A.Pengertian
Appendiks adalah
ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm (94 inci), melekat
pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Appendiks berisi makanan dan
mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak
efektif dan lumennya kecil, appendiks cenderung menjadi tersumbat dan rentan
terhadap infeksi. (Brunner dan Sudarth, 2002).
Apendisitis adalah
peradangan dari apendiks vermivormis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang
paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun
perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia antara 10 sampai 30
tahun (Mansjoer, Arief,dkk, 2007).
Apendisitis adalah
infeksi pada appendiks karena tersumbatnya lumen oleh fekalith (batu feces),
hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus. Obstruksi lumen merupakan
penyebab utama Apendisitis. Erosi membran mukosa appendiks dapat terjadi karena
parasit seperti Entamoeba histolytica, Trichuris
trichiura, danEnterobius vermikularis (Ovedolf, 2006).
Apendisitis merupakan inflamasi
apendiks vermiformis, karena struktur yang terpuntir, appendiks merupakan
tempat ideal bagi bakteri untuk berkumpul dan multiplikasi (Chang, 2010)
Apendisitis merupakan
inflamasi di apendiks yang dapt terjadi tanpa penyebab yang jelas, setelah
obstruksi apendiks oleh feses atau akibat terpuntirnya apendiks atau pembuluh
darahya (Corwin, 2009).
B. ETIOLOGI
Apendisitis
belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor prediposisi
yaitu:
1. Factor
yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi karena:
a. Hiperplasia
dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b. Adanya
faekolit dalam lumen appendiks
c. Adanya
benda asing seperti biji-bijian
d. Striktura
lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
2. Infeksi
kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan Streptococcus
3. Laki-laki
lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun (remaja dewasa).
Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.
4. Tergantung
pada bentuk apendiks:
a. Appendik
yang terlalu panjang
b. Massa
appendiks yang pendek
c. Penonjolan
jaringan limpoid dalam lumen appendiks
d. Kelainan
katup di pangkal appendiks
e. (Nuzulul,
2009)
Appendisitis
tersumbat atau terlipat oleh:
a. Fekalis/
massa keras dari feses
b. Tumor,
hiperplasia folikel limfoid
c. Benda
asing
C. KLASIFIKASI
1. Apendisitis
akut
Apendisitis
akut adalah : radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut pada dasarnya
adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses infeksi dari
apendiks.
Penyebab
obstruksi dapat berupa :
a. Hiperplasi
limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
b. Fekalit
c. Benda
asing
d. Tumor.
Adanya
obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi tidak dapat
keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra luminer
sehingga menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin tinggi.
Tekanan
yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks sehingga
terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus / nanah pada dinding apendiks.Selain
obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ
lain yang kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks.
2. Apendisitis
Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan
dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan terbendungnya
aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis. Keadaan ini
memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus
besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga
serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan
mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat
fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri
tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak
aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut
disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.
3. Apendisitis
kronik
Diagnosis
apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat : riwayat
nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara
makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan menghilang satelah apendektomi.
Kriteria
mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan
parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama
dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens apendisitis kronik
antara 1-5 persen.
4. Apendissitis
rekurens
Diagnosis
rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di perut
kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil patologi menunjukan
peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangn apendisitis akut pertama
kali sembuh spontan. Namun, apendisitis tidak perna kembali ke bentuk aslinya
karena terjadi fribosis dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya serangn
lagi sekitar 50 persen. Insidens apendisitis rekurens biasanya dilakukan
apendektomi yang diperiksa secara patologik.
Pada
apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena sering penderita
datang dalam serangan akut.
5. Mukokel
Apendiks
Mukokel
apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin akibat adanya
obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa jaringan fibrosa. Jika
isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi. Walaupun jarang,mukokel
dapat disebabkan oleh suatu kistadenoma yang dicurigai bisa menjadi ganas.
Penderita
sering datang dengan keluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut kanan
bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka kanan. Suatu saat bila
terjadi infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut. Pengobatannya adalah
apendiktomi.
6. Tumor
Apendiks
Penyakit
ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu apendektomi atas
indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke limfonodi regional,
dianjurkan hemikolektomi kanan yang akan memberi harapan hidup yang jauh
lebih baik dibanding hanya apendektomi.
7. Karsinoid
Apendiks
Ini
merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang didiagnosis prabedah,tetapi
ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan patologi atas spesimen apendiks
dengan diagnosis prabedah apendisitis akut. Sindrom karsinoid berupa rangsangan
kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas karena spasme bronkus, dan diare
ynag hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor karsinoid perut. Sel tumor
memproduksi serotonin yang menyebabkan gejala tersebut di atas.
Meskipun
diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa memberikan residif dan
adanya metastasis sehingga diperlukan opersai radikal. Bila spesimen patologik
apendiks menunjukkan karsinoid dan pangkal tidak bebas tumor, dilakukan operasi
ulang reseksi ileosekal atau hemikolektomi kanan
D.
Patofisiologi
Appendisitis yang terinflamasi dan mengalami
edema. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intra luminal, menimbulkan nyeri
abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif dalam beberapa jam,
trlokalisasi di kuadran kanan bawah dari abdomen. Appendiks terinflamasi berisi
pus.
E.
Manifestasi Klinik
Ć¼ Nyeri
kuadran bawah terasa dan biasanya disertai dengan demam ringan, mual, muntah
dan hilangnya nafsu makan.
Ć¼ Nyeri
tekan local pada titik McBurney bila dilakukan tekanan.
Ć¼ Nyeri
tekan lepas dijumpai.
Ć¼ Terdapat
konstipasi atau diare.
Ć¼ Nyeri
lumbal, bila appendiks melingkar di belakang sekum.
Ć¼ Nyeri
defekasi, bila appendiks berada dekat rektal.
Ć¼ Nyeri
kemih, jika ujung appendiks berada di dekat kandung kemih atau ureter.
Ć¼ Pemeriksaan
rektal positif jika ujung appendiks berada di ujung pelvis.
Ć¼ Tanda
Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang secara paradoksial
menyebabkan nyeri kuadran kanan.
Ć¼ Apabila
appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertai abdomen terjadi akibat
ileus paralitik.
Ć¼ Pada
pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi. Pasien mungkin tidak
mengalami gejala sampai terjadi ruptur appendiks.
Nama pemeriksaan
|
Tanda dan gejala
|
Rovsing’s sign
|
Positif jika dilakukan palpasi dengan tekanan pada
kuadran kiri bawah dan timbul nyeri pada sisi kanan.
|
Psoas sign atau Obraztsova’s sign
|
Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian
dilakukan ekstensi dari panggul kanan. Positif jika timbul nyeri pada kanan
bawah.
|
Obturator sign
|
Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan dilakukan
rotasi internal pada panggul. Positif jika timbul nyeri pada hipogastrium
atau vagina.
|
Dunphy’s sign
|
Pertambahan nyeri pada tertis kanan bawah dengan
batuk
|
Ten Horn sign
|
Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi lembut pada
korda spermatic kanan
|
Kocher (Kosher)’s sign
|
Nyeri pada awalnya pada daerah epigastrium atau
sekitar pusat, kemudian berpindah ke kuadran kanan bawah.
|
Sitkovskiy (Rosenstein)’s sign
|
Nyeri yang semakin bertambah pada perut kuadran
kanan bawah saat pasien dibaringkan pada sisi kiri
|
Aure-Rozanova’s sign
|
Bertambahnya nyeri dengan jari pada petit triangle kanan
(akan positif Shchetkin-Bloomberg’s sign)
|
Blumberg sign
|
Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada
kuadran kanan bawah kemudian dilepaskan tiba-tiba
|
G. KOMPLIKASI
Komplikasi
terjadi akibat keterlambatan penanganan Apendisitis. Faktor keterlambatan dapat
berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita meliputi pengetahuan
dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan diagnosa, menunda
diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit, dan terlambat melakukan penanggulangan.
Kondisi ini menyebabkan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas. Proporsi
komplikasi Apendisitis 10-32%, paling sering pada anak kecil dan orang tua.
Komplikasi 93% terjadi pada anak-anak di bawah 2 tahun dan 40-75% pada orang
tua. CFR komplikasi 2-5%, 10-15% terjadi pada anak-anak dan orang tua.43
Anak-anak memiliki dinding appendiks yang masih tipis, omentum lebih pendek dan
belum berkembang sempurna memudahkan terjadinya perforasi, sedangkan pada orang
tua terjadi gangguan pembuluh darah. Adapun jenis komplikasi diantaranya:
1. Abses
Abses
merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di kuadran
kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa flegmon dan
berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila Apendisitis
gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum
2. Perforasi
Perforasi
adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar ke rongga
perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi meningkat
tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70% kasus
dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih
dari 38,50C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis
terutamapolymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi
bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
3. Peritononitis
Peritonitis
adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya yang dapat terjadi
dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas pada permukaan
peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas peristaltik
berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan
elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria.
Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri
abdomen, demam, dan leukositosis.
H. PEMERIKSAAN
PENUNJANG
1. Laboratorium
2. Terdiri
dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP). Pada
pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-18.000/mm3
(leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah
serum yang meningkat. CRP adalah salah satu komponen protein fase akut yang
akan meningkat 4-6 jam setelah terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat
melalui proses elektroforesis serum protein. Angka sensitivitas dan
spesifisitas CRP yaitu 80% dan 90%.
3. Radiologi
4. Terdiri
dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed Tomography
Scanning(CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan bagian memanjang pada tempat
yang terjadi inflamasi pada appendiks, sedangkan pada pemeriksaan CT-scan
ditemukan bagian yang menyilang dengan fekalith dan perluasan dari appendiks
yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum. Tingkat akurasi USG 90-94%
dengan angka sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan 92%, sedangkan CT-Scan
mempunyai tingkat akurasi 94-100% dengan sensitivitas dan spesifisitas yang
tinggi yaitu 90-100% dan 96-97%.
5. Analisa
urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan infeksi saluran
kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.
6. Pengukuran
enzim hati dan tingkatan amilase membantu mendiagnosa peradangan hati, kandung
empedu, dan pankreas.
7. Serum Beta
Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk memeriksa adanya kemungkinan
kehamilan.
8. Pemeriksaan
barium enema untuk menentukan lokasi sekum. Pemeriksaan Barium enema
dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk kemungkinan
karsinoma colon.
9. Pemeriksaan
foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti Apendisitis, tetapi mempunyai
arti penting dalam membedakan Apendisitis dengan obstruksi usus halus atau batu
ureter kanan.
I. PENATALAKSANAAN
MEDIS
Penatalaksanaan
yang dapat dilakukan pada penderita Apendisitis meliputi penanggulangan
konservatif dan operasi.
1. Penanggulangan
konservatif
2. Penanggulangan
konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak mempunyai akses ke
pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik. Pemberian antibiotik berguna untuk
mencegah infeksi. Pada penderita Apendisitis perforasi, sebelum operasi
dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian antibiotik
sistemik
3. Operasi
4. Bila
diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka tindakan yang
dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi). Penundaan appendektomi
dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses
appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).
5. Pencegahan
Tersier
6. Tujuan
utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya komplikasi yang lebih
berat seperti komplikasi intra-abdomen. Komplikasi utama adalah infeksi luka
dan abses intraperitonium. Bila diperkirakan terjadi perforasi maka abdomen
dicuci dengan garam fisiologis atau antibiotik. Pasca appendektomi diperlukan
perawatan intensif dan pemberian antibiotik dengan lama terapi disesuaikan
dengan besar infeksi intra-abdomen.
J.
Pathways
Idiopatik makan tak teratur Kerja fisik yang keras
Massa keras feses
Obstruksi lumen
Suplay
aliran darah menurun
Mukosa
terkikis
·
Perforasi Peradangan pada appendiks distensi abdomen
·
Abses
·
Peritonitis Nyeri
Menekan gaster
Appendiktomy pembatasan intake
cairan peningk prod HCL
Insisi bedah
mual, muntah
|
|
|
ASUHAN
KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
KEPERAWATAN
1. WawancaraDapatkan
riwayat kesehatan dengan cermat khususnya mengenai:
Ć¼ Keluhan
utama klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut
kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam
kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa
waktu lalu.Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau
timbul nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai biasanya klien
mengeluh rasa mual dan muntah, panas.
Ć¼ Riwayat
kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan masalah. kesehatan klien
sekarang.
Ć¼ Diet,kebiasaan
makan makanan rendah serat.
Ć¼ Kebiasaan
eliminasi.
2.
Pemeriksaan Fisik
·
Pemeriksaan fisik
keadaan umum klien tampak sakit ringan/sedang/berat.
·
Sirkulasi : Takikardia.
·
Respirasi : Takipnoe,
pernapasan dangkal.
·
Aktivitas/istirahat :
Malaise.
·
Eliminasi : Konstipasi
pada awitan awal, diare kadang-kadang.
·
Distensi abdomen, nyeri
tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada bising usus.
·
Nyeri/kenyamanan, nyeri
abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang meningkat berat dan
terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena berjalan, bersin, batuk,
atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki
kanan/posisi duduk tegak.
·
Demam lebih dari 38oC.
·
Data psikologis klien
nampak gelisah.
·
Ada perubahan denyut
nadi dan pernapasan.
·
Pada pemeriksaan rektal
toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri pada daerah
prolitotomi.
·
Berat badan sebagai
indicator untuk menentukan pemberian obat.
B.
Diagnosa Keperawatan
1.
Pre operasi
a. Nyeri
akut berhubungan dengan agen injuri biologi (distensi jaringan intestinal oleh
inflamasi)
b. Perubahan
pola eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan penurunan peritaltik.
c. Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan mual muntah.
d. Cemas
berhubungan dengan akan dilaksanakan operasi.
2.
Post operasi
a.
Nyeri berhubungan
dengan agen injuri fisik (luka insisi post operasi appenditomi).
b.
Resiko infeksi
berhubungan dengan tindakan invasif (insisi post pembedahan).
c.
Defisit self care
berhubungan dengan nyeri.
d.
Kurang pengetahuan
tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d kurang informasi
PRE OPERASI
No
|
Diagnosa
Keperawatan
|
NOC
|
NIC
|
Rasional
|
1.
|
Nyeri
akut berhubungan dengan agen injuri biologi (distensi jaringan intestinal
oleh inflamasi)
|
Setelah
dilakukan asuhan keperawatan, diharapkan nyeri klien berkurang
dengan
kriteria hasil:
a.
Klien mampu mengontrol nyeri (tahu
penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi
nyeri, mencari bantuan)
b.
Melaporkan bahwa nyeri berkurang
dengan menggunakan manajemen nyeri
c.
Tanda vital dalam rentang normal
d.
TD (systole 110-130mmHg, diastole
70-90mmHg), HR(60-100x/menit), RR (16-24x/menit), suhu (36,5-37,50C)
e.
Klien tampak rileks mampu
tidur/istirahat
|
1.
Kaji tingkat nyeri, lokasi dan
karasteristik nyeri
2. Jelaskan
pada pasien tentang penyebab nyeri
3.
Ajarkan tehnik untuk pernafasan
diafragmatik lambat / napas dalam
4.
Berikan aktivitas hiburan (ngobrol
dengan anggota keluarga)
5.
Observasi tanda-tanda vital
6.
Kolaborasi dengan tim medis dalam
pemberian analgetik
|
1.
Untuk mengetahui sejauh mana tingkat nyeri
dan merupakan indiaktor secara dini untuk dapat memberikan tindakan
selanjutnya
2.
informasi yang tepat dapat menurunkan
tingkat kecemasan pasien dan menambah pengetahuan pasien tentang nyeri.
3.
napas dalam dapat menghirup
O2 secara adequate sehingga otot-otot menjadi relaksasi sehingga dapat
mengurangi rasa nyeri.
4.
meningkatkan relaksasi dan dapat
meningkatkan kemampuan koping
5.
deteksi dini terhadap perkembangan
kesehatan pasien.
6.
sebagai profilaksis untuk dapat
menghilangkan rasa nyeri.
|
2.
|
Perubahan pola eliminasi (konstipasi) berhubungan
dengan penurunan peritaltik.
|
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, diharapkan
konstipasi klien teratasi dengan kriteria hasil:
BAB
1-2 kali/hari
Feses
lunak
Bising
usus 5-30 kali/menit
|
1. 1.
Pastikan kebiasaan defekasi klien dan gaya hidup sebelumnya.
2. 2.
Auskultasi bising usus
3.
Tinjau
ulang pola diet dan jumlah / tipe masukan cairan
4. 4.Berikan
makanan tinggi serat.
5. Berikan
obat sesuai indikasi, contoh : pelunak feses
|
1. membantu dalam pembentukan jadwal irigasi efektif
2. 2. kembalinya fungsi
gastriintestinal mungkin terlambat oleh inflamasi intra peritonial
3. masukan adekuat dan serat, makanan kasar
memberikan bentuk dan cairan adalah faktor penting dalam menentukan
konsistensi feses
4. makanan yang tinggi serat dapat memperlancar
pencernaan sehingga tidak terjadi konstipasi
5. obat
pelunak feses dapat melunakkan feses sehingga tidak terjadi konstipasi.
|
3.
|
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual
muntah.
|
Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan
keseimbangan cairan dapat dipertahankan dengan kriteria hasil:
kelembaban
membrane mukosa
turgor
kulit baik
Haluaran
urin adekuat: 1 cc/kg BB/jam
Tanda-tanda
vital dalam batas normal
TD (systole 110-130mmHg, diastole 70-90mmHg),
HR(60-100x/menit), RR (16-24x/menit), suhu (36,5-37,50C)
|
M1. Monitor tanda-tanda vital
2.Kaji membrane mukosa, kaji tugor kulit dan pengisian
kapiler.
3. 3.Awasi
masukan dan haluaran, catat warna urine/konsentrasi, berat jenis.
4. 4.Auskultasi
bising usus, catat kelancaran flatus, gerakan usus.
5. 5.Berikan
perawatan mulut sering dengan perhatian khusus pada perlindungan bibir.
6. 6.Pertahankan
penghisapan gaster/usus.
7. Kolaborasi
pemberiancairan IV dan elektrolit
|
T1. membantu mengidentifikasikan
fluktuasi volume intravaskuler.
2.Indicator
keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler.
§3.Penurunan
haluaran urin pekat dengan peningkatan berat jenis diduga dehidrasi/kebutuhan
peningkatan cairan.
4.Indicator
kembalinya peristaltic, kesiapan untuk pemasukan per oral.
5.Dehidrasi
mengakibatkan bibir dan
mulut kering dan pecah-pecah
§ Selang NG biasanya
dimasukkan pada praoperasi dan dipertahankan pada fase segera
pascaoperasi untuk dekompresi usus, meningkatkan istirahat usus,
mencegah mentah.
7.Peritoneum
bereaksi terhadap iritasi/infeksi dengan menghasilkan sejumlah besar cairan
yang dapat menurunkan volume sirkulasi darah, mengakibatkan hipovolemia.
Dehidrasi dapat terjadi ketidakseimbangan elektrolit
|
4.
|
Cemas berhubungan dengan akan dilaksanakan
operasi.
|
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, diharapkan
kecemasab klien berkurang dengan kriteria hasil:
Melaporkan
ansietas menurun sampai tingkat teratasi
Tampak
rileks
|
1. 1.evaluasi tingkat ansietas,
catat verbal dan non verbal pasien.
2. 2.Jelaskan
dan persiapkan untuk tindakan prosedur sebelum dilakukan
3. 3.Jadwalkan
istirahat adekuat dan periode menghentikan tidur.
4. Anjurkan
keluarga untuk menemani disamping klien
|
K1.ketakutan dapat terjadi karena
nyeri hebat, penting pada prosedur diagnostik dan pembedahan.
2. dapat
meringankan ansietas terutama ketika pemeriksaan tersebut melibatkan
pembedahan.
3.membatasi
kelemahan, menghemat energi dan meningkatkan kemampuan koping.
4. Mengurangi
kecemasan klien
|
POST
OPERASI
No
|
Diagnosa
Keperawatan
|
NOC
|
NIC
|
Rasional
|
1.
|
Nyeri
berhubungan dengan agen injuri fisik (luka insisi post operasi appenditomi).
|
Setelah
dilakukan asuhan keperawatan, diharapkan nyeri berkurang dengan kriteria
hasil:
a. Melaporkannyeri
berkurang
b. Klien
tampak rileks
c. Dapat
tidur dengan tepat
d. Tanda-tanda
vital dalam batas normalTD (systole 110-130mmHg, diastole 70-90mmHg),
HR(60-100x/menit), RR (16-24x/menit), suhu (36,5-37,50C)
|
1. Kaji skala
nyeri lokasi, karakteristik dan laporkan perubahan nyeri dengan tepat.
2. Monitor
tanda-tanda vital
3. Pertahankan
istirahat dengan posisi semi powler.
4. Dorong
ambulasi dini.
5. Berikan
aktivitas hiburan.
6. Kolborasi
tim dokter dalam pemberian analgetika.
|
1.
Berguna dalam pengawasan dan keefesien
obat, kemajuan penyembuhan,perubahan dan karakteristik nyeri.
2.
deteksi dini terhadap
perkembangan kesehatan pasien.
3.
Menghilangkan tegangan abdomen yang
bertambah dengan posisi terlentang.
4.
Meningkatkan kormolisasi fungsi
organ.
5.
meningkatkan relaksasi.
6. Menghilangkan
nyeri.
|
2.
|
Resiko infeksi
berhubungan dengan tindakan invasif (insisi post pembedahan).
|
Setelah
dilakukan asuhan keperawatan diharapkan infeksi dapat diatasi dengan kriteria
hasil:
a. Klien
bebas dari tanda-tanda infeksi
b. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
c. Nilai
leukosit (4,5-11ribu/ul)
|
1. Kaji
adanya tanda-tanda infeksi pada area insisi
2. Monitor tanda-tanda vital.
Perhatikan demam, menggigil, berkeringat, perubahan mental
3. Lakukan
teknik isolasi untuk infeksi enterik, termasuk cuci tangan efektif.
4. Pertahankan
teknik aseptik ketat pada perawatan luka insisi / terbuka, bersihkan dengan
betadine.
5. Kolaborasi
tim medis dalam pemberian antibiotik
|
1. Dugaan
adanya infeksi
2. Dugaan adanya
infeksi/terjadinya sepsis, abses, peritonitis
3. mencegah
transmisi penyakit virus ke orang lain.
4. mencegah
meluas dan membatasi penyebaran organisme infektif / kontaminasi
silang.menurunkan resiko terpajan.
5. terapi
ditunjukkan pada bakteri anaerob dan hasil aerob gra negatif.
|
3.
|
Defisit self care berhubungan dengan nyeri.
|
Setelah
dilakukan asuhan keperawatan diharapkan kebersihan klien dapt dipertahankan
dengan kriteria hasil:
a. klien
bebas dari bau badan
b. klien
tampak bersih
c. ADLs
klien dapat mandiri atau dengan bantuan
|
1.
Mandikan pasien setiap hari sampai
klien mampu melaksanakan sendiri serta cuci rambut dan potong kuku klien.
2.
Ganti pakaian yang kotor dengan yang
bersih.
3.
Berikan Hynege Edukasipada klien
dan keluarganya tentang pentingnya kebersihan diri.
4.
Berikan pujian pada klien tentang
kebersihannya.
5.
Bimbing keluarga klien memandikan /
menyeka pasien
6.
Bersihkan dan atur posisi serta tempat
tidur klien.
|
1. Agar
badan menjadi segar, melancarkan peredaran darah dan meningkatkan kesehatan.
2. Untuk
melindungi klien dari kuman dan meningkatkan rasa nyaman
3. Agar
klien dan keluarga dapat termotivasi untuk menjaga personal hygiene.
4. Agar
klien merasa tersanjung dan lebih kooperatif dalam kebersihan
5. Agar
keterampilan dapat diterapkan
6. Klien
merasa nyaman dengan tenun yang bersih serta mencegah terjadinya infeksi.
|
4.
|
Kurang
pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d kurang
informasi.
|
Setelah
dilakukan asuhan keperawatan diharapkan pengetahuan bertambah dengan kriteria
hasil:
a. menyatakan
pemahaman proses penyakit, pengobatan dan
b. berpartisipasi
dalam program pengobatan
|
1. Kaji
ulang pembatasan aktivitas pascaoperasi
2.
Anjuran menggunakan
laksatif/pelembek feses ringan bila perlu dan hindari enema
3.
Diskusikan perawatan insisi,
termasuk mengamati balutan, pembatasan mandi, dan kembali ke dokter untuk
mengangkat jahitan/pengikat
4.
Identifikasi gejala yang
memerlukan evaluasi medic, contoh peningkatan nyeri edema/eritema luka,
adanya drainase, demam
|
1. Memberikan
informasi pada pasien untuk merencanakan kembali rutinitas biasa tanpa
menimbulkan masalah.
2. Membantu
kembali ke fungsi usus semula mencegah ngejan saat defekasi
3. Pemahaman
meningkatkan kerja sama dengan terapi, meningkatkan penyembuhan
4. Upaya
intervensi menurunkan resiko komplikasi lambatnya penyembuhan peritonitis.
|
Asuhan Keperawatan Apendisitis
Nama Kelompok
Kiki Suryaningsih ( P17420313067 )
Rima
Oktavinda Permatasari (P17420313081)
POLTEKKES
KEMENKES SEMARANG PRODI DIII KEPERAWATAN PEKALONGAN
TAHUN
2015
No comments:
Post a Comment