Tuesday 3 February 2015

BALUT BIDAI




BALUT DAN BIDAI

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah





Disusun oleh :
Kelompok 4 (2 Reguler B)
Annisa Resiana
P17420313050
Dewi Aisyah
P17420313055
Ika Safitri
P17420313062
Kiki Suryaningsih
P17420313067
Noor Hanimah
P17420313076
Tissa Opilaselli
P17420313087
Bagas Amirul Rizal
P17420312054

Dosen Pengampu
Supriyo SST M.Kes

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN PEKALONGAN
2015
BAB I
PENDAHULUAN

A.      Pendahuluan
Sering kita jumpai pada saat mengevakuasi korban kecelakaan atau korban bencana alam seperti tanah longsor, gempa bumi, bisanya di pergunakan sebuah penopang kayu atau besi dan sebagainya di bagian tubuh tertentu yang diduga terjadi syok, fraktur, ataupun retak. Benda tersebut adalah balut bidai.
Balut bidai adalah penanganan umum trauma ekstremitas atau imobilisasi dari lokasi trauma dengan menggunakan penyangga misalnya splinting (spalk). Balut bidai adalah jalinan bilah (rotan, bambu) sebagai kerai (untuk tikar, tirai penutup pintu, belat, dsb) atau jalinan bilah bambu (kulit kayu randu dsb) untuk membalut tangan patah dsb.

B.       Tujuan
1.      Mahasiswa dapat mengetahui definisi blut bidai
2.      Mahasiswa dapat mengetahui macam-macam balut bidai
3.      Mahasiswa dapat mempraktekan balu bidai

C.      Sistematika
Sistematika pada makalah kasus ini diantaranya adalah sebagai berikut. BAB I berisi pendahuluan yang meliputi : pendahuluan, tujuan, dan sistematika. Kemudian pada BAB II berisi tinjauan teori meliputi : definisi, teknik balut dan teknik bidai berikut tentang caranya. Untuk BAB III berisi kesimpulan.











BAB II
PEMBAHASAN

1.        TEKNIK BALUT
Luka dan patah tulang akibat kecelakaan atau trauma  merupakan salah satu kondisi yang sering terjadi.  Dan  pertolongan terhadap luka  yang paling sering dapat dilakukan pertama adalah dengan melakukan pembalutan.
Prinsip  membalut ialah untuk menahan sesuatu agar tidak bergeser dari tempatnya.
Sehingga tujuan pembalutan adalah:
-       Mempertahankan bidai, kasa penutup dan lain-lain
-       Imobilisasi, dengan menunjang bagian tubuh yang cedera dan  menjaga agar bagian tubuh yang cedera tidak bergerak
-       Sebagai penekan untuk menghentikan perdarahan dan menahan pembengkakan
-       Mempertahankan keadaan asepsis
Secara umum untuk melakukan pembalutan diperlukan prosedur berikut :
Ø Menanyakan penyebab luka atau bagaimana luka tersebut terjadi
Ø Memperhatikan  tempat atau letak yang akan dibalut dengan berdasar pada permasalahan berikut :
a.         Bagian tubuh yang mana?
b.         Apakah ada luka terbuka atau tidak?
c.         Bagaimana luas luka?
d.        Apakah perlu membatasi gerak bagian tubuh tertentu?
Jika ada luka terbuka, maka sebelum dibalut perlu diberi desinfektan atau dibalut dengan pembalut yang mengandung desinfektan. Demikian pula jika terjadi dislokasi, maka perlu dilakukan tindakan reposisi terlebih dahulu.
a.       Memperhatikan bentuk-bentuk bagian tubuh yang akan dibalut, yaitu:
·         Bentuk bulat seperti kepala
·         Bentuk silinder seperti leher, lengan atas, jari tangan dan tubuh
·         Bentuk kerucut seperti lengan bawah dan tungkai atas
·         Bentuk persendian yang tidak teratur
b.      Memilih jenis pembalut yang akan dipergunakan (bisa salah satu atau kombinasi)
c.       Menentukan posisi balutan dengan mempertimbangkan hal-hal berikut :
-            Membatasi pergeseran / gerak bagian tubuh yang perlu difiksasi
-            Sesedikit mungkin membatasi gerak bagian tubuh yang lain
-            Mengusahakan  posisi balutan yang paling nyaman untuk kegiatan pokok korban
-            Tidak mengganggu peredaran darah (misalnya pada balutan berlapis, maka lapis yang paling bawah diletakkan di sebelah distal)
-            Balutan diusahakan tidak mudah lepas atau kendor

Bentuk pembalut yang dapat digunakan terdapat beberapa bentuk :
1). Plester
biasanya dipergunakan untuk menutup luka yang telah diberi antiseptik. Juga dapat dipakai merekatkan penutup luka dan fiksasi pada sendi yang terkilir.
2). Pembalut pita/gulung
 dapat dibuat dari kain katun, kain kasa, flannel ataupun bahan elastik. Di pasaran, yang banyka dijual sebagai pembalut pita adalah yang terbuat dari kain kasa.
-       Ada beberapa ukuran pembalut pita/gulung:
-       Pembalut pita ukuran 2,5 cm untuk jari-jari
-       Pembalut pita ukuran 5 cm untuk leher dan pergelangan tangan
-       Pembalut pita ukuran 7,5 cm untuk kepala, lengan atas, lengan bawah, betis dan kaki.
-       Pembalut pita ukuran 10 cm untuk paha dan sendi panggul
-       Pembalut pita ukuran >10 - 15 cm untuk dada, punggung dan perut
3). Mitela  merupakan kain segitiga sama kaki dengan panjang kaki 90 cm, terbuat dari kain mori. Pada penggunaannya seringkali dilipat-lipat sehingga menyerupai dasi.  Dalam hal ini mitela dapat diganti dengan pembalut pita.


 







4). Funda  adalah kain segitiga samakaki yagn sisi kiri dan kanannya dibelah 6    10 cm tingginya dari alas, sepanjang kurang lebih 1/3 dari panjang alas  dan sudut puncaknya dilipat ke dalam. Ada beberapa kegunaan dari pembalut funda ini seperti funda maksila, funda  nasi, funda frontis, funda vertisis, funda oksipitis dan funda kalsis.


 






5). Platenga  merupakan pembalut segitiga yang dibelah dari puncak sampai setengah tingginya. Pembalut ini biasa digunakan pada pembalutan payudara/mammae untuk mengurangi nyeri mastitis atau untuk membalut perut atau panggul.







A.       Cara membalut dengan pita (gulung)
Pembalut pita dapat digunakan sebagai pengganti pembalut yang berbentuk segitiga. Secara umum cara membalut dengan pita dapat mengikuti langkah-langkah berikut:
a)        Berdasar  pada  besar bagian tubuh yang akan dibalut,  maka dipilih pembalut pita dengan ukuran Iebar yang sesuai.
b)        Pembalutan biasanya  dibuat bebrapa  lapis, dimulai dari  salah satu ujung yang dibalutkan  mulai dari  proksimal  bergerak  ke distal  untuk  menutup sepanjang bagian tubuh  yang akan dibalut,  kemudian dari  distal ke proksimal dibebatkan dengan arah  bebatan saling menyilang dan tumpang tindih antara  bebatan yang satu dengan bebatan berikutnya.
c)        Kemudian ujung  pembalut  yang  pertama  diikat dengan ujung yang lain secukupnya.
Beberapa teknik penggunaan pembalut pita antara lain :
1).      Balutan sirkuler (spiral bandage)
Digunakan untuk membalut bagian tubuh yang berbentuk silinder.







Caranya:
Pembalut mula-mula dikaitkan dengan 2-3 putaran, lalu pada saat membalut tepi atas balutan harus menutupi tepi bawah balutan sebelumnya, demikian seterusnya.
2).      Balutan pucuk rebung (spiral reverse bandage)
Digunakan untuk membalut bagian tubuh yang berbentuk kerucut.







Caranya:
Setelah pembalut dikaitkan dengan 2-3 putaran, maka pembalut diarahkan ke atas dengan menyudut 45°, lalu di tengah pembalut  tadi dilipat mengarah ke bawah dengan sudut 45° juga, demikian seterusnya.
3).      Balutan angka delapan (figure of eight)
Teknik balutan yang dapat digunakan pada hampir semua bagian tubuh, terutama pada daerah persendian. Pada kasus terkilir, ligamentum yang sering robek ialah yang terletak di lateral, karena itu kaki diletakkan dalam posisi eversi/rotasi eksterna untuk mengistirahatkan dan mendekatkan kedua ujung ligamentum tersebut baru kemudian dibalut.








Caranya:
-       Pembalut mula-mula  dililitkan di pergelangan  beberapa kali, lalu diteruskan ke punggung kaki (dalam hal membalut pergelangan kaki), melingkari telapak kaki, naik lagi ke punggung dan pergelangan kaki, demikian seterusnya sehingga membentuk angka delapan.
-       Untuk menghindari menghindari teregangnya balutan ini, dipergunakan plester selebar 2-3 cm. Plester tersebut dilekatkan dari sisi medial pergelangan melingkari telapak kaki ke sisi lateral, lalu dari sisi medial punggung kaki melingkari rtumit ke sisi lateral, demikian seterusnya dengan diselang-seling. Plester harus cukup panjang hingga mencapai kulit yang tak terbalut. Balutan ini harus diganti setiap 4-6 hari.
4).      Balutan rekurens (recurrent bandage)
Balutan  ini dapat dilakukan pada kepala atau ujung jari, misalnya pada luka di puncak kepala.







Caranya:
Pembalut dilingkarkan di kepala tepat di atas telinga 2-3 kali. Setelah pembalut mencapai pertengahan dahi, dengan dipegang oleh seorang pembantu pembalut ditarik ke oksiput dan disini dipegang oleh pembantu, lalu pembalut kembali ditarik ke dahi.  Setelah seluruh kepala tertutup, ujung-ujung bebas di dahi dan di oksiput ditutup dengan balutan sirkuler lagi. Lalu diperkuat dengan plester selebar 2-3 cm mengelilingi dahi sampai oksipital.

B.       Cara membalut dengan mitella
Dalam kasus pertolongan pertama, pembalut segitiga sangat banyak gunanya, sehingga dalam perlengkapan medis pertolongan pertama pembalut jenis ini sebaiknya disediakan lebih dari satu macam.
Mitella dipergunakan untuk membalut bagian tubuh yang berbentuk  bulat. Dapat pula untuk menggantung lengan yang cedera. Selain itu dapat dilipat sejajar dg alasnya, menjadi pembalut bentuk dasi (cravat), dalam hal ini mitella dapat diganti dengan pembalut pita.
Secara umum cara membalut dengan pita dapat mengikuti langkah-langkah berikut:
a.    Salah satu sisi mitella dilipat 3-4 cm sebanyak 1-3 kali.
b.   Pertengahan sisi yang telah terlipat diletakkan di luar bagian yang akan dibalut, lalu ditarik secukupnya dan kedua ujung sisi itu diikatkan.
c.    Salah satu ujung lainnya  yang bebas  ditarik dan dapat diikatkan pada  ikatan  (b) diatas, atau diikatkan pada tempat lain atau dapat dibiarkan  bebas, hal ini tergantung tempat dan kepentingannya.
A).    Membalut tubuh
Membalut dada
Puncak kain segitiga diletakkan di salah satu  bahu penderita, sedang sisi alasnya dirapatkan di perut dan kedua sudut alasnya ditarik ke punggung kemudian disimpulkan.
Puncak kain tadi dari atas bahu ditarik ke punggung dan disimpulkan dengan salah satu sudut alas.








·      Bidai sudah harus dipasang sebelum dipindahkan ke tempat lain.

d.   Bidai pada Kasus Patah Tulang Betis
Seperti pada lengan bawah, betis memiliki dua buah tulang panjang, yakni tulang kering dan tulang betis.  Karena letaknya tidak begitu terlindungi maka tulang kering lebih mudah patah. Apabila hanya salah satu yang patah maka tulang yang lain dapat berfungsi bidai. Karena itu meskipun sepintas tampak utuh, kemungkinan patah tetap harus dipikirkan.
Tanda-tanda patah tulang betis adalah nyeri tekan di tempat yang patah, nyeri sumbu, dan rasa sakit bila kaki digerakkan.  Nyeri tekan disini dapat pula diperiksa dengan menekan betis dari arah depan dan belakang sekaligus.
Tindakan pertolongan:
·      Dengan dua bidai,  betis dibidai dari mata kaki sampai beberapa jari di atas lutut. Papan bidai dibungkus dengan kain atau selimut untuk tempat menempatkan betis. Di bawah lutut dan mata kaki diberi bantalan.






·      Selama menunggu pengangkutan kaki diletakkan lebih tinggi dari bagian tubuh lainnya, untuk menghambat pembengkakan dan mengurangi rasa sakit.
·      Apabila tulang yang patah terdapat di atas pergelangan kaki, pembidaian berlapis bantal dipasang dari lutut hingga menutupi telapak kaki.

















BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Balut bidai adalah pertolongan pertama dengan pengembalian anggota tubuh yang dirasakan cukup nyaman dan pengiriman korban tanpa gangguan rasa nyeri. (Muriel Street, 1995)
Balut bidai adalah suatu cara untuk menstabilkan/menunjang persendian dalam menggunakan sendi yang benar/melindungi trauma dari luar (Barbara C Long, 1996)
Jadi balut bidai adalah suatu balutan yang dibalutkan pada area tubuh tertentu dengan menggunakan perban/mitela yang biasanya disangga balok kayu ataupun besi tujuannya untuk melindungi trauma, mengurangi pergerakan pada daerah patah atau retak.





















DAFTAR PUSTAKA


Ely, A dkk.1996. Penuntun Praktikum Keterampilan Kritis III Untuk Mahasiswa D-3 Keperawatan. Jakarta: Salemba.
Mancini, Mary E. 1994. Prosedur Keperawatan Darurat. Jakarta : EKG.
Mohamad, Kartono. 1991. Pertolongan Pertama. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Purwadianto, Agus. 2000. Kedaruratan medik. Jakarta : Binarupa Aksara.
Schaffer, dkk. 2000. Pencegahan Infeksi & Praktek Yang Aman. Jakarta : EGC.

1 comment: