ABORTUS
Makalah
ini disusun guna memenuhi Tugas Keperawatan Gawat Darurat III
Dosen
Pembimbing : Sri Hartati, SKM Mkes
Disusun Oleh :
1.
Dimas
Janu Pratama
2.
Latifatunnisa
Rusiana
3.
Loly
Risqiyani
4.
Wiwik
Nurkhikmah
3
REGULER B
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
PRODIDIII KEPERAWATAN PEKALONGAN
TAHUN 2015
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya kepada
penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “ABORTUS”
guna memenuhi tugas Keperawatan Gawat Darurat III.
Kami
mengucapkan terimakasih kepada :
1.
Ibu Sri Hartati, SKM.
MKes selaku pembimbing mata kuliah Gawat Darurat III
2.
Teman-teman 3 Reguler B
yang kami sayangi
3.
Pihak yang terkait
dalam pembuatan makalah ini.
Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan saran yang dapat membangun agar penulis bisa lebih baik
lagi dalam menyusun makalah ke depannya.
Pekalongan,
November 2015
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dewasa ini, terdapat beberapa macam
kelainan dalam kehamilan, dan yang paling sering terjadi adalah abortus.
Abortus adalah keluarnya janin sebelum mencapai viabilitas, dimana masa gestasi
belum mencapai usia 22 minggu dan beratnya kurang dari 500gr (liewollyn, 2002).
Terdapat beberapa macam abortus, yaitu abortus spontan, abortus buatan, dan
abortus terapeutik. Abortus spontan terjadi karena kualitas sel telur dan sel
sperma yang kurang baik untuk berkembang menjadi sebuah janin. Abortus buatan
merupakan pengakhiran kehamilan dengan disengaja sebelum usia kandungan 28
minggu. Pengguguran kandungan buatan karena indikasi medik disebut abortus
terapeutik (Prawirohardjo, 2002).
Angka kejadian abortus, terutama abortus
spontan berkisar 10-15%. Frekuensi ini dapat mencapai angka 50% jika diperhitungkan
banyaknya wanita mengalami yang kehamilan dengan usia sangat dini,
terlambatnya menarche selama beberapa hari, sehingga seorang wanita tidak
mengetahui kehamilannya. Di Indonesia, diperkirakan ada 5 juta kehamilan
per-tahun, dengan demikian setiap tahun terdapat 500.000 - 750.000 janin yang
mengalami abortus spontan.
Abortus terjadi pada usia kehamilan
kurang dari 8 minggu, janin dikeluarkan seluruhnya karena villi koriales belum
menembus desidua secara mendalam. Pada kehamilan 8–14 minggu villi koriales
menembus desidua secara mendalam, plasenta tidak dilepaskan sempurna sehingga
banyak perdarahan. Pada kehamilan diatas 14 minggu, setelah ketubah pecah janin
yang telah mati akan dikeluarkan dalam bentuk kantong amnion kosong dan
kemudian plasenta (Prawirohardjo, 2002).
Menariknya pembahasan tentang abortus
dikarenakan pemahaman di kalangan masyarakat masih merupakan suatu tindakan
yang masih dipandang sebelah mata. Oleh karena itu, pandangan yang ada di dalam
masyarakat tidak boleh sama dengan pandangan yang dimiliki oleh tenaga
kesehatan, dalam hal ini adalah perawat setelah membaca pokok bahasan ini.
Peran perawat dalam penanganan abortus
dan mencegah terjadinya abortus adalah dengan memberikan asuhan keperawatan
yang tepat. Asuhan keperawatan yang tepat untuk klien harus dilakukan untuk
meminimalisir terjadinya komplikasi serius yang dapat terjadi seiring dengan
kejadian abortus.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa yang pengertian
abortus ?
2.
Apa penyebab abortus ?
3.
Apa tanda dan gejala
abortus ?
4.
Bagaimana patofisiologi
abortus ?
5.
Bagaimana penanganan
abortus ?
6.
Bagaimana asuhan
keperawatan pada abortus ?
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Tujuan
Umum
Mengetahui dan memahami
tentang abortus
2.
Tujuan
Khusus
a.
Untuk mengetahui
pengertian abortus
b.
Untuk mengetahui penyebab
abortus
c.
Untuk
mengetahui tanda dan gejala
d.
Untuk mengetahui patofisiologi
e.
Untuk mengetahui penanganan
f.
Untuk mengetahui asuhan keperawatan
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Abortus adalah pengeluaran hasil
konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan (Mochtar Rustam, 1998).
Abortus Inkompletus adalah
pengeluaran konsepsi yang hanya sebagian dan hasil yang tertinggal berupa
desidua atau plasenta (Mochtar Rustam, 1998).
Abortus adalah pengeluaran atau
ekstraksi janin atau embrio yang berbobot 500 gram atau kurang, dari ibunya
yang kira – kira berumur 20 sampai 22 minggu kehamilan (Moore, 2001).
B. Etiologi
Sebab-sebab abortus tersebut antara lain:
1.
Etiologi dari keadaan
patologis
Abortus spontan terjadi
dengan sendiri atau yang disebut dengan keguguran.Prosentase abortus ini 20% dari semuajenis
abortus. Sebab-sebab abortus
spontan yaitu :
a.
Faktor
Janin
Perkembangan
zigot abnormal. Kondisi ini menyebabkan kelainan pertumbuhan yang sedemikian
rupa sehingga janin tidak mungkin hidup terus. Abortus spontan yang disebabkan
oleh karena kelainan dari ovum berkurang kemungkinannya kalau kehamilan sudah
lebih dari satu bulan, artinya makin muda kehamilan saat terjadinya abortus
makin besar kemungkinan disebabkan oleh kelainan ovum. Beberapa sebab abortus adalah :
1)
Kelainan
kromosom
Pada
umumnya kelainan kromosom yang terbanyak mempengaruhi terjadinya aborsi adalah
Trisomi dan Monosomi X. Trisomi autosom terjadi pada abortus trisemester
pertama yang disebabkan oleh nondisjuntion atau inversi kromosom. Sedangkan
pada monosomi X (45, X)
merupakan kelainan kromosom
tersering dan memungkinkan lahirnya bayi perempuan hidup (sindrom Turner).
2)
Mutasi atau faktor poligenik
Dari
kelainan janin ini dapat dibedakan dua jenis aborsi, yaitu aborsi aneuploid dan
aborsi euploid. Aborsi aneuploid terjadi karena adanya kelainan kromosom baik kelainan struktural
kromosom atau pun komposisi kromosom. Sedangkan pada abortus euploid, pada
umumnyanya tidak diketahuai penyebabnya. Namun faktor pendukung aborsi mungkin
disebabkan oleh : kelainan genetik, faktor ibu, dan beberapa faktor ayah serta
kondisi lingkungan. (Williams,2006)
b.
Faktort ibu
Berbagai penyakit ibu
dapat menimbulkan abortus misalnya:
1) infeksi, yang terdiri dari :
a) Infeksi akut
2) Keracunan, misalnya keracunan
tembaga, timah, air raksa, dll.
3) Penyakit kronis, misalnya : hipertensi,
nephritis, diabetes, anemia berat, penyakit jantung, toxemia gravidarum yang
berat.
4) Trauma, misalnya laparatomi atau kecelakaan dapat menimbulkan
abortus.
5) Kelainan alat kandungan hipolansia, tumor uterus, serviks yang
pendek, retro flexio utero incarcereta, kelainan endometriala, selama ini dapat
menimbulkan abortus.
7) Uterus terlalu cepat meregang (kehamilan ganda,mola)
c. Pemakainan obat dan faktor lingkungan
1) Tembakau
Merokok dapat meningkatkan resiko abortus euploid. Wanita
yang merokok lebih dari 14 batang per hari memiliki resiko 2 kali lipat
dobandingkan wanita yang tidak merokok.
2) Alkohol
Abortus spontan dapat
terjadi akibat sering mengkonsumsi alkohol selama 8 minggu pertama kehamilan.
3) Kafein
Konsumsi kopi dalam jumlah lebih daari empat cangkir per
hari tampak sedikit meningkatkan abortus spontan
4) Radiasi
5) Kontrasepsi
Alat kontrasepsi dalam rahim berkaitan dengan peningkatan
insiden abortus septik setelah kegagalan kontasepsi.
6) Toxin lingkungan
Pada sebagian besar kasus, tidak banyak informasi yang
menunjukkan bahan tertentu di lingkungan sebagai penyebab. Namun terdapat
buktibahwa arsen, timbal, formaldehida, benzena dan etilen oksida dapat
menyebabkan abortus
(Barlow, 1982)
d. Faktor Imunologis
1) Autoimun
2)
Alloimun
e. Faktor ayah
Translokasi
kromosom pada sperma dapat mnyebabkan abortus.
(William, 2006).
2. Etiologi non-patologis misalnya : aborsi karena permintaan wanita
yang bersangkutan
C.
Tanda
dan Gejala
Manifestasi klinis yang mungkin
dapat terjadi menurut Mochtar Rustam (1998) :
1.
Amenorea.
2.
Sakit perut dan mulas-mulas.
3.
Perdarahan yang bisa sedikit atau
banyak, dan biasanya seperti stolsel (darah beku).
4.
Sudah ada keluar fetus atau
jaringan.
5.
Sering terjadi infeksi.
Pada
pemeriksaan dalam untuk abortus yang baru terjadi didapati serviks terbuka,
kadang-kadang dapat diraba sisa-sisa jaringan dalam kanalis servikalis atau
kavum uteri serta uterus yang berukuran lebih kecil dari seharusnya.
D.
Patofisiologi
Etiologi dari abortus adalah faktor kromosom, kelainan
alat-alat reproduksi ibu, gangguan sirkulasi plasenta dan penyakit-penyakit ibu
yang dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan kromosom. Kelainan alat-alat
reproduksi ibu juga mengakibatkan terjadi kelainan pertumbuhan kromosom.
Kelainan pertumbuhan kromosom ini dapat menyebabkan terlepasnya jaringan
placenta.
Gangguan sirkulasi placenta juga menyebabkan
terlepasnya jaringan placenta. Penyakit ibu seperti anemia dapat mengakibatkan
gangguan peredaran darah dalam placenta sehingga menyebabkan terlepasnya
jaringan placenta. Sedangkan penyakit ibu seperti infeksi dapat mengakibatkan
kelainan pada placenta, sehingga placenta tidak dapat berfungsi dan
mengakibatkan terlepasnya jaringan placenta menyebabkan keluarnya sebagian
hasil konsepsi dalam uterus, sehingga menyebabkan nyeri. Terlepasnya jaringan
placenta ini dapat terjadi perdarahan pada ibu sehingga mengakibatkan
perubahan status kesehatan. Karena kurangnya terpajan informasi, maka terjadi perubahan
status kesehatan. Akibat perdarahan maka dapat terjadi resiko tinggi kekurangan
volume cairan. perdarahanini dilakukan prosedur invasive dan tindakan curetage,
sehingga diangkat diagnosa resiko tinggi infeksi (Manuaba, dkk. 1998 dan
Doenges, 2001).
E.
Tanda
dan Gejala
Manifestasi klinis yang mungkin
dapat terjadi menurut Mochtar Rustam (1998) :
1.
Amenorea.
2.
Sakit perut dan mulas-mulas.
3.
Perdarahan yang bisa sedikit atau
banyak, dan biasanya seperti stolsel (darah beku).
4.
Sudah ada keluar fetus atau
jaringan.
5.
Sering terjadi infeksi.
6.
Pada pemeriksaan dalam untuk abortus
yang baru terjadi didapati serviks terbuka, kadang-kadang dapat diraba
sisa-sisa jaringan dalam kanalis servikalis atau kavum uteri serta uterus yang
berukuran lebih kecil dari seharusnya.
F.
Penanganan
Jika dicurigai suatu abortus tidak aman terjadi,
periksalah adanya tanda-tanda infeksi atau adanya perlukaan uterus, vagina dan
usus, lakukan irigasi vagina untuk mengeluarkan tumbuh-tumbuhan, obat-obat
lokal atau bahan lainnya.
1. Penanganan
abortus imminens :
a. Tidak perlu
pengobatan khusus atau tirah baring total.
b. Jangan
melakukan aktifitas fisik berlebihan atau hubungan seksual.
c. Jika
perdarahan :
1)
Berhenti : lakukan asuhan antenatal
seperti biasa, lakukan penilaian jika perdarahan terjadi lagi.
2)
Terus berlangsung : nilai kondisi janin
(uji kehamilan atau USG).Lakukan konfirmasi kemungkinan adanya penyebab lain.
3)
Perdarahan berlanjut, khususnya jika
ditemukan uterus yang lebih besar dari yang diharapkan, mungkin menunjukkan
kehamilan ganda atau mola.
4)
Tidak perlu terapi hormonal
(estrogen atau progestin) atau tokolitik (misalnya salbutamol atau indometasin)
karena obat obat ini tidak dapat mencegah abortus.
2. Penanganan abortus insipiens :
a. Jika usia
kehamilan kurang 16 minggu, lakukan evaluasi uterus dengan aspirasi vakum
manual. Jika evaluasi tidak dapat, segera lakukan :
1)
Berikan ergometrin 0,2 mg
intramuskuler (dapat diulang setelah 15 menit bilaperlu) atau misoprostol 400
mcg per oral (dapat diulang sesudah 4 jam bilaperlu).
2)
Segera lakukan persiapan untuk
pengeluaran hasil konsepsi dari uterus.
b. Jika usia
kehamilan lebih 16 minggu :
1)
Tunggu ekspulsi spontan hasil konsepsi
lalu evaluasi sisa-sisa hasil konsepsi.
2)
Jika perlu, lakukan infus 20 unit
oksitosin dalam 500 ml cairan intravena (garam fisiologik atau larutan ringer
laktat) dengan kecepatan 40 tetes permenit untuk membantu ekspulsi hasil
konsepsi.
3)
Pastikan untuk tetap memantau
kondisi ibu setelah penanganan.
3. Penanganan abortus inkomplit :
a. Jika
perdarahan tidak seberapa banyak dan kehamilan kurang 16 minggu, evaluasi dapat
dilakukan secara digital atau dengan cunam ovum untuk mengeluarkan hasil
konsepsi yang keluar melalui serviks. Jika perdarahan berhenti, beri ergometrin
0,2 mg intramuskuler atau misoprostol 400 mcg peroral.
b. Jika
perdarahan banyak atau terus berlangsung dan usia kehamilan kurang 16 minggu,
evaluasi sisa hasil konsepsi dengan :
1)
Aspirasi vakum manual merupakan
metode evaluasi yang terpilih. Evakuasi dengan kuret tajam sebaiknya hanya dilakukan
jika aspirasi vakum manual tidak tersedia.
2)
Jika evakuasi belum dapat dilakukan
segera, beri ergometrin 0,2 mg intramuskuler (diulang setelah 15 menit bila perlu)
atau misoprostol 400 mcg per oral (dapat diulang setelah 4 jam bila perlu).
3)
Jika kehamilan lebih 16 minggu :
- Berikan
infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml cairan intravena (garam fisiologik atau
ringer laktat) dengan kecepatan 40 tetes per menit sampai terjadi ekspulsi
hasil konsepsi.
- Jika perlu
berikan misoprostol 200 mcg per vaginam setiap 4 jam sampai terjadi ekspulsi
hasil konsepsi (maksimal 800 mcg).
- Evaluasi
sisa hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus. Pastikan untuk tetap memantau
kondisi ibu setelah penanganan.
4.
Penanganan abortus komplit :
a.
Tidak perlu evaluasi lagi.
b.
Observasi untuk melihat adanya
perdarahan banyak.
c.
Pastikan untuk tetap memantau kondisi
ibu setelah penanganan.
d.
Apabila terdapat anemia sedang,
berikan tablet sulfas ferrosus 600 mg per hari selama 2 minggu. Jika anemia
berat berikan transfusi darah.
e.
Konseling asuhan pasca keguguran dan
pemantauan lanjut.
F.
Konsep
Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan gawat
darurat adalah rangkaian kegiatan praktek keperawatan kegawatdaruratan yang
diberikan oleh perawat yang berkompeten. Asuhan keperawatan diberikan untuk
mengatasi masalah biologi, psikologi, social klien baik actual maupun risiko,
yang timbul secara bertahap ataupun mendadak. Perawat gawat darurat harus
mengkaji pasien dengan cepat dan merencanakan intervensi sambil berkolaborasi
dengan dokter gawat darurat serta departemen penunjang yang lain. Asuhan
keperawatan dilakukan dengan pendekatan proses keperawatan mulai dari
pengkajian sampai evaluasi.
1.
Pengkajian
Proses pengkajian gawat darurat dibagi
menjadi dua bagian yaitu pengkajian primer (primer assessment) dan pengkajian
sekunder (secondary assessment).
a.
Primer Assessment
1)
Data Subyektif
Keluhan Utama : pada pasien dengan abortus,
kemungkinan pasien akan datang dengan keluhan utama perdarahan pervagina
disertai dengan keluarnya bekuan darah atau jaringan, rasa nyeri atau kram pada
perut. Pasien juga mungkin mengeluhkan terasa ada tekanan pada punggung,
mengatakan bahwa hasil test kencing positif hamil, merasa lelah dan lemas serta
mengeluh sedih karena kehilangan kehamilannya.
2)
Data Obyektif
- Airway : Kaji kepatenan
jalan nafas dengan look, listen, feel serta kaji suara nafas apakah snoring,
gurgling, stridor, wheezing atau ronchi.
- Breathing : Kaji pola nafas
apakah bernafas spontan/tidak, nafas cepat/lambat. Kaji apakah ada sesak
nafas/tidak, gerakan dinding dada simetris/asimetris, pola nafas teratur/tidak,
auskultasi bunyi nafas normal/tidak, kaji frekuensi nafas serta penggunaan otot
bantu pernafasan.
- Circulation : pada pasien
abortus terdapat perdarahan pervaginam yang banyak sehingga dapat menimbulkan
syok, pasien tampak pucat, akral dingin, tekanan darah mungkin menurun, nadi
teraba cepat dan kecil, pasien tampak meringis atau kesakitan karena nyeri
- Disability : pada pasien
abortus kemungkinan terjadi kesadaran menurun, syncope, pasien tampak lemah.
b.
Sekunder Assessment
1)
Eksposure : Pasien tampak pucat
2)
Five intervention : Tekanan darah menurun,
nadi cepat dan kecil, suhu meningkat
3)
Give Comfort : Nyeri perut yang hebat, kram
atau rasa tertekan pada pelvic
4)
Head to toe : Meliputi pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan ginekologi, menanyakan
riwayat kehamilan, umur kehamilan, riwayat penggunaan kontrasepsi, riwayat
pemeriksaan kehamilan (ANC), riwayat penyakit kronis atau akut, riwayat
pengobatan serta riwayat alergi.
2.
Diagnosa Keperawatan
a.
Gangguan rasa nyaman: Nyeri
berhubungan dengan kerusakan jaringan intrauteri
b.
Defisit Volume Cairan berhubungan
dengan perdarahan
c.
Gangguan Aktivitas berhubungan
dengan kelemahan, penurunan sirkulasi
d.
Resiko tinggi Infeksi berhubungan
dengan perdarahan, kondisi vulva lembab
3.
Intervensi Keperawatan
a.
Gangguan rasa nyaman: Nyeri
berhubungan dengan kerusakan jaringan intrauteri
Intervensi :
1) Kaji kondisi
nyeri yang dialami klien
Rasional : Pengukuran nilai ambang
nyeri dapat dilakukan dengan skala maupun deskripsi.
2) Terangkan
nyeri yang diderita klien dan penyebabnya
Rasional : Meningkatkan koping klien
dalam melakukan guidance mengatasi nyeri
3) Kolaborasi
pemberian analgetika
Rasional : Mengurangi onset
terjadinya nyeri dapat dilakukan dengan pemberian analgetika oral maupun
sistemik dalam spectrum luas/spesifik
b.
Defisit Volume Cairan berhubungan
dengan perdarahan
Intervensi :
1) Ukur
pengeluaran cairan
Rasional : Jumlah cairan di tentukan
oleh pengeluaran/ perdarahan pervaginal.
2) Berikan
sejumlah cairan pengganti
Rasional :
Transfusi mungkin diperlukan pada perdarahan massif.
3) Kaji status
hemodinamika
Rasional : Pengeluaran
cairan pervaginal sebagai akibat abortus memiliki karekteristik bervariasi.
4) Evaluasi
status hemodinamika
Rasional : Penilaian
dapat dilakukan secara harian melalui pemeriksaan fisik
c.
Gangguan Aktivitas berhubungan
dengan kelemahan, penurunan sirkulasi
Intervensi :
1) Kaji tingkat
kemampuan klien untuk beraktivitas
Rasional : Mungkin
klien tidak mengalami perubahan berarti, tetapi perdarahan masif perlu
diwaspadai untuk menccegah kondisi klien lebih buruk
2) Bantu klien
untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari
Rasional : Mengistiratkan
klien secara optimal
3) Evaluasi
perkembangan kemampuan klien melakukan aktivitas
Rasional : Menilai
kondisi umum klien
d.
Resiko tinggi Infeksi berhubungan
dengan perdarahan, kondisi vulva lembab
Intervensi :
1) Kaji kondisi
keluaran/dischart yang keluar ; jumlah, warna, dan bau
Rasional : Perubahan
yang terjadi pada dishart dikaji setiap saat dischart keluar. Adanya warna yang
lebih gelap disertai bau tidak enak mungkin merupakan tanda infeksi
2) Terangkan
pada klien pentingnya perawatan vulva selama masa perdarahan
Rasional : Infeksi
dapat timbul akibat kurangnya kebersihan genital yang lebih luar
3) Lakukan
perawatan vulva
Rasional
: Inkubasi kuman pada area genital yang relatif cepat
dapat menyebabkan infeksi.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar
kandungan (Mochtar Rustam, 1998). Abortus dapat disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu faktor janin,
faktor ibu, faktor penggunaan obat,
faktor lingkungan, faktor imunologis, dan faktor ayah. Penanganan abortus harus
dilakukan secara cepat dan tepat agar ibu tidak terlalu kehabisan banyak darah
dan dapat menyelamatkan ibu dari ancaman kematian.
B. Saran
Sebaiknya
perawat juga harus mengetahui dan memahami konsep kegawat daruratan, baik
kegawat daruratan umum maupun kegawat daruratan dalam maternitas. Karena dengan
perawat memahmi konsep penanganan gawat darurat dalam maternitas, diharapkan
pasien dengan kasus abortus dapat tertangani dan bisa diselamatkan.
DAFTAR PUSTAKA
Dorland. 2002. Kamus
Kedokteran Edisi 29. Jakarta : EGC.
Fauzi, Ahmad.
Lucianawaty, Mercy. Hanifah, Laily. Bernadette, Nur. 2002. Aborsi di Indonesia.
http://situs.kesrepro.info/gendervaw/jun/2002/utama03.htm,
akses tanggal 15 Oktober
2008, 17:34.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Gugur_kandungan#Pengaturan_oleh_pemerintah_Indonesia)
No comments:
Post a Comment