Tuesday, 3 February 2015

ASKEP MYASTENIA GRAVIS



ASUHAN KEPERAWATAN
MYASTENIA GRAVIS








Disusun Oleh :
1.              Abdul ghofur
2.              Bagus alwibowo
3.              Fina wijayanti
4.              Indri dwi pratiwi
5.              Latifatunnia rusiana
6.              Nur huda alfauzi
7.              Rima oktavinda p
8.              Tissa opilaseli
9.              Wada rahma iqbal

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
PRODI DIII KEPERAWATAN PEKALONGAN
TAHUN 2015
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nyalah kami dapat menyelesaikan makalah ini. Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih sangat banyak kekurangan baik dari segi materi, tata bahasa, maupun penyusunan. Dengan rendah hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang selanjutnya membangun untuk lebih menyempurnakan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.


                                                                                    Pekalongan, Januari 2015




                                                                                                Penulis








BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Miastenia gravis adalah kelemahan otot yang  cukup berat di dalam terjadi kelelahan otot-otot secara cepat dengan lambatnya pemulihan (dapat memakan waktu 10 hingga 20 kali lebih lama dari normal). Miastenia gravis mempengaruhi sekitar 400 per 1 juta orang. Kelemahan otot yang parah yang menyebabkan oleh penyakit tersebut membawa sejumlah komplikasi lain, termasuk kesulitan bernapas kesulitan mengunyah dan menelan, bicara cadel, kelopak mata murung dan kabur atau penglihatan ganda.
Miastenia gravis dapat mempengaruhi orang-orang dari segala umur. Namun lebih sering terjadi pada para wanita, yaitu wanita berusia antara 20 dan 40 tahun. Pada laki-laki lebih dari 60 tahun. Dan jarang terjadi selama masa kanak-kanak.
Siapapun bisa mewarisi kecenderungan terhadap kelainan autoimun ini. Sekitar 65% orang yang mengalami miastenia gravis mengalami pembesaran kelenjar hymus, dan sekitar 10% memiliki tumor pada kelenjar thymus (thymoma). Sekitar setengah thymoma adalah kanker (malignant). Beberapa orang dengan gangguan tersebut tidak memiliki antibodi untuk reseptor acetylcholine tetapi memiliki antibodi terhadao enzim yang berhubungan dengan pembentukan persimpangan neuromuskular sebagai pengganti. Orang ini bisa memerlukan pengobatan berbeda.
Pada 40% orang dengan miastenia gravis, otot  mata terlebih dahulu terkena, tetapai 85% segera mengalami masalah ini. Pada 15% orang, hanya otot-otot mata yang terkena,, tetapi pada kebanyakan orang, kemudian seluruh tubuh terkena , kesulitan berbicara, dan menelan dan kelemahan pada lengan dan kaki serimg terjadi. Pegangan tangan bisa berubah-ubah antara lemah dan normal. Otot leher bisa menjadi lemah. Sensasi tidak terpengaruh.
Ketika orang dengan miastenia gravis menggunakan otot secara berulang-ulang, otot tersebut biasanya menjadi lemah. Misalnya, orang yang dahulu bisa menggunakan palu dengan baik menjadi lemah setelah memalu untuk beberapa menit. Meskipun begitu, kelemahan otot bervariasi dalam intensitas dari jam ke jam dan dari hari ke hari, dan rnagkaian peyakit tersebur bervariasi secara luas. Sekitar 15% orang mengalami peristiwa berat (disebut miastenia crisis), kadangkala dipicu oleh infeksi. Lengan dan kaki sangat lemah. Pada beberapa orang, otot diperlukan untuk pernapasan yang melemah . keadaan ini dapat mengancam nyawa.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah Asuhan Keperawtan pada pasien Miesthania Gravis?

C.     Tujuan Penulisan
1.      Tujuan Umum
Mengetahui Asuhan Keperawatan padas pasien Miesthania Gravis.
2.      Tujuan Khusus
a.       Mengetahui definisi Miesthania Gravis
b.       Mengetahui klasifikasi Miesthania Gravis
c.       Mengetahui etiologi Miesthania Gravis
d.       Mengetahui patofisiologi Miesthania Gravis
e.       Mengetahui manifestasi klinis Miesthania Gravis

D.    Manfaat
1.      Manfaat Teoritis
Mahasiswa menjadi mengerti tentang:
a.       Definisi tentang Miesthenia Gravis
b.       Klasifikasi tentang Miesthenia Gravis
c.       Etiologi tentang Miesthenia Gravis
d.       Patofisiologi Miesthenia Gravis
e.       Manifestasi klinis dari Miesthenia Gravis
2.      Manfaat Praktis
Mahasiswa dapat mengerti dan memberikan asuhan keperawatan kepada pasien dengan Miesthenia Gravis.








BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Definisi
Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh suatu kelemahan abnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan secara terus-menerus dan disertai dengan kelelahan saat beraktivitas. Penyakit ini timbul karena adanya gangguan dari synaptictransmission atau pada neuromuscular junction. Gangguan tersebut akan mempengaruhi transmisi neuromuscular pada otot tubuh yang kerjanya dibawah kesadaran seseorang (volunter). Karakteristik yang muncul berupa kelemahan yang berlebihan, dan umumnya terjadi kelelahan pada otot-otot volunter dan hal itu dipengaruhi oleh fungsi saraf cranial (Dewabenny,2008).
Miastenia gravis merupakan sindroma klinis akibat kegagalan transmisi neuromuskuler yang disebabkan oleh hambatan dan destruksireseptor asetilkolin oleh autoantibodi. Sehingga dalam hal ini, miasteniagravis merupakan penyakit autoimun yang spesifik organ. Antibodi reseptor asetilkolin terdapat didalam serum pada hampir semua pasien. Antibodi ini merupakan antibodi IgG dan dapat melewati plasenta pada kehamilan. (Chandrasoma dan Taylor, 2005).
Miastenia gravis merupakan bagian dari penyakit neuromuskular. Miastenia gravis adalah gangguan yang memengaruhi transmisi neuromuskular pada otot tubuh yang kerjanyaa di bawah kesadaran seseorang (volunter). Miastenia gravis merupakan kelemahan otot yang parah dan satu-satunya dengan penyakit neuromuskular dengan gabungan antara cepatnya terjadi kelelahan otot-otot volunter dan lambatnya pemulihan (dapat memakan waktu 10-20 kali lebbih lama dari normal). (Price dan Wilson, 1995)
Myastenia gravis merupakan gangguan yang mempengaruhi trasmisi neuromuskuler pada otot tubuh yang kerjanya dibawah kesadaran seseorang (volunteer) . Karakteristik yang muncul berupa kelemahan yang berlebihan dan umumnya terjadi kelelahan pada otot-otot volunter dan hal itu dipengaruhi oleh fungsi saraf cranial (Brunner and Suddarth 2002).


B.     Etiologi
Penyebab miastenia gravis masih belum diketahui secara pasti, diduga kemungkinan terjadi karena gangguan atau destruksi reseptor asetilkolin (Acetyl Choline Receptor(AChR)) pada persimpangan neoromuskular akibat reaksi autoimun. Etiologi dari penyakit ini adalah:
1.         Kelainan autoimun: direct mediated antibody, kekurangan AChR, atau kelebihan kolinesterase.
2.         Genetik: bayi yang dilahirkan oleh ibu MG
Faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya miastenia gravis adalah:
a)         Infeksi (virus)
b)        Pembedahan
c)         Stress
d)        Perubahan hormonal
e)         Alkohol
f)         Tumor mediastinum
g)         Obat-obatan
·           Antibiotik (Aminoglycosides, ciprofloxacin, ampicillin, erythromycin)
·           B-blocker (propanolol)
·           Lithium
·           Magnesium
·           Procainamide
·           Verapamil
·           Chloroquine
·           Prednisone










C.    Klasifikasi
Menurut Myasthenia Gravis Foundation of America (MGFA), miastenia gravis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Kelas I
Adanya kelemahan otot-otot ocullar, kelemahan pada saat menutup mata dan kekuatan otot-otot lain normal
Kelas II
Terdapat kelemahan otot okular yang semakin parah, serta adanya kelemahan ringan pada otot-otot lain selain otot okular.
Kelas IIa
Mempengaruhi otot-otot aksial, anggota tubuh, atau keduanya. Juga terdapat kelemahan otot-otot orofaringeal yang ringan
Kelas IIb
Mempengaruhi otot-otot orofaringeal, otot pernapasan atau keduanya. Kelemahan pada otot-otot anggota tubuh dan otot-otot aksial lebih ringan dibandingkan klas IIa.
Kelas III
Terdapat kelemahan yang berat pada otot-otot okular. Sedangkan otot-otot lain selain otot-otot ocular mengalami kelemahan tingkat sedang
Kelas III a
Mempengaruhi otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya secara predominan. Terdapat kelemahan otot orofaringeal yang ringan
Kelas III b
Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan, atau keduanya secara predominan. Terdapat kelemahan otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya dalam derajat ringan.
Kelas IV
Otot-otot lain selain otot-otot okular mengalami kelemahan dalam derajat yang berat, sedangkan otot-otot okular mengalami kelemahan dalam berbagai derajat
Kelas IV a
Secara predominan mempengaruhi otot-otot anggota tubuh dan atau otot-otot aksial. Otot orofaringeal mengalami kelemahan dalam derajat ringan
Kelas IV b
Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan atau keduanya secara predominan. Selain itu juga terdapat kelemahan pada otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya dengan derajat ringan. Penderita menggunakan feeding tube tanpa dilakukan intubasi.
Kelas V
Penderita ter-intubasi, dengan atau tanpa ventilasi mekanik.

Klasifikasi menurut osserman ada 4 tipe :
1.       Ocular miastenia
Terkenanya otot-otot mata saja, dengan ptosis dan diplopia sangat ringan dan tidak ada kematian
2.       Generalized myiasthenia
a)       Mild generalized myiasthenia
Permulaan lambat, sering terkena otot mata, pelan-pelan meluas ke otot-otot skelet dan bulber. System pernafasan tidak terkena. Respon terhadap otot baik.
b)      Moderate generalized myasthenia
Kelemahan hebat dari otot-otot skelet dan bulbar dan respon terhadap obat tidak memuaskan.
3.       Severe generalized myasthenia
a)       Acute fulmating myasthenia
Permulaan cepat, kelemahan hebat dari otot-otot pernafasan, progresi penyakit biasanya komplit dalam 6 bulan. Respon terhadap obat kurang memuaskan, aktivitas penderita terbatas dan mortilitas tinggi, insidens tinggi thymoma
b)      Late severe myasthenia
Timbul paling sedikit 2 tahun setelah kelompok I dan II progresif dari myasthenia gravis dapat pelan-pelan atau mendadak, prosentase thymoma kedua paling tinggi. Respon terhadap obat dan prognosis jelek
4.       Myasthenia crisis
Menjadi cepat buruknya keadaan penderita myasthenia gravis dapat disebabkan : pekerjaan fisik yang berlebihan, emosi, infeksi, melahirkan anak







D.    Patofisiologis
Saraf besar bermielin yang berasal dari sel kornu anterior medulla spinalis dan batang otak mempersarafi otot rangka atau otot lurik. Saraf-saraf ini mengirimkan aksonnya dalam bentuk saraf-saraf spinal dan kranialmenuju ke perifer. Masing-masing saraf bercabang banyak sekali danmampu merangsang sekitar 2000 serabut otot rangka. Gabungan antara saraf motorik dan serabut-serabut otot yang dipersarafi dinamakan unit mototrik.Meskipun setiap neuron mototrik mempersarafi banyak serabut otot, tetapisetiap serabut otot dipersarafi oleh hanya satu neuron motorik. Daerah khusus yang merupakan tempat pertemuan antara saraf motorik dan serabut otot disebut sinaps neuromuskular atau hubunganneuromuscular.
Hubungan neuromuskular merupakan suatu sinaps kimiaantara saraf dan otot yang terdiri dari tiga komponen dasar: unsur presinaps,elemen postsinaps, dan celah sinaps yang mempunyai lebar sekitar 200Å.Unsur presinaps terdiri dari akson terminal dengan vesikel sinaps yangberisi asetilkolin yang merupakan neurotransmitter. Asetilkolin disintesisdan disimpan dalam akson terminal (bouton). Membran plasma aksonterminal disebut membran presinaps. Unsur postsinaps terdiri dari membranpostsinaps atau lempeng akhir motorik serabut otot. Membran postsinapsdibentuk oleh invaginasi selaput otot atau sarkolema yang dinamakan aluratau palung sinaps dimana akson terminal menonjol masuk ke dalamnya. Bagian ini mempunyai banyak lipatan (celah-celah subneural) yang sangatmenambah luas permukaan.
Membran postsinaps memiliki reseptor-reseptorasetilkolin dan mampu menghasilkan potensial lempeng akhir yangselanjutnya dapat mencetuskan potensial aksi otot. Pada membranpostsinaps juga terdapat suatu enzim yang dapat menghancurkan asetilkolinyaitu asetilkolinesterase. Celah sinaps adalah ruang yang terdapat antaramembran presinaps dan postsinaps. Ruang tersebut terisi semacam zatgelatin, dan melalui gelatin ini cairan ekstrasel dapat berdifusi







E.     Pathway


Rounded Rectangle: Gangguan Autoimun yangmerusak reseptor asetilkolin



Rounded Rectangle: Jumlah reseptor asetilkolin berkurang pada membrane                                  













 




















F.     Manifestasi Klinis
1.      Kelemahan otot mata dan wajah (hampir selalu ditemukan)
a)      Ptosis
b)      Diplobia
c)      Otot mimik
2.      Kelemahan otot bulbar
a)      Otot-otot lidah
·      Suara nasal, regurgitasi nasal
·      Kesulitan dalam mengunyah
·      Kelemahan rahang yang berat dapat menyebebkan rahang terbuka
·      Kesulitan menelan dan aspirasi dapat terjadi dengan cairan batuk dan tercekik saat minum
b)      Otot-otot leher
Otot-otot fleksor leher lebih terpengaruh daripada otot-otot ekstensor
3.      Kelemahan otot anggota gerak
4.      Kelemahan otot pernapasan
a)      Kelemahan otot interkostal dan difragma menyebabkan retensi CO2. Hipoventilasi menyebabkan kedaruratan neuromuskular.
b)      Kelemahan otot faring dapat menyebabkan gagal saluran napas atas.

G.    Komplikasi
1.         Miatenia crisis atau cholinergic crisis akibat terapi yang tidak diawasi
2.         Pneumonia
3.         Bollous Death
Faktor-faktor yang dapat memicu komplikasi pada pasien termasuk riwayat penyakit sebelumnya (misalnya, infeksi virus pada pernapasan), pasca operasi, pemakaian kortikosteroid yang lenyap secara cepat, aktivitas berlebih (terutama pada cuaca yang panas), kehamilan, dan stress emosional (Widagdo, 2007).

H.    Penatalaksanaan
Penatalaksanaan diarahkan pada perbaikan fungsi melalui pemberian obat antikolinestrase dan mengurangi serta membuang antibodi yang bersikulasi
Obat anti kolinestrase
§  piridostigmin bromide (mestinon), ambenonium klorida (Mytelase), neostigmin bromide (Prostigmin).
§  diberikan untuk meningkatkan respon otot terhadap impuls saraf dan meningkatkan kekuatan otot, hasil diperkirakan dalam 1 jam setelah pemberian.
Terapi imunosupresif
§  ditujukan pada penurunan pembentukan antibody antireseptor atau pembuangan antibody secara langsung dengan pertukaran plasma.
§  kortikostreoid menekan respon imun, menurunkan jumlah antibody yang menghambat
§  pertukaran plasma (plasmaferesis) menyebabkan reduksi sementara dalam titer antibodi
§  Thimektomi (pengangkatan kalenjer thymus dengan operasi) menyebabkan remisi subtansial, terutama pada pasien dengan tumor atau hiperlasia kalenjer timus. kalenjer timus. kalenjer timus. kalenjer timus. kalenjer timus.

I.       Pemeriksaan diagnostik
1.       Laboratorium
a)      Anti-acetylcholine receptor antibody
·       85% pada miastenia umum
·       60% pada pasien dengan miastenia okuler
b)      Anti-striated muscle
Pada 84% pasien dengan timoma dengan usia kurang dari 40 tahun
c)       Interleukin-2 receptor
·       Meningkat pada MG
·       Peningkatan berhubungan dengan progresifitas penyakit
2.       Imaging
a)      X-ray thoraks
Foto polos posisi AP dan Lateral dapat mengidentifikasi timoma sebagai massa mediatinum anterior
b)      CT scan thoraks
Identifikasi timoma
c)       MRI otak dan orbita
Menyingkirkan penyebab lain defisit Nn. Craniales, tidak digunakan secara rutin
3.       Pemeriksaan klinis
a)      Menatap tanpa kedip pada suatu benda yg terletak diatas bidang kedua mata selama 30 dtk, akan terjadi ptosis
b)      Melirik ke samping terus menerus akan terjadi diplopia
c)       Menghitung atau membaca keras-keras selama 3 menit akan terjadi kelemahan pita suara suara hilang
d)      Tes untuk otot leher dg mengangkat kepala selama 1 menit dalam posisi berbaring
e)       Tes exercise untuk otot ekstremitas, dg mempertahankan posisi saat mengangkat kaki dg sudut 45° pd posisi tidur telentang 3 menit, atau duduk-berdiri 20-30 kali. Jalan diatas tumit atau jari 30 langkah, tes tidur-bangkit 5-10 kali
4.       Tes tensilon (edrophonium chloride)
a)      Suntikkan tensilon 10 mg (1 ml) i.v, secara bertahap. Mula-mula 2 mg à bila perbaikan (-) dlm 45 dtk, berikan 3 mg lagi à bila perbaikan (-), berikan 5 mg lagi. Efek tensilon akan berakhir 4-5 menit
b)      Efek samping : ventrikel fibrilasi dan henti jantung
5.      Tes kolinergik
6.      Tes Prostigmin (neostigmin)
a)      Injeksi prostigmin 1,5 mg im
b)      Dapat ditambahkan atropin untuk mengurangi efek muskariniknya spt nausea, vomitus, berkeringat. Perbaikan tjd pd 10-15 menit, mencapai puncak dlm 30 menit, berakhir dalam 2-3 jam
7.      Pemeriksaan EMNG
Pada stimulasi berulang 3 Hz terdapat penurunan amplitudo (decrement respons) > 10% antara stimulasi I dan V. MG ringan penurunan mencapai 50%, MG sedang sampai berat dapat sampai 80%

8.      Pemeriksaan antibodi AchR
Antibodi AChR ditemukan pd 85-90% penderita MG generalisata, &0% MG okular. Kadar ini tdk berkorelasi dg beratnya penyakit
9.      Evaluasi Timus
Sekitar 75% penderita MG didapatkan timus yg abnormal,terbanyak berupa hiperplasia,sedangkan15% timoma. Adanya timoma dapat dilihat dg CT scan mediastinum, tetapi pd timus hiperplasia hasil CT sering normal
10.  Diagnosis Banding
a)      Sindroma Eaton-Lambert :
·      Sering terjadi bersamaan dengang small cell Ca dari paru.
·      Lesi terjadi di membran pre sinaptik dimana ‘release’ Ach tidak dpt berlangsung dg baik
b)      Botulism
·      Penyebab : neurotoksin dari Clostridium botulinum, yg dpt masuk mll makanan yg terkontaminasi
·      Dengang cara menghambat/menghalang-halangi pelepasan Ach dari ujung terminal akson persinaptik
11.  Pengobatan
a)      Mestinon
b)      Antikolinesterase : menghambat destruksi Ach
·         Piridostigmin bromide (Mestinon, Regonol). Dosis awal 30-60 mg tiap 6-8 jam atau setiap 3-4 jam. Dosis optimal bervariasi tgt kebutuhan mulai 30-120 mg setiap 4 jam. Bila > 120 mg tiap 3 jam dpt menimbulkan à Krisis Kolinergik (G/ : dispneu, miosis, lakrimasi, hipersalivasi, emesis, diare
·         Neostigmin Bromide (Prostigmin). Kerja lebih pendek. Dosis 15 mg tiap 3-4 jam
c)      Kortikosteroid : Mulai dosis rendah (12-50 mg prednison) kmd dinaikkan pelan-pelan sampai respon optimal (maksimal 50-60 mg prednison). Dosis dipertahankan sampai perbaikan mencapai plateau (biasanya 6-12 bulan).
d)      Imunosupresan
·      Obat ; azathiprine 1-2,5 mg/minggu Biasanya dipakai bersama prednisone
·       Obat lain : Cyclosporine,Cyclophosphamide, Mycophenolate mofetil
e)      Intravenous Imunoglobulin
·      Dosis : 0,4 gr/kg BB/hari selama 5 hari berturut2
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A.     Pengkajian
Pengkajian, meliputi:
1.       B1 (Breating) Inspeksi apakah klien mengalami kemampuan atau penurunan batuk efektif, produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan sering didapatkan pada klien yang disertai adanya kelemahan otot-otot pernafasan. Auskultasi bunyi nafas tambahan seperti ronchi atau stridor pada klien menandakan adanya akumulasi sekret pada jalan nafas dan penurunan kemampuan otot-otot pernapasan.
2.       B2 (Blood) Pengkajian pada sistem kardiovaskular terutama dilakukan untuk memantau perkembangan status kardiovaskular, terutama denyut nadi dan tekanan darah yang secara progresif akan berubah sesuai dengan kondisi tidak membaiknya status pernafasan.
3.       B3 (Brain) Kelemahan otot ekstraokular yang menyebabkan palsi ocular, jatuhnya kelopak mata atau dislopia intermien, bicara klien mungkin disatrik.
4.       B4 (Bladder) Pengkajian terutama ditujukan pada sistem perkemihan.Biasanya terjadi kondisi dimana fungsi kandung kemih menurun,retensi urine, hilangnya sensasi saat berkemih.
5.       B5 (Bowel) Ditunjukkan dengan kesulitan menelan-mengunyah, disfagia,kelemahan otot diafragma dan peristaltic usus turun.
6.       B6 (Bone) Pengkajian ini bertujuan untuk mengetahui adanya gangguan aktifitas atau mobilitas fisik, kelemahan otot yang berlebihan.

B.     Diagnosa keperawatan
Berdasarkan data pengkajian, diagnosa keperawatan meliputi hal berikut :
1.       Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelemahan otot pernapasan.
2.       Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kelemahan fisik umum, keletihan.
3.       Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan disfonia,gangguan pengucapan kata, gangguan neuromuskular, kehilangan kontrol tonus otot fasial atau oral.4.
4.       Gangguan citra diri berhubungan dengan ptosis, ketidakmampuan komunikasi verbal.

C.     Intervensi keperawatan
1.    Ketidakefektifan pola nafas berhubungandengan kelemahan otot pernapasan
Tujuan             : Dalam waktu 1 x 24 jam setelah diberikan intervensi polapernapasan klien kembali efektif 
Kriteria Hasil : Irama, frekuensi dan kedalaman pernapasan dalambatas normal, bunyi nafas terdengar jelas, respiratorterpasang dengan optimal
INTERVENSI
RASIONAL
1.    Kaji kemampuanventilasi
Untuk klien dengan penurunan kapasitas ventilasi, perawat mengkaji frekuensi pernapasan, kedalaman, dan bunyi nafas,pantau hasil tes fungsi paru-paru (volume

2.    Kaji kualitas, frekuensi,dan kedalamanpernapasan, laporkansetiap perubahan yangterjadi.
Dengan mengkaji kualitas, frekuensi, dankedalaman pernapasan, kita dapatmengetahui sejauh mana perubahan kondisiklien.
3.    Baringkan klien dalamposisi yang nyaman
Dalam posisi dudukPenurunan diafragma memperluas daerahdada sehingga ekspansi paru bisa maksimal.
4.    Observasi tanda-tandavital (nadi,RR).
Peningkatan RR dan takikardi merupakanindikasi adanya penurunan fungsi paru

2.     Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kelemahan fisik umum, keletihan.
Tujuan                   : Infeksi bronkhopulmonal dapat dikendalikan untuk menghilangkan edema inflamasi dan memungkinkan penyembuhan aksi siliaris normal. Infeksi pernapasan minor yang tidak memberikan dampak pada individu yang memiliki paru-paru normal, dapat berbahaya bagi klien dengan PPOM.
Kriteria Hasil        : Frekuensi nafas 16-20 x/menit, frekuensi nadi 70-90x/menit, dan kemampuan batuk efektif dapat optimal,tidak ada tanda peningkatan suhu tubuh.

INTERVENSI
RASIONAL
1.     Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktivitas


Menjadi data dasar dalam melakukan intervensi selanjutnya.

2.    Atur cara beraktivitas klien sesuai kemampuan.

Sasaran klien adalah memperbaiki kekuatan dan daya tahan.

3.    Menjadi partisipan dalam pengobatan.
Klien harus belajar tentang fakta-faakta dasar mengenai agen-agen antikolinesterase-kerja, waktu, penyesuaian dosis, gejala-gejala kelebihan dosis, danefek toksik. Dan yang penting pada pengguaan medikasi dengan tepat waktu adalah ketegasan
4.    Evaluasi kemampuan aktivitas motorik
Menilai singkat keberhasilan dari terapiyang boleh diberikan.




3.    Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan disfonia, gangguan pengucapan kata,gangguan neuromuskular, kehilangan kontrol tonus otot fasial atau oral.
Tujuan                       : Klien dapat menunjukkan pengertian terhadap masalah komunikasi, mampu mengekspresikan perasaannya, mampu menggunakan bahasa isyarat.
Kriteria Hasil            : Terciptanya suatu komunikasi di mana kebutuhanklien dapat dipenuhi, klien mampu merespons setiapberkomunikasi secara verbal maupun isyarat.
INTERVENSI
RASIONAL
1.     Kaji komunikasi verbal klien
Kelemahan otot-otot bicara klien krisis miastenia gravis dapat berakibat pada komunikasi.
2.     Lakukan metode komunikasi yang ideal sesuai dengan kondisi klien.
Teknik untuk meningkatkan komunikasimeliputi mendengarkan klien, mengulangiapa yang mereka coba komunikasikan dengan jelas dan membuktikan yang
diinformasikan, berbicara dengan klien terhadap kedipan mata mereka dan atau goyangkan jari-jari tangan atau kaki untuk menjawab ya/tidak. Setelah periode krisis klien selalu mampu mengenal kebutuhan mereka.
3.     Beri peringatan bahwaklien di ruang ini mengalami gangguan berbicara, sediakan belkhusus bila perlu
Untuk  kenyamanan yang berhubungan dengan ketidakmampuan komunikasi.
4.     Antisipasi dan bantu kebutuhan klien.
Membantu menurunkan frustasi oleh karena ketergantungan atau ketidakmampuan berkomunikasi.
5.     Ucapkan langsungkepada klien denganberbicara pelan dantenang, gunakanpertanyaan dengan jawaban ”ya” atau”tidak” dan perhatikan respon klien
Mengurangi kebingungan atau kecemasanterhadap banyaknya informasi.
6.    Kolaborasi: konsultasi keahli terapi bicara
Mengkaji kemampuan verbal individual,sensorik, dan motorik, serta fungsi kognitif untuk mengidentifikasi defisit dan kebutuhan terapi.


4.          Gangguan citra diri berhubungan dengan ptosis,ketidakmampuan komunikasi verbal.
Tujuan                     : Citra diri klien meningkat.
Kriteria Hasil            : Mampu menyatakan atau mengkomunikasikan denganorang terdekat tentang situasi dan perubahan yangsedang terjadi, mampu menyatakan penerimaan diriterhadap situasi, mengakui dan menggabungkanperubahan ke dalam kosep diri dengan cara yangakurat tanpa harga diri yang negatif.
INTERVENSI
RASIONAL
1.    Kaji perubahan darigangguan persepsi danhubungan dengan derajat ketidakmampuan.
Menentukan bantuan individual dalam menyusun rencana perawatan atau pemilihan intervensi.
2.    Bantu dan anjurkan perawatan yang baik dan memperbaiki kebiasaan.
Membantu meningkatkan perasaan hargadiri dan mengontrol lebih dari satu area kehidupan.
3.    Anjurkan orang yang terdekat untuk mengizinkan klien melakukan hal untuk dirinya sebanyak-banyaknya
Menghidupkan kembali perasaan kemandirian dan membantu perkembangan harga diri serta mempengaruhi proses rehabilitasi.



BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Miastenia gravis adalah kelemahan otot yang cukup berat dimana terjadi kelelahan otot-otot secara cepat dengan lambatnya pemulihan. Myasthenia gravis dapat mempengaruhi orang-orang dari segala umur. Namun lebih sering terjadi pada para wanita sehingga kita sebagai perawat harus bisa menentukan diagnosa keperawatan terhadap pasien dengan myastenia gravis serta perlu melakukan beberapa tindakan dan asuhan kepada pasien dengan masalah tersebut. 

















DAFTAR PUSTAKA






1 comment:

  1. When cholinergic crisis takes place, the muscles cannot anymore react to the inflow of acetylcholine so the symptoms usually follow. Read More At http://healthsurgical.com/cholinergic-crisis.html

    ReplyDelete