Monday 23 November 2015

GADAR MATERNITAS - RUPTUR UTERI



MAKALAH
“RUPTUR UTERI”














Disusun oleh :
1.      Dea Fera Indikasari
2.      Indri Dwi Pratiwi
3.      Nailatul Khikmah
4.      Tissa Opilaseli

3 REGULER B


POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
PRODI DIII KEPERAWATAN PEKALONGAN
TAHUN 2015
BAB I
LATAR BELAKANG

A.  Latar belakang
Perlukaan pada jalan lahir dapat terjadi pada wanita yang telah melahirkan bayi setelah masa persalinan berlangsung. Persalinan adalah proses keluarnya seorang bayi dan plasenta dari rahim ibu. Jika seseorang ibu setelah melahirkan bayinya mengalami perdarahan.
Penyebab kematian janin dalam rahim paling tinggi yang berasal dari faktor ibu adalah penyulit kehamilan seperti ruptur uteri.Ruptura uteri atau robekan rahim merupakan peristiwa yang amat membahayakan baik untuk ibu maupun untuk janin.Ruptura uteri dapat terjadi secara komplet dimana robekan terjadi pada semua lapisan miometrium termasuk peritoneum dan dalam hal ini umumnya janin sudah berada dalam cavum abdomen dalam keadaan mati ; ruptura inkomplet,robekan rahim secara parsial dan peritoneum masih utuh. Angka kejadian sekitar 0.5%.
Ruptura uteri dapat terjadi secara spontan atau akibat trauma dan dapat terjadi pada uterus yang utuh atau yang sudah mengalami cacat rahim (pasca miomektomi atau pasca sectio caesar) serta dapat terjadi pada ibu yang sedang inpartu (awal persalinan) atau belum inpartu (akhir kehamilan).Kejadian ruptura uteri yang berhubungan dengan cacat rahim adalah sekitar 40% ;ruptura uteri yang berkaitan dengan low segmen caesarean section ( insisi tranversal ) adalah kurang dari 1% dan pada classical caesarean section ( insisi longitudinal ) kira kira4%  – 7%.
Terjadinya ruptura uteri pada seorang ibu hamil atau sedang bersalin masih merupakan suatu bahaya besar yang mengancam jiwanya dan janinnya kematian ibu dan anak karena ruptur uteri masih tinggi. Insidens dan angka kematian yang tertinggi kita jumpai di negara-negara yang sedang berkembang, seperti Afrika dan Asia. Angka ini sebenernya dapat diperkecil bila ada pengertian dari para ibu dan masyarakat. Prenatal care, pimpinan partus yang baik, disamping fasilitas pengangkutan dari daerah-daerah perifer dan penyediaan darah yang cukup juga merupakan faktor yang penting.






B.  Tujuan Penulisan
1)   Tujuan umum
Mahasiswa keperawatan mampu memahami asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit konjungtivitis.
2) Tujuan khusus
Diharapkan mahasiswa keperawatan mampu :
a.       Menjelaskan pengertian Ruptur Uteri.
b.      Menjelaskan klasifikasi Ruptur uteri
c.       Menyebutkan penyebab Ruptur Uteri.
d.      Menyebutkan gambaran klinis dari Ruptur Uteri.
e.       Menjelaskan patofisiologi Ruptur Uteri.
f.       menyebutkan Komplikasi Ruptur Uteri.
g.      Menjelaskan pemeriksaan penunjang Ruptur Uteri.
h.      Menjelaskan penatalaksanaan ruptur uteri .
i.        Menjelaskan konsep asuhan keperawatan

C.  Rumusan masalah
1.    Apakah pengertian Ruptur Uteri ?
2.    Apakah klasifikasi Ruptur Uteri ?
3.    Apakah penyebab Ruptur uteri ?
4.    Bagaimana gambaran klinis dari Ruptur Uteri ?
5.    Bagaimana patofisiologi Ruptur Uteri ?
6.    Apakah Komplikasi dari Ruptur Uteri ?
7.    Apa saja  pemeriksaan penunjang untuk Ruptur Uteri ?
8.    Bagaimana penatalaksanaan ruptur uteri ?.
9.    Bagaimana  konsep asuhan keperawatan ruptur uteri








D.  Manfaat Penulisan
a.    Bagi Akademi
Bermanfaat untuk menambah referensi pustaka dan literatur dalam pendokumentasian materi kuliah.
b.    Bagi Mahasiswa
1. Berguna dalam menambah pengetahuan mahasiswa tentang asuhan keperawatan pada klien Ruptur Uteri.
2. Melatih mahasiswa dalam mencari bahan referensi untuk melengkapi makalah yang pada akhirnya terbiasa dalam penyusunan tugas akhir.














.









BAB II
PEMBAHASAN
A.  Definisi
Ruptur Uteri adalah robekan atau diskontinuita dinding rahim akibatdi lampauinya daya regang miomentrium. ( buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan
neonatal,2011).
Rupture uteri adalah robeknya dinding uterus pada saat kehamilan atau dalam persalinan dengan atau tanpa robeknya perioneumvisceral ( Obstetri dan Ginekologi,2012).
Ruptur Uteri adalah robekan atau diskontinuita dinding rahim akibat dilampauinya daya regang miometrium.  (Sarwono Prawirohardjo).
B.  Klasifikasi
Ruptur uteri dapat dibagi menurut beberapa cara :
1.      Menurut waktu terjadinya
a.      R. u.  Gravidarum
§  Waktu sedang hamil
§  Sering lokasinya pada korpus
b)      R. u. Durante Partum
§  Waktu melahirkan anak
§  Ini yang terbanyak
2.      Menurut lokasinya
a)   Korpus uteri, ini biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami operasi seperti seksio sesarea klasik ( korporal ), miemoktomi
b)  Segmen bawah rahim ( SBR ), ini biasanya terjadi pada partus yang sulit dan lama tidak maju, SBR tambah lama tambah regang dan tipis dan akhirnya  terjadilah ruptur uteri yang sebenarnya
c)  Serviks uteri ini biasanya terjadi pada waktu melakukan  ekstraksi forsipal atau versi dan ekstraksi sedang pembukaan belum lengkap
d)   Kolpoporeksis, robekan-robekan di antara serviks dan vagina
3.      Menurut robeknya peritoneum
a). Ruptur Uteri Kompleta : robekan pada dinding uterus berikut peritoneumnya ( perimetrium ) ; dalam hal ini  terjadi hubungan langsung antara rongga perut dan rongga uterus dengan bahaya peritonitis
b)      Ruptur Uteri Inkompleta : robekan otot rahim tanpa ikut robek peritoneumnya. Perdarahan terjadi subperitoneal dan bisa meluas ke lig.latum
4.      Menurut etiologinya
a)      Ruptur uteri spontanea
Menurut etiologinya dibagi 2 :
1)      Karena dinding rahim yang lemah dan cacat
-          bekas seksio sesarea
-          bekas miomectomia
-          bekas perforasi waktu keratase
-          bekas histerorafia
-          bekas pelepasan plasenta secara manual
-     penyakit pada rahim
-          dinding rahim tipis dan regang ( gemelli & hidramnion )
2)      Karena peregangan yang luarbiasa dari rahim
-          Pada panggul sempit atau kelainan bentuk dari panggul
-          janin yang besar
-          kelainan kongenital dari janin
-          kelainan letak janin
-          malposisi dari kepala
-          adanya tumor pada jalan lahir
-          rigid cervik
-          grandemultipara dengan perut gantung ( pendulum )
-          pimpinan partus salah
b)      Ruptur uteri violenta
Karena tindakan dan trauma lain :
-          Ekstraksi forsipal
-          Versi dan ekstraksi
-          Embriotomi
-          Braxton hicks version
-                  Manual plasenta
-          Kuretase
-          Trauma tumpul dan tajam dari luar
-          Pemberian piton tanpa indikasi dan pengawasan
5.      Menurut simtoma klinik
a) Ruptur Uteri Imminens ( membakat = mengancam )
b)      Ruptur Uteri ( sebenarnya )
C.       Etiologi
1.      riwayat pembedahan terhadap fundus atau korpus uterus
2.      induksi dengan oksitosin yang sembarangan atau persalinan yang lama
3.      presentasi abnormal ( terutama terjadi penipisan pada segmen bawah uterus ).
( Helen, 2001)
4.  dinding rahim yang lemah dan cacat, misalnya pada bekas SC,miomektomi, perforasi waktu kuretase, histerorafia, pelepasan plasenta secara manual
5. peregangan yang luar biasa pada rahim, misalnya pada panggul sempit atau kelainan  bentuk panggul, janin besar seperti janin penderita DM, hidropsfetalis, post maturitas dan grande multipara.
D.      Tanda dan gejala
1.      Pasien nampak gelisah, ketakutan, disertai dengan perasaan nyeri diperut. Pada setiap datangnya his pasien memegang perutnya dan mengerang kesakitan,bahkan  meminta supaya  anaknya secepatnya  dikeluarkan.
2.       Pernafasan dan denyut nadi lebih cepat dari biasanya.
3.      Ada tanda dehidrasi karena partus yang lama (prolonged laboura), yaitu mututkering, lidah kering dan halus badan panas (demam).
4.       His lebih lama, lebih kuat dan lebih sering bahkan terus menerus.
5.      Pada waktu datangnya his, korpus uteri teraba keras (hipertonik) sedangkan sbrteraba tipis dan nyeri kalau ditekan.
6.      Perasaan sering mau kencing karena kandung kemih juga tertarik dan teregangkeatas, terjadi robekan-robekan kecil pada kandung kemih, maka padakateterisasi ada hematuria. 
7.       Pada auskultasi terdengar denyut jantung janin tidak teratur (asfiksia).
8.      Muntah-muntah karena rangsangan peritoneum
9.      Syok nadi kecil dan cepat, tekanan darah turun bahkan tidak teratur
10.  Keluar perdarahan pervaginam yang biasanya tidak begitu banyak, lebih-lebihkalau bagian terdepan atau kepala sudah jauh turun dan menyumbat jalan lahir.




E.       Patofisiologi
1.      Ruptur uteri spontan
Ruptur uteri ini terjadi secar spontan pada uterus yang utuh (tanpa parut). Faktor pokok disini adalah bahwa persalinan tidak dapat berjalan dengan baik karena ada halangan misalnya: panggul yang sempit, hidrosefalus, janin yang letak lintang, dll. Sehingga segmen bawah uterus makin lama makin diregangkan. Pad suatu saat regangan yang terus bertambah melampaui batas kekuatan jaringan miometrium, maka terjadilah ruptur uteri.
Pada persalinan yang kurang lancar, dukun-dukun biasanya melakukan tekanan keras kebawah terus-menerus pada fundus uterus, hal ini dapat menambah tekanan pada segmen bawah uterus yang sudah regang dan mengakibatkan terjadinya ruptur uteri.  Pemberian oksitosin dalam dosis yang terlalu tinggi / indikasi yang tidak tepat bisa menyebabkab ruptur uteri.
2.      Ruptur uteri traumatic
Ruptur uteri yang disebabkan oleh trauma dapat terjadi karena jatuh, kecelakaan. Robekan ini yang bisa terjadi pada setiap saat dalam kehamilan, jarang terjadi karena rupanya otot uterus cukup tahan terhadap trauma dari luar.
3.      Ruptur uteri pada luka bekas parut.
Diantar parut-parut bekas seksio sesarea, parut yang terjadi sesudah seksio sesarea klasik lebih sering menimbulkan ruptur uteri dari pada parut bekas seksio sesarea profunda. Hal ini disebabkan karena luka pada segmen bawah uterus yang menyerupai daerah uterus yang lebih tenang dalam masa nifas dapat sembuh dengan lebih baik, sehingga parut lebih kuat. Ruptur uteri padaaa bekas parut sesarea klasik juga lebih sering terjadi pad kehamilan tua sebelum persalinan dimulai, sedang peristiwa tersebut pada parut bekas seksio sesarea profunda umumnya terjadi waktu persalinan. Ruptur uteri pasca seksio sesarea bisa menimbulkan gejala-gejala seperti telah diuraikan lebih dahulu, akan tetapi bisa juga terjadi tanpa banyak menimbulkan gejala. Dalam hal yang terakhir ini tidak terjadi robekan secara mendadak, melainkan lambat laun jaringan disekitar bekas luka menipis untuk akhirnya terpisah sama sekali dan terjadilah ruptur uteri. Pada peristiwa ini ada kemungkinan arteri besar terbuka dan timbul perdarahan yang sebagian berkumpul di ligametum dan sebagian keluar. Biasanya janin masih tinggal dalam uterus dan his kadang-kadang masih ada. Sementar itu penderita merasa nyeri spontan atau nyeri pada perabaan tempat bekas luka. Jika arteria besar terluka, anemia dan syok, janin dalam uterus meningggal pula.
F.      Komplikasi
1.      Perdarahan
2.      Syok Hipovolemik
3.      Infeksi
4.      Kematian ibu & bayi

G.    Pemeriksaan Penunjang
1.    Hitung Darah lengkap dan Apusan Darah
Batas dasar hemoglobin dan nilai hematokrit dapat tidak menjelaskan banyaknya kehilangan darah.
2.    Urinalisis :
Hematuria sering menunjukkan adanya hubungan denga perlukaan kandung kemih.
3.    Golongan Darah dan Rhesus
4 sampai 6 unit darah dipersiapkan untuk tranfusi bila diperlukan

H.    Penatalaksanaan
Tindakan pertama adalah memberantas syok, memperbaiki keadaan umum penderita dengan pemberian infus cairan dan tranfusi darah, kardiotinika, antibiotika, dsb. Pada keadaan gawat darurat bisa dilakukan management sebagai berikut.
1.      Segera hubungi dokter, konsultan, ahli anestesi, dan staff kamar operasi
2.      Buat dua jalur infus intravena dengan intra kateter no 16 : satu oleh larutan elektrolit, misalnya oleh larutan rimger laktat dan yang lain oleh tranfusi darah. ( jaga agar jalur ini tetap tebuka dengan mengalirkan saline normal, sampai darah didapatkan ).
3.      Hubungi bank darah untuk kebutuhan tranfusi darah cito, perkiraan jumlah unit dan plasma beku segar yang diperlukan
4.      Berikan oksigen
5.      Buatlah persiapan untuk pembedahan abdomen segera ( laparatomi dan histerektomi )
6.      Pada situasi yang mengkhawatirkan berikan kompresi aorta dan tambahkan oksitosin dalam cairan intra vena.
Bila keadaan umum mulai baik, tindakan selanjutnya adalah melakukan laparatomi dengan tindakan jenis operasi :
1.      histerektomi baik total maupun sub total
2.      histerorafia, yaitu luka di eksidir pinggirnya lalu di jahit sebaik-baiknya
3.      konserfatif : hanya dengan temponade dan pemberian antibiotika yang cukup.
Tindakan yang akan dipilih tergantung pada beberapa faktor, diantaranya adalah:
1.      keadaan umum penderita
2.       jenis ruptur incompleta atau completa
3.       jenis luka robekan : jelek, terlalu lebar, agak lama, pinggir tidak rata dan sudah banyak nekrosis
4.      tempat luka : serviks, korpus, segmen bawah rahim
5.      perdarahan dari luka : sedikit, banyak
6.      umur dan jumlah anak hidup
7.      kemampuan dan ketrampilan penolong

I.       konsep Asuhan keperawatan
A. PENGKAJIAN
1. Identitas : Sering terjadi pada ibu usia dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun
2. Keluhan utama : Perdarahan dari jalan lahir, badan lemah, limbung, keluar  keringat dingin, kesulitan nafas, pusing, pandangan berkunang-kunang.
3. Dilakukan pengkajian ABC
a.       Airway Control (Penguasaan Jalan Nafas)
1). korban harus dibaringkan terlentang dengan jalan nafas terbuka
 cara membebaskan jalan nafas
                                    - a. Angkat Dagu Tekan Dahi
                                    - Perasat Pendorongan Rahang Bawah (Jaw Thrust Maneuver
                                    - Membersihkan Jalan Nafas
           
b.      BREATHING SUPPORT (BANTUAN PERNAFASAN)
Bila pernafasan seseorang terhenti maka penolong harus berupaya untuk memberikan bantuan pernafasan.
Teknik memberikan bantuan nafas :
1.moe to mount
2.moe to nose
3.dengan bantuan alat : Kantung masker berkatup (Bag Valve Mask / BVM)
c. CIRCULATORY SUPPORT (Bantuan Sirkulasi)
Tindakan paling penting pada bantuan sirkulasi adalah Pijatan Jantung Luar. Pijatan Jantung Luar dapat dilakukan mengingat sebagian besar jantung terletak diantara tulang dada dan tulang punggung sehingga penekanan dari luar dapat menyebabkan terjadinya efek pompa pada jantung yang dinilai cukup untuk mengatur peredaran darah minimal pada keadaan 
mati klinis.

4.. Riwayat kehamilan dan persalinan : Riwayat hipertensi dalam kehamilan, preeklamsi / eklamsia, bayi besar, gamelli, hidroamnioan, grandmulti gravida, primimuda, anemia, perdarahan saat hamil. Persalinan dengan tindakan, robekan jalan lahir, partus precipitatus, partus lama/kasep, chorioamnionitis, induksi persalinan, manipulasi kala II dan III.
5. Riwayat kesehatan : Kelainan darah dan hipertensi
6. Pengkajian fisik :
 Tanda vital :
• Tekanan darah : Normal/turun ( kurang dari 90-100 mmHg)
• Nadi : Normal/meningkat ( 100-120 x/menit)
• Pernafasan : Normal/ meningkat ( 28-34x/menit )
• Suhu : Normal/ meningkat
• Kesadaran : Normal / turun
• Fundus uteri/abdomen : lembek/keras, subinvolusi
• Kulit : Dingin,v berkeringat, kering, hangat, pucat, capilary refill memanjan
• Pervaginam : Keluar darah, robekan, lochea ( jumlah dan jenis )
• Kandung kemih : distensi, produksi urin menurun/berkurang
B. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan b/d perdarahan pervaginam
2. Gangguan perfusi jaringan b/d perdarahan pervaginam
3. Cemas/ketakutan b/d perubahan keadaan atau ancaman kematian
4. Resiko infeksi b/d perdarahan
5. Resiko shock hipovolemik b/d perdarahan
C. Rencana tindakan keperawatan
1.    Kekurangan volume cairan b/d perdarahan pervaginam
Tujuan : Mencegah disfungsional bleeding dan memperbaiki volume cairan
Rencana tindakan :
a.   Tidurkan pasien dengan posisi kaki lebih tinggi sedangkan badannya tetap terlentang
R/ Dengan kaki lebih tinggi akan meningkatkan venous return dan memungkinkan darah keotak dan organ lain.
b.    Monitor tanda vital
R/ Perubahan tanda vital terjadi bila perdarahan semakin hebat
c.  Monitor intake dan output setiap 5-10 menit
    R/ Perubahan output merupakan tanda adanya gangguan fungsi ginjal
d.   Evaluasi kandung kencing
R/ Kandung kencing yang penuh menghalangi kontraksi uterus
e.    Lakukan masage uterus dengan satu tangan serta tangan lainnya diletakan diatas simpisis.
R/ Massage uterus merangsang kontraksi uterus dan membantu pelepasan placenta, satu tangan diatas simpisis mencegah terjadinya inversio uteri
f.  Batasi pemeriksaan vagina dan rectum
R/ Trauma yang terjadi pada daerah vagina serta rektum meningkatkan terjadinya perdarahan yang lebih hebat, bila terjadi laserasi pada serviks / perineum atau terdapat hematom
Bila tekanan darah semakin turun, denyut nadi makin lemah, kecil dan cepat, pasien merasa mengantuk, perdarahan semakin hebat, segera kolaborasi.
g. Berikan infus atau cairan intravena
R/ Cairan intravena dapat meningkatkan volume intravaskular
h.  Berikan uterotonika ( bila perdarahan karena atonia uteri )
R/ Uterotonika merangsang kontraksi uterus dan mengontrol perdarahan
i.   Berikan antibiotic
    R/ Antibiotik mencegah infeksi yang mungkin terjadi karena perdarahan
j.  Berikan transfusi whole blood ( bila perlu )
  R/ Whole blood membantu menormalkan volume cairan tubuh.

2. Gangguan perfusi jaringan b/d perdarahan pervaginam
Tujuan: Tanda vital dan gas darah dalam batas normal
Rencana keperawatan :
a.    Monitor tanda vital tiap 5-10 menit
R/ Perubahan perfusi jaringan menimbulkan perubahan pada tanda vital
b.   Catat perubahan warna kuku, mukosa bibir, gusi dan lidah, suhu kulit
    R/ Dengan vasokontriksi dan hubungan keorgan vital, sirkulasi di jaingan perifer     berkurang sehingga menimbulkan cyanosis dan suhu kulit yang dingin
c.   Kaji ada / tidak adanya produksi ASI
R/ Perfusi yang jelek menghambat produksi prolaktin dimana diperlukan dalam produksi ASI
d.      Tindakan kolaborasi :
·   Monitor kadar gas darah dan PH ( perubahan kadar gas darah dan PH merupakan tanda hipoksia jaringan )
·        Berikan terapi oksigen ( Oksigen diperlukan untuk memaksimalkan transportasi sirkulasi jaringan ).
3.   Cemas/ketakutan berhubungan dengan perubahan keadaan atau ancaman kematian
Tujuan : Klien dapat mengungkapkan secara verbal rasa cemasnya dan mengatakan perasaan cemas berkurang atau hilang.
    Rencana tindakan :
a. Kaji respon psikologis klien terhadap perdarahan paska persalinan
R/ Persepsi klien mempengaruhi intensitas cemasnya
b. Kaji respon fisiologis klien ( takikardia, takipnea, gemetar )
     R/Perubahan tanda vital menimbulkan perubahan pada respon fisiologis
      c. Perlakukan pasien secara kalem, empati, serta sikap mendukung
R/ Memberikan dukungan emosi
d. Berikan informasi tentang perawatan dan pengobatan
              R/ Informasi yang akurat dapat mengurangi cemas dan takut yang tidak diketahui
           e.    Bantu klien mengidentifikasi rasa cemasnya
R/ Ungkapan perasaan dapat mengurangi cemas
      f.     Kaji mekanisme koping yang digunakan klien
                 R/ Cemas yang berkepanjangan dapat dicegah dengan mekanisme koping yang tepat.

4. Resiko infeksi sehubungan dengan perdarahan
    Tujuan : Tidak terjadi infeksi (lokea tidak berbau dan TV dalam batas normal)
   Rencana tindakan :
     a.Catat perubahan tanda vital
      R/ Perubahan tanda vital ( suhu ) merupakan indikasi terjadinya infeksi
       b. Catat adanya tanda lemas, kedinginan, anoreksia, kontraksi uterus yang lembek, dan nyeri           panggul
R/ Tanda-tanda tersebut merupakan indikasi terjadinya bakterimia, shock yang tidak    terdeteksi
c.    Monitor involusi uterus dan pengeluaran lochea
R/ Infeksi uterus menghambat involusi dan terjadi pengeluaran lokea yang berkepanjangan
d.   Perhatikan kemungkinan infeksi di tempat lain, misalnya infeksi saluran nafas, mastitis dan saluran k encing
       R/ Infeksi di tempat lain memperburuk keadaan
e.    Berikan perawatan perineal,dan pertahankan agar pembalut
jangan sampai terlalu basah
R/ pembalut yang terlalu basah menyebabkan kulit iritasi dan dapat menjadi media untuk pertumbuhan bakteri,peningkatan resiko infeksi.
f.     Tindakan kolaborasi
•   Berikan zat besi ( Anemi memperberat keadaan )
• Beri antibiotika ( Pemberian antibiotika yang tepat diperlukan untuk keadaan infeksi ).\

5. Resiko shock hipovolemik s/d perdarahan.
Tujuan: Tidak terjadi shock(tidak terjadi penurunan kesadaran dan tanda-tanda dalam    batas normal)
Rencana tindakan :
a.   Anjurkan pasien untuk banyak minum
R/ Peningkatan intake cairan dapat meningkatkan volume intravascular sehingga dapat meningkatkan volume intravascular yang dapat meningkatkan perfusi jaringan.
b. Observasitanda-tandavital tiap 4 jam.
R/ Perubahan tanda-tanda vital dapat merupakan indikator terjadinya dehidrasi secara dini.
c. Observasi terhadap tanda-tanda dehidrasi.
R/ Dehidrasi merupakan terjadinya shock bila dehidrasi tidak ditangani secara baik.
d. Observasi intake cairan dan output.
R/ Intake cairan yang adekuat dapat menyeimbangi pengeluaran cairan yang berlebihan.
e. Kolaborasi dalam : - Pemberian cairan infus / transfusi
R/ Cairan intravena dapat meningkatkan volume intravaskular yang dapat meningkatkan perfusi jaringan sehingga dapat mencegah terjadinya shock.
    f. Pemberian koagulantia dan uterotonika.
R/ Koagulan membantu dalam proses pembekuan darah dan uterotonika merangsang kontraksi uterus dan mengontrol perdarahan.
D. Evaluasi
Semua tindakan yang dilakukan diharapkan memberikan hasil :
1.  Tanda vital dalam batas normal :
a. Tekanan darah : 110/70-120/80 mmHg
b. Denyut nadi : 70-80 x/menit
c. Pernafasan : 20 – 24 x/menit
d. Suhu : 36 – 37 oc
2. Kadar Hb : Lebih atau sama dengan 10 g/dl
3. Gas darah dalam batas normal
4. Klien dan keluarganya mengekspresikan bahwa dia mengerti tentang komplikasi dan pengobatan yang dilakukan
5. Klien dan keluarganya menunjukkan kemampuannya dalam mengungkapkan perasaan psikologis dan emosinya
6. Klien dapat melakukan aktifitasnya sehari-hari
7. Klien tidak merasa nyeri
8. Klien dapat mengungkapkan secara verbal perasaan cemasnya






















BAB III
PENUTUP


A.  Kesimpulan
Ruptur Uteri merupakan suatu robekan atau diskontinuita dinding rahim akibat dilampauinya daya regang miomentrium. ( buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal ) dimana yang menjadi penyebabnya adalah riwayat pembedahan terhadap fundus atau korpus uterus, induksi dengan oksitosin yang sembarangan atau persalinan yang lama serta presentasi abnormal ( terutama terjadi penipisan pada segmen bawah uterus ) ( Helen, 2001 ) dengan Tanda dan gejala ruptur uteri dapat terjadi secara dramatis atau tenang.
Ruptur uteri dapat dibagi menurut beberapa cara yaitu : Menurut waktu terjadinya, Menurut lokasinya, Menurut robeknya peritoneum, Menurut etiologinya, dan Menurut simtoma klinik

B.  Saran
1.    Untuk Akademi
Diharapkan kepada akademi agar dapat lebih memperbanyak buku-buku yang dapat menunjang perkuliahan, khususnya mata kuliah Keperawatan Maternitas  dan mata kuliah lainnya.
2.    Untuk Mahasiswa /i
    Untuk dapat membaca dan memberikan masukan tentang makalah ini serta dapat mempergunakan makalah ini sebagai bahan penunjang materi pembelajaran.
3.    Untuk pembaca
Agar dapat membaca makalah dan menggunakan makalah ini sebagai bahan bacaan yang bermanfaat bagi si pembaca dan juga yang lainnya.
















DAFTAR PUSTAKA


Brunner & Suddart,s (1996), Textbook of Medical Surgical Nursing –2, JB. Lippincot    Company, Pholadelpia.
Klein. S (1997), A Book Midwives; The Hesperien Foundation, Berkeley, CA.
Lowdermilk. Perry. Bobak (1995), Maternity Nuring , Fifth Edition, Mosby Year Book, Philadelpia.
Prawirohardjo Sarwono ; EdiWiknjosastro H (1997), Ilmu Kandungan, Gramedia, Jakarta.
RSUD Dr. Soetomo (2001), Perawatan Kegawat daruratan Pada Ibu Hamil, FK. UNAIR, Surabaya
Subowo (1993), Imunologi Klinik, Angkasa : Bandung.






No comments:

Post a Comment