mempengaruhi aspek interpersonal maupun personal. Kecemasan tinggi akan mempengaruhi koordinasi dan gerak refleks. Kesulitan mendengarkan akan mengganggu hubungan dengan orang lain. Kecemasan dapat membuat individu menarik diri dan menurunkan keterlibatan orang lain.
3).      Respons kognitif. Kecemasan dapat mempengaruhi kemampuan berfikir baik proses berfikir maupun isi pikir, di antaranya adalah tidak mampu memperhatikan, konsentrasi menurun, mudah lupa, menurunnya lapangan persepsi, bingung.
4).      Respon afektif. Secara afektif klien akan mengekpresikan dalam bentuk kebingungan dan curiga berlebihan sebagai reaksi emosi terhadap kecemasan.
d.   Penilaian terhadap stresor
Pemahaman terhadap kecemasan memerlukan integritas pengetahuan dari berbagai sudut pandang. Diketahui bahwa stresor yang dialami akan menimbulkan kecemasan pada klien sesuai tingkat dan kondisi kecemasan, dipengaruhi oleh banyak faktor yang membutuhkan penanganan multifaktor.
e.    Sumber dan mekanisme koping
Individu dapat menanggulangi stres dan kecemasan dengan menggunakan atau mengambil sumber koping dari lingkungan baik dari sosial, intrapersonal dan interpersonal. Sumberkoping di antaanya adalah aset ekonomi, kemampuan memecahkan masalah, dukungan sosial budaya yang diyakini. Dengan integrasi sumber-sumber koping tersebut individu dapat mengadposi strategi koping yang efektif.
Kemampuan individu menanggulangi kecemasan secara konstruksi merupakan faktor utama yang membuat klien berperilaku patologis atau tidak. Bila individu sedang mengalami kecemasan ia akan mencoba menetralisasi, mengingkari atau meniadakan kecemasan dengan mengembangkan pola koping. Pada kecemasan ringan, meknisme koping yang digunakan adalah menangis, tidur, makan, tertawa, berkhayal, memaki, merokok, olahraga, mengurangi kontak mata dengan orang lain, membatasi siri pada orang lain.
Mekanisme koping untuk mengatasi kecemasan sedang, berat dan panik membutuhkan banyak energi. Mekanisme koping yang dapat dilakukan ada dua jenis:
1).      Task oriented reaction” atau reaksi yang berorientasi pada tugas. Tujuan yang ingin dicapai dengan melakukan koping ini adalah individu mencoba menghadapi kenyataan tuntuan stres dengan menilai secara objektif ditunjukan untuk mengatasi masalah, memulihkan konflik dan memenuhi kebutuhan.
2).      Ego oriented reaction” atau reaksi berorientasi pada ego. Koping ini tidak selalu sukses dalam mengatasi masalah. Mekanisme ini sering kali digunakan untuk melindungi diri sendiri, sehingga disebut mekanisme pertahanan ego diri biasanya mekanisme ini tidak membantu untuk mengatasi masalah seccara realita. Untuk manilai penggunaan mekanisme pertahanan kien apakah adaptif atau tidak adaptif, kita perlu mengevaluasi hal-hal berikut:
Ø Perawat dapat mengnali secar akurat penggunaan mekanisme pertahanan klien
Ø Tingkat penggunaan mekanisme pertahanan diri tersebut apa pengaruhnya terhadap disorganisasi kepribadian
Ø Pengaruh penggunaan mekanisme pertahanan terhadap kemajuan kesehatan klien
Ø Alasan klien mengunakan mekanisme pertahanan

2.    Diagnosa keperawatan
                            I.          Panik yang berhubungan dengan penolakan keluarga karena bingung dan gagal mengambil keputusan
                         II.          Kecemasan berat yang berhubungan dengan konflik perkawinan
                      III.          Kecemasan sedang yang berhubungan dengan tekanan finansial
                      IV.          Ketidakefektifan koping individu yang berhubungan dengan kematian saudara kandung
                         V.          Ketidakefektifan koping individu yang berhubungan dengan dampak anak sakit
                      VI.          Ketakutan yang berhubungan dengan rencana pembedahan

3.      Intervensi Keperawatan
Tujuan utama perawat bekerja dengan klien cemas adalah bukan untuk membebaskan klien secara total keluar dari kecemasan, tetapi bagaimana klien mengembangkan cara dan kemampuan menoleransi kecemasan ringan dan menggunakan cara tersebut secara konstrutif.
Tujuan keperawatan adalah membantu klien untuk mengembangkan nilai-nilai yang dimiliki karena saat kecemasan terjadi pertentangan antara situasi yang mengacam dengan nilai-nilai yang diidentifikasi individu sesuai dengan eksistensinya. Perawat membantu klien memilih nilai yang diyakini. Klien juga diharapkan mampu mencari jalan keluar dari kecemasannya dengan menggunakan mekanisme koping tertentu.
Perencanaan intervensi ini melibatkan klien secara aktif atau meningkatkan pertisipasinya dalam perawatan diri dan pengambilan keputusan bagi dirinya secara bertahap, hal ini akan meningkatkan rasa tanggung jawab dan merupakan reinforcement untuk perkembangan dirinya.
Kriteria hasil dari intervensi:
Ø Klien mendiskusikan tentang perasaan cemasnya
Ø Klien mengidentifikasikan respons terhadap stres
Ø Klien mendiskusikan suatu topik ketika bertemu dengan perawat

a.    Kecemasan tingkat sedang
Intervensi terhadap kecemasan tingkat sedang merupakan tindakan suportif dan dicapai melalui pencapaian tujuan jangka pendek. Implementasi ditunjukan untuk membantu klien melakukan upaya untuk mengatasi stres. Tujuan jangka panjang fokusnya membantu klien memahami penyebab kecemasan dan mempunyai cara baru untuk mengontrolnya. Edukasi merupakan aspek penting pada klien untuk meningkatkan respons adaptif terhadap stres.
·         Pengenalan terhadap sumber kecemasan. Eksporasi perasaan klien, perlihatkan diri sebagai orangyang hangat, menjadi pendengar yang baik/responsif, beri waktu yang cukup dan dukung terhadap ekspesi perasaan klien dan gunakan teknik komunikasi yang tepat serta mulai dari topik ringan.
·         Menyadari adanya cemas. Bantu kien mengenali perasaan kecemasan dan menyadari nilainya. Jelaskan dengan merincikan situasi yang diduga penyebab cemasnya. Bantu klien menganalisis penyebab konfliknya berkembang dan hubungkan keadaan saat ini dengan pengalaman yang lalu.
·         Membantu memiliki koping terhadap ancaman. Dorong klien untuk menggunakan koping adaptif dan efektif yang telah berhasil digunakan pada waktu lalu. Bantu klien untuk melihat keadaan saat inidan kepuasan mencapai tujuan. Lakukan terapi kognitif dan terapi perilaku yang bertujuan untuk menurunkan kecemasan, memperbaiki kognitif dan mempelajari perilaku baru. Bantu klien memodifiksi perilakunya dan mempelajari cara koping yang baru terhadap stres.
·         Meningkatkan respons relaksasi. Tujuan jangka panjang ditujukan untuk menolong klien mengatur distres emosional. Dapat dilakukan secara individual kelompok kecil atau besar. Manfaat utama dari relaksasi ini adalah klien dapat mempraktikkan teknik yang mereka pelajari untuk meningkatkan kontrol diri.
b.      Kecemasan tingkat berat dan panik.
Intervensi terhadap kecemasan tingkat berat dan panik meliputi:
·         Menjalin hubungan saling percaya. Jelaskan pada klien tujuan interaksi. Dorong klien untuk mendiskusikan perasaan kecemasan , rasa frustasi. Lindungi klien, beri tindakan yang suportif dan mendengar aktif, jawab pertanyaan klien secara langsung, selalu berada dekat klien tetapi perhatikan teritorialnya. Gunakan komunikasi verbal dan nonverbal untuk memberi gambaran kesadaran dan penerimaan verhadap kecemasannya.
·         Meningkatkan kesadaran diri. Perawat harus dapat menyadari perasaan cemasnya membuka perasaan cemasnya dan menanganina secara konstruktif dan gunakan cara yang dilakukan perawat secara terapeutik untuk membantu mengatasi kecemasan klien. Waspada tehadap adanya tanda kecemasan ,sadari dan eksplorasi penyebabnya. Kecemasan perawat akan ditransfer ke klien sehingga intervensi tidak akan efektif.
·         Melindungi klien. Anjurkan klien untuk menjelaskan kecemasan yang dapat dikontrolnya sehingga dengan berada dalam situasi yang aman, klien merasa tidak ada yang mengancam. Kembangkan mekanisme koping untuk menemukan dan mengatasi masalah yang tidak disadari. Beri alternatif pilihan pengganti, tidak mengonfrontasi dengan objek yang ditakutinya, tidak ada argumen, tidak mendukung fobinya, terapkan batasan perilaku klien untuk membantu mencapai kepuasan dengan aspek lain.
·          Modifikasi lingkungan. Fasilitasi lingkungan dengan stimulus yang minimal, tenang dan membatasi interaksi dengan orang lain atau kurangi kontak dengan penyebab stresnya. Tingkatan status fisik dengan melakukan tindakan yang membuat rasa nyaman dan relaks seperti mandi hangat, mesase dan mandi rendam.
·         Motivikasi unuk melakukan aktifitas. Dorong klien untuk melakukan aktivitas yang disukainya, hal ini akan membatasi kemungkinan klien menggunakan mekanisme koping yang tidak adekuat  dan meningkatkan partisipasi dan perasaan puas. Libatkan keluarga dalam membuat jadwal kegiatan karena mereka merupaka pendukung.
·         Pengobatan. Intervensi keperawatan mencakup pemberian pengobatan dan biasanya diberikan antidepresan atau antipsikotik. Pengobatan disertasi dengan penatalaksanaan psikososial.






























BAB III
PENUTUP


A.      KESIMPULAN
Kecemasan merupakan suatu sensasi aphrehensif atau perasaan takut yang menyeluruh, dan hal ini merupakan sesuatu yang wajar terjadi pada setiap individu, akan tetapi bila hal ini terlalu berlebihan maka dapat menjadi suatu yang abnormal. Anxiety disorder berupa gangguan fobia, gangguan panik, gangguan obsesif-kompulsif, gangguan anxietas menyeluruh, dan gangguan stres pasca trauma. Kecemasan muncul karena individu memikirkan atau membayangkan suatu tindakan atau peristiwa yang dilakukan secara berlebihan, sehingga pada saat melakukan kegiatan tersebut individu cenderung merasa tertekan akan tindakan yang pernah dibayangkannya secara berlebihan. Gangguan kecemasan ini merupakan salah satu bentuk dari penyakit mental. Penyebabnya bisa apa saja, seperti ketidakseimbangan kimia dalam tubuh, perubahan struktur otak, stres lingkungan, trauma dan phobia, dan lain-lain.

B.    SARAN

Sebagai manusia, cemas adalah suatu hal yang tidak dapat kita hindari dan itu wajar, tetapi apabila cemas berlangsung lama dan berkepanjangan akan mengakibatkan gangguan diri) emosi.












DAFTAR PUSTAKA

Tim Keperawatan Jiwa (2000), Kumpulan Materi Kuliah Keperawatan Jiwa untuk Mahasiswa Program Studi Keperawatan Kimia 17 Poltekkes Depkes Jakarta III
Suliswati (dkk).2004.Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa.Jakarta:EGC.

1 comment: