TUGAS FARMAKOLOGI
“OBAT ANALGETIKA DAN
ANTIPIRETIKA”
Disusun oleh:
Kelompok 9
1. Dewi Aisyah(P17420313055)
2. Joko Setyabudi(P17420313065)
3. Novi Dewi F(P17420313075)
4. Susiyanti(P17420313086)
POLITEKNIK KESEHATAN SEMARANG
PRODI DIII KEPERAWATAN PEKALONGAN
TAHUN AJARAN 2013/2014
OBAT
ANALGETIKA DAN ANTIPIRETIKA
A.Obat Analgetika
adalah obat
penghilang nyeri yang banyak digunakan untuk mengatasi sakit kepala,demam, dan
nyeri ringan tanpa menghilangkan kesadaran.
Penggolongan Analgetika
Berdasarkan
aksinya, analgetika dibagi dalam 2 golongan besar :
1.Analgetika Opoid/ Narkotika
Analgetika
opioid sering disebut analgetika sentral. Memiliki daya penghalang nyeri
yang kuat sekali dengan titik kerja yang terletak di SSP. Umumnya dapat
mengurangi kesadaran (mengantuk) dan memberikan perasaan nyaman (euphoria).
Analgetik opioid ini merupakan pereda nyeri yang paling kuat dan sangat efektif
untuk mengatasi nyeri yang hebat. Dapat juga menyebabkan toleransi, kebiasaan
(habituasi), ketergantungan fisik dan psikis (adiksi) dan gejala-gejala
abstinensia bila diputuskan pengobatan (gejala putus obat). Karena bahaya dan
gejala-gejala di atas maka pemakaian obat-obat ini diawasi dengan seksama oleh
DEPKES dan dimasukkan kedalam Undang-undang Obat Bius (Narkotika).
Analgetika
narkoti, kini disebut juga opioida (= mirip opiate) adalah zat yang bekerja
terhadap reseptor opioid khas di susunan saraf pusat, hingga persepsi nyeri dan
respon emosional terhadap nyeri berubah (dikurangi). Minimal ada 4 jenis
reseptor, pengikatan padanya menimbulkan analgesia. Tubuh dapat mensintesa
zat-zat opioidnya sendiri, nyakni zat –zat endorphin yang juga bekerja melalui
reseptor opioid tersebut.
Tubuh
sebenarnya memiliki sistem penghambat nyeri tubuh sendiri (endogen), terutama
dalam batang otak dan sumsum tulang belakang yang mempersulit penerusan impuls
nyeri. Dengan sistem ini dapat
dimengerti mengapa nyeri dalam situasi tertekan, misalnya luka pada kecelakaan
lalu lintas mula-mula tidak terasa dan baru disadari beberapa saat kemudian.
Senyawa-senyawa yang dikeluarkan oleh sistem endogen ini disebut opioid
endogen. Beberapa senyawa yang termasuk dalam penghambat nyeri endogen antara
lain: enkefalin, endorfin, dan dinorfin.
Endorphin
(morfin endogen) adalah kelompok polipeptidaendogen yang terdapat di CCS dan
dapat menimbulkan efek yang menyerupai efek morfin. Zat-zat ini dapat dibedakan
antara β-endorfin, dynorfin dan enkefalin (yun. Enkephalos = otak), yang
menduduki reseptor-reseptor berlainan.secara kimiawi za-zat ini berkaitan
dengan kortikotrofin (ACTH), menstimulasi pelepasanya juga dari somatotropin
dan prolaktin. Sebaiknya pelepasan LH dan FSH dihambat oleh zat ini. β-endorfin
pada hewan berkhasiat menahan pernapasan, menurunkan suhu tubuh dan menimbulkan
ketagihan. Zat ini berdaya analgetis kuat, dalam arti tidak merubah persepsi
nyeri, melainkan memperbaiki ‘’penerimaannya”. Rangsangan listrik dati bagian-
bagian tertentu otak mengakibatkan peningkatan kadar endorphin dalam CCS.
Mungkin hal ini menjelaskan efek analgesia yang timbul (selama elektrostimulasi)
pada akupunktur, atau pada stress (misalnya pada cedera hebat). Peristiwa efek
placebo juga dihubungkan dengan endomorfin.
Opioid endogen ini berhubungan dengan beberapa fungsi penting tubuh seperti
fluktuasi hormonal, produksi analgesia, termoregulasi, mediasi stress dan
kegelisahan, dan pengembangan toleransi dan ketergantungan opioid. Opioid
endogen mengatur homeostatis, mengaplifikasi sinyal dari permukaan tubuh ke
otak, dan bertindak juga sebagai neuromodulator dari respon tubuh terhadap
rangsang eksternal.
Baik opioid endogen dan analgesik opioid bekerja pada reseptor opioid,
berbeda dengan analgesik nonopioid yang target aksinya pada enzim.
Ada beberapa jenis Reseptor opioid yang telah diketahui dan diteliti,
yaitu reseptor opioid μ, κ, σ, δ, ε. (dan yang terbaru ditemukan adalah N/OFQ
receptor, initially called the opioid-receptor-like 1 (ORL-1) receptor or
“orphan” opioid receptor dan e-receptor, namum belum jelas fungsinya).
Reseptor μ memediasi efek
analgesik dan euforia dari opioid, dan ketergantungan fisik dari opioid.
Sedangkan reseptor μ 2 memediasi
efek depresan pernafasan.
Reseptor δ yang
sekurangnya memiliki 2 subtipe berperan dalam memediasi efek analgesik dan
berhubungan dengan toleransi terhadap μ opioid. reseptor κ telah diketahui dan berperan dalam efek analgesik, miosis, sedatif, dan
diuresis. Reseptor opioid ini tersebar dalam otak dan sumsum tulang belakang.
Reseptor δ dan reseptor
κ menunjukan selektifitas untuk ekekfalin dan
dinorfin, sedangkan reseptor μ selektif untuk opioid analgesic.
Mekanisme umumnya :
Terikatnya opioid pada reseptor menghasilkan pengurangan masuknya ion Ca2+
ke dalam sel, selain itu mengakibatkan pula hiperpolarisasi dengan meningkatkan
masuknya ion K+ ke dalam sel. Hasil dari berkurangnya kadar ion
kalsium dalam sel adalah terjadinya pengurangan terlepasnya dopamin, serotonin,
dan peptida penghantar nyeri, seperti contohnya substansi P, dan mengakibatkan
transmisi rangsang nyeri terhambat.
Endorfin
bekerja dengan jalan menduduki reseptor – reseptor nyeri di susunan saraf
pusat, hingga perasaan nyeri dapat diblokir. Khasiat analgesic opioida
berdasarkan kemampuannya untuk menduduki sisa-sisa reseptor nyeri yang belum di
tempati endokfin. Tetapi bila analgetika tersebut digunakan terus menerus,
pembentukan reseptor-reseptor baru di stimulasi dan pdoduksi endorphin di ujung
saraf pusat dirintangi. Akibatnya terjadilah kebiasaan dan ketagihan.
Efek-efek yang
ditimbulkan dari perangsangan reseptor opioid diantaranya:
·
Analgesik
·
Medullary effect
·
Miosis
·
Immune function and Histamine
·
Antitussive effect
·
Hypothalamic effect
·
GI effect
Efek samping umum
·
Pada dosis biasa : gangguan lambung usus (mual, muntah, obstipasi), efek saraf
pusat (kegelisahan, rasa kantuk, euphoria), dan lain-lain.
·
Pada dosis tinggi : efek yang lebih berbahaya seperti sulit bernafas, tekanan
darah turun, sirkulasi darah terganggu, koma, dan sampai pernafasan terhenti.
·
Supresi susunan saraf pusat, misalnya sedasi, menekan pernafasan dan batuk,
miosis, hypothermia, dan perubahan suasana jiwa (mood). Akibat stimulasi
lagsung dari CTZ (Chemo Trigger Zone) timbul mual dam muntah. Pada dosis lebih
tinggi mengakibatkan menurunnya aktifitas mental dan motoris.
·
Saluran cerna : motilitas berkurang (obstipasi), kontraksi sfingter kandung
empedu (kolik batu empedu).
·
Saluran urogenital : retensi urin (karena naik nonus dari tonus dan sfingter
kandung kemih), motilitas uterus berkurang (waktu persalinan diperpanjang).
·
Saluran nafas: bronchkontriksi, penafasan menjadi lebih dangkal dan frekuensi turun.
·
System sirkulasi : vasodilatasi, hypertensi dan bradycardia.
·
Histamine-liberator: urticaria dan gatal-gatal, karena menstimulasi pelepasan histamine.
·
Kebiasaan dengan resiko adiksi pada penggunaan lama. Bila terapi dihentikan
dapat terjadi gejala abstinensia.
PENGGOLONGAN
Atas dasar
cara kerjanya, obat – obat ini dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yakni :
1.
Agonis opiate, yang dapat dibagi dalam :
Alkaloida
candu : morfin, kodein, heroin, nicomorfin.
Zat-zat
sintesis : metadon dan derivate-derivatnya (dekstromoramida, propoksifen,
bezitramida), petidin dan detivatnya (fentanil, sufentanil) dan tramadol.
Cara kerja
obat-obat ini sama dengan morfin hanya berlainan dengan potensi dan lama
kerjanya. Efek samping dan resiko akan kebiasaan dengan ketergantungan fisik.
2.
Antagonis opiate : nalokson, nalorfin, pentazosin, buprenorfin, dan nalbufin.
Bila digunakan sebagai analgetika, obat ini dapat menduduki salah satu
reseptor.
3.
Kombinasi, zat-zat ini juga mengikat pada reseptor opioid, tetapi tidak
mengaktifasi kerjanya dengan sempurna.
Penggunaan: digunakan
untuk nyeri hebat misalnya pada kanker
Efek Samping: menyebabkan
ketergantungan.
Macam-macam obat Analgesik Opioid :
· Morfin
(F.I) : MS Contin, kapanol.
Penggunaannya khusus pada nyeri kuat kronis dan akut,
seperti pasca- bedah dan setekah infark jantung, juga pada fase
terminal dari kanker.
· Metadon : amidon, symoron
· Kanabis : *marihuana, *hashiz,, weed, gras
Zat ini banyak
khasiat farmakologisnya, yang terpenting diantaranya adalah sedatif, hipnotis, dan analgetis, antimual dan spasmolitis.
·
Dihidromorfin dan Dilaudid
jangka waktu bekerjanya lebih pendek dan
khasiat membiusnya lebih lemah.
·.
Fentanil : fetanyl,
durogesic, *Thalamonal
Mulai kerjanya cepat, yaitu 2-3 menit
tetapi singkat hanya 30 menit.
2. Analgetika non Narkotika
Obat-obat
ini dinamakan analgetika perifer karena tidak mempengaruhi susunan saraf
sentral, tidak menurunkan kesadaran dan tidak mengakibatkan ketagihan.
Penggunaan
Obat Analgetik Non-Narkotik atau Obat Analgesik Perifer ini cenderung mampu
menghilangkan atau meringankan rasa sakit tanpa berpengaruh pada sistem susunan
saraf pusat atau bahkan hingga efek menurunkan tingkat kesadaran.
Mekanisme kerja: Mekanisme umum dari analgetik jenis
ini adalah mengeblok pembentukan prostaglandin dengan jalan menginhibisi enzim
COX (enzim siklooksigenase ) pada daerah yang terluka dengan demikian
mengurangi pembentukan mediator nyeri .
Efek samping yang paling
umum dari golongan obat ini adalah gangguan lambung usus, kerusakan darah,
kerusakan hati dan ginjal serta reaksi alergi di kulit. Efek samping biasanya
disebabkan oleh penggunaan dalam jangka waktu lama dan dosis besar, oleh karena
itu penggunaan analgetika secara kontinu tidak dianjurkan.
Analgetika non narkotika memiliki daya kerja :
Khasiat
antipiretik : menurunkan suhu badan pada saat demam (analgetika).
Khasiat
berdasarkan rangsangan terhadap pusat pengatur kalor di hipotalamus,
mengakibatkan vasodilatasi perifer di kulit dengan berbahayanya pengeluaran
kalor disertai keluarnya banyak keringat . Misalnya: Parasetamol, Aminofenazon,
dan lain-lain.
Khasiat anti
flogistik : anti radang atau anti inflamasi.
Penggolongan obat analgetika non narkotika :
Secara kimiawi,
analgetika perifer dapat dibagi dalam beberapa kelompok, yakni:
- Devirat Paraaminofenol: Parasetamol
- Derivat Asam Salisilat : asetosal, salisilamid dan benorilat
- Derivat asam propionat : ibuprofen, ketoprofen
- Derivat Asam fenamat : asam mefenamat
- Derivat asam fenilasetat : diklofenak
- Derivat asam asetat indol : indometasin
- Derivat pirazolon : fenilbutazon, aminofenazon, isopropilfenazon
- Derivat oksikam : piroksikam
Parasetamol
- Merupakan penghambat prostaglandin yang lemah.
- Parasetamol mempunyai efek analgetik dan antipiretik, tetapi kemampuan antiinflamasinya sangat lemah
- Dosis : dewasa oral 3-6 dd 10-20 mg garam-HCl, s.c/i.m. 3-6 dd 5-20 mg.
Anak-anak :
oral 2 dd 0,1-0,2 mg/kg.
Asetosal (Aspirin)
- Mempunyai efek analgetik, anitipiretik, dan antiinflamasi.
- Efek samping utama : perpanjangan masa perdarahan, hepatotoksik (dosis besar) dan iritasi lambung.
- Diindikasikan pada demam, nyeri tidak spesifik seperti sakit kepala, nyeri otot dan sendi (artritis rematoid).
- Aspirin juga digunakan untuk pencegahan terjadinya trombus (bekuan darah) pada pembuluh darah koroner jantung dan pembuluh darah otak
- Dosis : oral,. 3-4 dd 2,5-5 mg .
Asam Mefenamat
- Mempunyai efek analgetik dan antiinflamasi, tetapi tidak memberikan efek antipiretik.
- Efek samping : dispepsia
- Dosis : 2-3 kali 250-500 mg sehari
- Kontraindikasi : anak di bawah 14 tahun dan wanita hamil
Ibuprofen
- Mempunyai efek analgetik, antipiretik, dan antiinflamasi, namun efek antiinflamasinya memerlukan dosis lebih besar
- Efek sampingnya ringan, seperti sakit kepala dan iritasi lambung ringan.
- Absorbsi cepat melalui lambung
- Waktu paruh 2 jam
- Ekskresinya berlangsung cepat dan lengkap (90%)
- Dosis 4 kali 400 mg sehari
Diklofenak
- Diberikan untuk antiinflamasi dan bisa diberikan untuk terapi simtomatik jangka panjang untuk artritis rematoid, osteoartritis, dan spondilitis ankilosa.
- Absorbsi melalui saluran cerna cepat dan lengkap
- Waktu paruh 1-3 jam
- Efek samping : mual, gastritis, eritema kulit
- Dosis : 100-150 mg, 2-3 kali sehari
Indometasin
- Mempunyai efek antipiretik, antiinflamasi dan analgetik sebanding dengan aspirin, tetapi lebih toksik.
- Metabolisme terjadi di hati
- Efek samping : diare, perdarahan lambung, sakit kepala, alergi
- Dosis lazim : 2-4 kali 25 mg sehari
Piroksikam
- Hanya diindikasikan untuk inflamasi sendi.
- Waktu paruh : > 45 jam
- Absorbsi cepat dilambung
- Efek samping : gangguan saluran cerna, pusing, tinitus, nyeri kepala dan eritema kulit.
- Dosis : 10-20 mg sehari
Fenilbutazon
- Hanya digunakan untuk antiinflamasi, mempunyai efek meningkatkan ekskresi asam urat melalui urin, sehingga bisa digunakan pada artritis gout.
- Diabsorbsi cepat dan sempurna pada pemberian oral.
- Waktu paruh 50-65 jam
Obat-obat ini bekerja melalui 2 cara:
1.
Mempengaruhi sistem prostaglandin,
yaitu suatu sistem yang bertanggungjawab terhadap timbulnya rasa nyeri.
2.
Mengurangi peradangan, pembengkakan
dan iritasi yang seringkali terjadi di sekitar luka dan memperburuk rasa nyeri
Penggunaan
obat ini mampu meringankan atau
meghilangkan rasa nyeri, tanpa mempengaruhi SSP atau menurunkan kesadaran, juga
tidak menimbulkan ketagihan. Kebanyakan zat ini juga berdaya antipiretis dan
atau antiradang. Oleh karena itu obat ini tidak hanya digunakan untuk obat
nyeri melainkan pula pada gangguan demam (infeksi virus/kuman, salesma, pilek)
dan peradangan seperti rema dan encok. Obat ini banyak digunakan pada nyeri
ringan sampai sedang, yang penyebabnya beraneka ragam misalnya: nyeri kepala,
gigi, otot atau sendi (rema, encok), perut, nyeri haid (dysmenorroe), nyeri
akibat benturan atau kecelakaan (trauma). Untuk kedua nyeri terakhir, NSAIDs
lebih layak. Pada nyeri lebih berat, seperti nyeri setelah pembedahan atau
fraktur (tulang patah) kerjanya kurang efektif.
* Daya
antipiretisnya, berdasar
rangsangan terhadap pusat pengatur kalor di hipotalamus, yang mengakibatkan
vasodilatasi perifer (dikulit) dengan bertambahnya pengeluaran kalor dan
disertai keluarnya banyak keringat.
*Daya
antiradangnya (antifogistis), kebanyakan analgetika memiliki daya
antiradang, khususnya kelompok barat dari zat-zat penghambat prostaglandin,
(NSAID, termasuk asetasol), begitu pula
benzidamin. Zat-zat ini banyak digunakan untuk rasa nyeri yang disertai dan
peradangan.
*Kombinasi dari dua
atau lebih analgetika sering kali digunakan, karena terjadi efek potensiasi.
Lagi pula efek sampingnya, yang masing-masing terletak dibidang yang berlainan,
berkurang karena dosisnya masing-masing dapat diturunkan. Kombinasi analgetika
dengan kofein dan kodein sering kali dibuat, khususnya dalam sediaan dengan
parasetamol dan asetasol.
*Kehamilan dan Laktasi
Hanya parasetamol yang dianggap aman
bagi wanita hamil dan menyusui, meskipun dapat mencapai air susu. Asetasol dan
salisilat, NSAIDs dan metamazol dapat mengganggu perkembangan janin, sehingga
sebaiknya dihindari. Dari aminofenazon dan propifenazon belum terdapat cukup
data.
B. Obat
Antipiretika
Obat
antipiretik adalah obat untuk menurunkan demam.
Jenis Obat Antipiretika
1. Benorylate
Benorylate
adalah kombinasi dari parasetamol dan ester aspirin. Obat ini digunakan sebagai
obat antiinflamasi dan antipiretik. Untuk pengobatan demam pada anak obat ini
bekerja lebih baik dibanding dengan parasetamol dan aspirin dalam penggunaan
yang terpisah. Karena obat ini derivat dari aspirin maka obat ini tidak boleh
digunakan untuk anak yang mengidap Sindrom Reye.
2.
Fentanyl
Fentanyl
termasuk obat golongan analgesik narkotika. Analgesik narkotika digunakan
sebagai penghilang nyeri. Dalam bentuk sediaan injeksi IM (intramuskular)
Fentanyl digunakan untuk menghilangkan sakit yang disebabkan kanker.
Menghilangkan
periode sakit pada kanker adalah dengan menghilangkan rasa sakit secara
menyeluruh dengan obat untuk mengontrol rasa sakit yang persisten/menetap. Obat
Fentanyl digunakan hanya untuk pasien yang siap menggunakan analgesik
narkotika.
Fentanyl
bekerja di dalam sistem syaraf pusat untuk menghilangkan rasa sakit. Beberapa
efek samping juga disebabkan oleh aksinya di dalam sistem syaraf pusat. Pada
pemakaian yang lama dapat menyebabkan ketergantungan tetapi tidak sering
terjadi bila pemakaiannya sesuai dengan aturan.
Ketergantungan
biasa terjadi jika pengobatan dihentikan secara mendadak. Sehingga untuk
mencegah efek samping tersebut perlu dilakukan penurunan dosis secara bertahap
dengan periode tertentu sebelum pengobatan dihentikan.
3. Pirazolon
Di pasaran
pirazolon terdapat dalam antalgin, neuralgin, dan novalgin. Obat ini amat
manjur sebagai penurun panas dan penghilang rasa nyeri. Namun pirazolon
diketahui menimbulkan efek berbahaya yakni agranulositosis (berkurangnya sel
darah putih), karena itu penggunaan analgesik yang mengandung pirazolon perlu
disertai resep dokter.
Daftar Pustaka
·http://aniskhoe2110.blogspot.com/2012/06/analgetika-dan-antipiretika.html
·
http://dianhusadafathiem.blogspot.com/p/definisi-analgetik-antipiretik.html
terimakasih sudah berbagi informasi yang bermanfaat. obat bius
ReplyDeleteterimakasih
ReplyDeleteIZIN COPY YA.. THANKS.
ReplyDelete