ASUHAN KEPERAWATAN
MYASTENIA GRAVIS
Disusun Oleh :
1.
Abdul ghofur
2.
Bagus alwibowo
3.
Fina wijayanti
4.
Indri dwi pratiwi
5.
Latifatunnia rusiana
6.
Nur huda alfauzi
7.
Rima oktavinda p
8.
Tissa opilaseli
9.
Wada rahma iqbal
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
PRODI DIII KEPERAWATAN PEKALONGAN
TAHUN 2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nyalah kami dapat
menyelesaikan makalah ini. Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih
kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan dalam penyusunan
makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini
masih sangat banyak kekurangan baik dari segi materi, tata bahasa, maupun
penyusunan. Dengan rendah hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang
selanjutnya membangun untuk lebih menyempurnakan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.
Pekalongan,
Januari 2015
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Miastenia gravis adalah kelemahan
otot yang cukup berat di dalam terjadi kelelahan otot-otot secara
cepat dengan lambatnya pemulihan (dapat memakan waktu 10 hingga 20 kali lebih
lama dari normal). Miastenia gravis mempengaruhi sekitar 400 per 1 juta orang.
Kelemahan otot yang parah yang menyebabkan oleh penyakit tersebut membawa
sejumlah komplikasi lain, termasuk kesulitan bernapas kesulitan mengunyah dan
menelan, bicara cadel, kelopak mata murung dan kabur atau penglihatan ganda.
Miastenia gravis dapat mempengaruhi
orang-orang dari segala umur. Namun lebih sering terjadi pada para wanita,
yaitu wanita berusia antara 20 dan 40 tahun. Pada laki-laki lebih dari 60
tahun. Dan jarang terjadi selama masa kanak-kanak.
Siapapun bisa mewarisi kecenderungan
terhadap kelainan autoimun ini. Sekitar 65% orang yang mengalami miastenia
gravis mengalami pembesaran kelenjar hymus, dan sekitar 10% memiliki tumor pada
kelenjar thymus (thymoma). Sekitar setengah thymoma adalah kanker (malignant).
Beberapa orang dengan gangguan tersebut tidak memiliki antibodi untuk reseptor
acetylcholine tetapi memiliki antibodi terhadao enzim yang berhubungan dengan
pembentukan persimpangan neuromuskular sebagai pengganti. Orang ini bisa
memerlukan pengobatan berbeda.
Pada 40% orang dengan miastenia
gravis, otot mata terlebih dahulu terkena, tetapai 85% segera
mengalami masalah ini. Pada 15% orang, hanya otot-otot mata yang terkena,,
tetapi pada kebanyakan orang, kemudian seluruh tubuh terkena , kesulitan
berbicara, dan menelan dan kelemahan pada lengan dan kaki serimg terjadi.
Pegangan tangan bisa berubah-ubah antara lemah dan normal. Otot leher bisa
menjadi lemah. Sensasi tidak terpengaruh.
Ketika orang dengan miastenia gravis
menggunakan otot secara berulang-ulang, otot tersebut biasanya menjadi lemah.
Misalnya, orang yang dahulu bisa menggunakan palu dengan baik menjadi lemah
setelah memalu untuk beberapa menit. Meskipun begitu, kelemahan otot bervariasi
dalam intensitas dari jam ke jam dan dari hari ke hari, dan rnagkaian peyakit
tersebur bervariasi secara luas. Sekitar 15% orang mengalami peristiwa berat
(disebut miastenia crisis), kadangkala dipicu oleh infeksi. Lengan dan kaki
sangat lemah. Pada beberapa orang, otot diperlukan untuk pernapasan yang
melemah . keadaan ini dapat mengancam nyawa.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah Asuhan Keperawtan pada pasien Miesthania Gravis?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mengetahui Asuhan
Keperawatan padas pasien Miesthania Gravis.
2. Tujuan Khusus
a.
Mengetahui definisi
Miesthania Gravis
b.
Mengetahui klasifikasi
Miesthania Gravis
c.
Mengetahui etiologi
Miesthania Gravis
d.
Mengetahui
patofisiologi Miesthania Gravis
e.
Mengetahui manifestasi
klinis Miesthania Gravis
D.
Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Mahasiswa menjadi mengerti tentang:
a.
Definisi tentang
Miesthenia Gravis
b.
Klasifikasi tentang
Miesthenia Gravis
c.
Etiologi tentang
Miesthenia Gravis
d.
Patofisiologi
Miesthenia Gravis
e.
Manifestasi klinis
dari Miesthenia Gravis
2. Manfaat Praktis
Mahasiswa dapat mengerti dan memberikan asuhan keperawatan kepada pasien
dengan Miesthenia Gravis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Miastenia gravis adalah suatu
kelainan autoimun yang ditandai oleh suatu kelemahan abnormal dan progresif
pada otot rangka yang dipergunakan secara terus-menerus dan disertai dengan
kelelahan saat beraktivitas. Penyakit ini timbul karena adanya gangguan
dari synaptictransmission atau
pada neuromuscular junction.
Gangguan tersebut akan mempengaruhi transmisi neuromuscular pada otot tubuh
yang kerjanya dibawah kesadaran seseorang (volunter). Karakteristik yang muncul
berupa kelemahan yang berlebihan, dan umumnya terjadi kelelahan pada otot-otot
volunter dan hal itu dipengaruhi oleh fungsi saraf cranial (Dewabenny,2008).
Miastenia gravis merupakan sindroma
klinis akibat kegagalan transmisi neuromuskuler yang disebabkan oleh hambatan
dan destruksireseptor asetilkolin oleh autoantibodi. Sehingga dalam hal ini,
miasteniagravis merupakan penyakit autoimun yang spesifik organ. Antibodi
reseptor asetilkolin terdapat didalam serum pada hampir semua pasien. Antibodi
ini merupakan antibodi IgG dan dapat melewati plasenta pada kehamilan.
(Chandrasoma dan Taylor, 2005).
Miastenia gravis merupakan
bagian dari penyakit neuromuskular. Miastenia gravis adalah gangguan yang
memengaruhi transmisi neuromuskular pada otot tubuh yang kerjanyaa di bawah
kesadaran seseorang (volunter). Miastenia gravis
merupakan kelemahan otot yang parah dan satu-satunya dengan penyakit neuromuskular dengan gabungan antara cepatnya
terjadi kelelahan otot-otot volunter dan lambatnya pemulihan (dapat memakan
waktu 10-20 kali lebbih lama dari normal). (Price dan Wilson, 1995)
Myastenia gravis merupakan gangguan yang mempengaruhi trasmisi
neuromuskuler pada otot tubuh yang kerjanya dibawah kesadaran seseorang
(volunteer) . Karakteristik yang muncul berupa kelemahan yang berlebihan dan
umumnya terjadi kelelahan pada otot-otot volunter dan hal itu dipengaruhi oleh
fungsi saraf cranial (Brunner and Suddarth 2002).
B. Etiologi
Penyebab
miastenia gravis masih belum diketahui secara pasti, diduga kemungkinan terjadi
karena gangguan atau destruksi reseptor asetilkolin (Acetyl Choline Receptor(AChR)) pada persimpangan neoromuskular
akibat reaksi autoimun. Etiologi dari penyakit ini adalah:
1.
Kelainan autoimun: direct mediated antibody, kekurangan
AChR, atau kelebihan kolinesterase.
2.
Genetik: bayi yang dilahirkan
oleh ibu MG
Faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya miastenia gravis adalah:
a)
Infeksi (virus)
b)
Pembedahan
c)
Stress
d)
Perubahan hormonal
e)
Alkohol
f)
Tumor mediastinum
g)
Obat-obatan
·
Antibiotik (Aminoglycosides,
ciprofloxacin, ampicillin, erythromycin)
·
B-blocker (propanolol)
·
Lithium
·
Magnesium
·
Procainamide
·
Verapamil
·
Chloroquine
·
Prednisone
C. Klasifikasi
Menurut Myasthenia
Gravis Foundation of America (MGFA), miastenia gravis dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
Kelas I
|
Adanya kelemahan otot-otot ocullar, kelemahan pada saat menutup mata dan kekuatan
otot-otot lain normal
|
Kelas II
|
Terdapat kelemahan otot okular yang semakin parah, serta adanya kelemahan
ringan pada otot-otot lain selain otot okular.
|
Kelas IIa
|
Mempengaruhi otot-otot aksial, anggota tubuh, atau keduanya. Juga
terdapat kelemahan otot-otot orofaringeal yang ringan
|
Kelas IIb
|
Mempengaruhi otot-otot orofaringeal, otot pernapasan atau keduanya.
Kelemahan pada otot-otot anggota tubuh dan otot-otot aksial lebih ringan
dibandingkan klas IIa.
|
Kelas III
|
Terdapat kelemahan yang berat pada otot-otot okular. Sedangkan otot-otot
lain selain otot-otot ocular mengalami kelemahan tingkat sedang
|
Kelas III a
|
Mempengaruhi otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya
secara predominan. Terdapat kelemahan otot orofaringeal yang ringan
|
Kelas III b
|
Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan, atau keduanya
secara predominan. Terdapat kelemahan otot-otot anggota tubuh, otot-otot
aksial, atau keduanya dalam derajat ringan.
|
Kelas IV
|
Otot-otot lain selain otot-otot okular mengalami kelemahan dalam derajat
yang berat, sedangkan otot-otot okular mengalami kelemahan dalam berbagai
derajat
|
Kelas IV a
|
Secara predominan mempengaruhi otot-otot anggota tubuh dan atau otot-otot
aksial. Otot orofaringeal mengalami kelemahan dalam derajat ringan
|
Kelas IV b
|
Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan atau keduanya secara
predominan. Selain itu juga terdapat kelemahan pada otot-otot anggota tubuh,
otot-otot aksial, atau keduanya dengan derajat ringan. Penderita menggunakan
feeding tube tanpa dilakukan intubasi.
|
Kelas V
|
Penderita ter-intubasi, dengan atau tanpa ventilasi mekanik.
|
Klasifikasi menurut osserman ada 4 tipe :
1.
Ocular miastenia
Terkenanya otot-otot mata saja, dengan ptosis dan
diplopia sangat ringan dan tidak ada kematian
2.
Generalized
myiasthenia
a)
Mild generalized
myiasthenia
Permulaan lambat, sering terkena otot mata,
pelan-pelan meluas ke otot-otot skelet dan bulber. System pernafasan tidak
terkena. Respon terhadap otot baik.
b)
Moderate generalized
myasthenia
Kelemahan hebat dari otot-otot skelet dan bulbar dan
respon terhadap obat tidak memuaskan.
3.
Severe generalized
myasthenia
a)
Acute fulmating
myasthenia
Permulaan cepat, kelemahan hebat dari otot-otot
pernafasan, progresi penyakit biasanya komplit dalam 6 bulan. Respon terhadap
obat kurang memuaskan, aktivitas penderita terbatas dan mortilitas tinggi,
insidens tinggi thymoma
b)
Late severe myasthenia
Timbul paling sedikit 2 tahun setelah kelompok I dan
II progresif dari myasthenia gravis dapat pelan-pelan atau mendadak, prosentase
thymoma kedua paling tinggi. Respon terhadap obat dan prognosis jelek
4.
Myasthenia crisis
Menjadi cepat buruknya keadaan penderita myasthenia
gravis dapat disebabkan : pekerjaan fisik yang berlebihan, emosi, infeksi,
melahirkan anak
D.
Patofisiologis
Saraf besar bermielin yang berasal dari sel kornu anterior
medulla spinalis dan batang otak mempersarafi otot rangka atau otot
lurik. Saraf-saraf ini mengirimkan aksonnya dalam bentuk saraf-saraf spinal dan
kranialmenuju ke perifer. Masing-masing saraf bercabang banyak sekali danmampu
merangsang sekitar 2000 serabut otot rangka. Gabungan antara saraf motorik
dan serabut-serabut otot yang dipersarafi dinamakan unit mototrik.Meskipun
setiap neuron mototrik mempersarafi banyak serabut otot, tetapisetiap serabut
otot dipersarafi oleh hanya satu neuron motorik. Daerah khusus yang merupakan tempat
pertemuan antara saraf motorik dan serabut otot disebut sinaps
neuromuskular atau hubunganneuromuscular.
Hubungan neuromuskular merupakan suatu sinaps kimiaantara
saraf dan otot yang terdiri dari tiga komponen dasar: unsur presinaps,elemen
postsinaps, dan celah sinaps yang mempunyai lebar sekitar 200Å.Unsur presinaps
terdiri dari akson terminal dengan vesikel sinaps yangberisi asetilkolin yang
merupakan neurotransmitter. Asetilkolin disintesisdan disimpan dalam akson
terminal (bouton). Membran plasma aksonterminal disebut membran presinaps.
Unsur postsinaps terdiri dari membranpostsinaps atau lempeng akhir motorik
serabut otot. Membran postsinapsdibentuk oleh invaginasi selaput otot atau
sarkolema yang dinamakan aluratau palung sinaps dimana akson terminal menonjol
masuk ke dalamnya. Bagian ini mempunyai banyak lipatan (celah-celah subneural)
yang sangatmenambah luas permukaan.
Membran postsinaps memiliki reseptor-reseptorasetilkolin dan
mampu menghasilkan potensial lempeng akhir yangselanjutnya dapat mencetuskan
potensial aksi otot. Pada membranpostsinaps juga terdapat suatu enzim yang
dapat menghancurkan asetilkolinyaitu asetilkolinesterase. Celah sinaps adalah
ruang yang terdapat antaramembran presinaps dan postsinaps. Ruang tersebut
terisi semacam zatgelatin, dan melalui gelatin ini cairan ekstrasel dapat
berdifusi
E.
Pathway
F.
Manifestasi Klinis
1. Kelemahan
otot mata dan wajah (hampir selalu ditemukan)
a) Ptosis
b) Diplobia
c) Otot mimik
2. Kelemahan
otot bulbar
a) Otot-otot
lidah
· Suara nasal,
regurgitasi nasal
· Kesulitan
dalam mengunyah
· Kelemahan rahang
yang berat dapat menyebebkan rahang terbuka
· Kesulitan
menelan dan aspirasi dapat terjadi dengan cairan batuk dan tercekik saat minum
b) Otot-otot
leher
Otot-otot fleksor leher lebih
terpengaruh daripada otot-otot ekstensor
3. Kelemahan
otot anggota gerak
4. Kelemahan
otot pernapasan
a) Kelemahan
otot interkostal dan difragma menyebabkan retensi CO2. Hipoventilasi
menyebabkan kedaruratan neuromuskular.
b) Kelemahan
otot faring dapat menyebabkan gagal saluran napas atas.
G. Komplikasi
1.
Miatenia crisis atau
cholinergic crisis akibat terapi yang tidak diawasi
2.
Pneumonia
3.
Bollous Death
Faktor-faktor yang dapat memicu komplikasi pada pasien termasuk riwayat
penyakit sebelumnya (misalnya, infeksi virus pada pernapasan), pasca operasi,
pemakaian kortikosteroid yang lenyap secara cepat, aktivitas berlebih (terutama pada cuaca yang panas),
kehamilan, dan stress emosional (Widagdo, 2007).
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
diarahkan pada perbaikan fungsi melalui pemberian obat antikolinestrase dan
mengurangi serta membuang antibodi yang bersikulasi
Obat anti kolinestrase
§ piridostigmin bromide (mestinon), ambenonium klorida (Mytelase), neostigmin
bromide (Prostigmin).
§ diberikan untuk meningkatkan respon otot terhadap impuls saraf dan
meningkatkan kekuatan otot, hasil diperkirakan dalam 1 jam setelah pemberian.
Terapi imunosupresif
§ ditujukan pada penurunan pembentukan antibody antireseptor atau pembuangan
antibody secara langsung dengan pertukaran plasma.
§ kortikostreoid menekan respon imun, menurunkan jumlah antibody yang
menghambat
§ pertukaran plasma (plasmaferesis) menyebabkan reduksi sementara dalam titer
antibodi
§ Thimektomi (pengangkatan kalenjer thymus dengan operasi) menyebabkan remisi
subtansial, terutama pada pasien dengan tumor atau hiperlasia kalenjer timus.
kalenjer timus. kalenjer timus. kalenjer timus. kalenjer timus.
I. Pemeriksaan diagnostik
1.
Laboratorium
a)
Anti-acetylcholine receptor antibody
· 85% pada
miastenia umum
· 60% pada
pasien dengan miastenia okuler
b)
Anti-striated muscle
Pada 84%
pasien dengan timoma dengan usia kurang dari 40 tahun
c)
Interleukin-2 receptor
· Meningkat
pada MG
· Peningkatan
berhubungan dengan progresifitas penyakit
2. Imaging
a)
X-ray thoraks
Foto polos
posisi AP dan Lateral dapat mengidentifikasi timoma sebagai massa mediatinum
anterior
b)
CT scan thoraks
Identifikasi
timoma
c)
MRI otak dan orbita
Menyingkirkan
penyebab lain defisit Nn. Craniales, tidak digunakan secara rutin
3. Pemeriksaan klinis
a)
Menatap tanpa kedip pada suatu benda
yg terletak diatas bidang kedua mata selama 30 dtk, akan terjadi ptosis
b)
Melirik ke samping terus menerus
akan terjadi diplopia
c)
Menghitung atau membaca keras-keras
selama 3 menit akan terjadi kelemahan pita suara suara hilang
d)
Tes untuk otot leher dg mengangkat
kepala selama 1 menit dalam posisi berbaring
e)
Tes exercise untuk otot ekstremitas,
dg mempertahankan posisi saat mengangkat kaki dg sudut 45° pd posisi tidur
telentang 3 menit, atau duduk-berdiri 20-30 kali. Jalan diatas tumit atau jari
30 langkah, tes tidur-bangkit 5-10 kali
4. Tes tensilon (edrophonium chloride)
a)
Suntikkan tensilon 10 mg (1 ml) i.v,
secara bertahap. Mula-mula 2 mg à bila perbaikan (-) dlm 45 dtk, berikan 3 mg
lagi à bila perbaikan (-), berikan 5 mg lagi. Efek tensilon akan berakhir 4-5
menit
b)
Efek samping : ventrikel fibrilasi
dan henti jantung
5. Tes kolinergik
6. Tes Prostigmin (neostigmin)
a) Injeksi
prostigmin 1,5 mg im
b) Dapat
ditambahkan atropin untuk mengurangi efek muskariniknya spt nausea, vomitus,
berkeringat. Perbaikan tjd pd 10-15 menit, mencapai puncak dlm 30 menit,
berakhir dalam 2-3 jam
7. Pemeriksaan EMNG
Pada stimulasi berulang 3 Hz
terdapat penurunan amplitudo (decrement respons) > 10% antara stimulasi I
dan V. MG ringan penurunan mencapai 50%, MG sedang sampai berat dapat sampai
80%
8. Pemeriksaan antibodi AchR
Antibodi AChR ditemukan pd 85-90%
penderita MG generalisata, &0% MG okular. Kadar ini tdk berkorelasi dg
beratnya penyakit
9. Evaluasi Timus
Sekitar 75% penderita MG didapatkan
timus yg abnormal,terbanyak berupa hiperplasia,sedangkan15% timoma. Adanya
timoma dapat dilihat dg CT scan mediastinum, tetapi pd timus hiperplasia hasil
CT sering normal
10. Diagnosis Banding
a) Sindroma
Eaton-Lambert :
· Sering
terjadi bersamaan dengang small cell Ca dari paru.
· Lesi terjadi
di membran pre sinaptik dimana ‘release’ Ach tidak dpt berlangsung dg baik
b) Botulism
· Penyebab : neurotoksin
dari Clostridium botulinum, yg dpt masuk mll makanan yg terkontaminasi
· Dengang cara
menghambat/menghalang-halangi pelepasan Ach dari ujung terminal akson
persinaptik
11. Pengobatan
a) Mestinon
b) Antikolinesterase
: menghambat destruksi Ach
·
Piridostigmin bromide (Mestinon,
Regonol). Dosis awal 30-60 mg tiap 6-8 jam atau setiap 3-4 jam. Dosis optimal
bervariasi tgt kebutuhan mulai 30-120 mg setiap 4 jam. Bila > 120 mg tiap 3
jam dpt menimbulkan à Krisis Kolinergik (G/ : dispneu, miosis, lakrimasi, hipersalivasi,
emesis, diare
·
Neostigmin Bromide (Prostigmin).
Kerja lebih pendek. Dosis 15 mg tiap 3-4 jam
c) Kortikosteroid
: Mulai dosis rendah (12-50 mg prednison) kmd dinaikkan pelan-pelan sampai
respon optimal (maksimal 50-60 mg prednison). Dosis dipertahankan sampai
perbaikan mencapai plateau (biasanya 6-12 bulan).
d) Imunosupresan
· Obat ;
azathiprine 1-2,5 mg/minggu Biasanya dipakai bersama prednisone
· Obat lain :
Cyclosporine,Cyclophosphamide, Mycophenolate mofetil
e) Intravenous
Imunoglobulin
· Dosis : 0,4
gr/kg BB/hari selama 5 hari berturut2
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
Pengkajian,
meliputi:
1. B1
(Breating) Inspeksi apakah klien mengalami kemampuan atau penurunan batuk
efektif, produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan
frekuensi pernafasan sering didapatkan pada klien yang disertai adanya
kelemahan otot-otot pernafasan. Auskultasi bunyi nafas tambahan seperti ronchi
atau stridor pada klien menandakan adanya akumulasi sekret pada jalan nafas dan
penurunan kemampuan otot-otot pernapasan.
2. B2
(Blood) Pengkajian pada sistem kardiovaskular terutama dilakukan untuk memantau
perkembangan status kardiovaskular, terutama denyut nadi dan tekanan darah yang
secara progresif akan berubah sesuai dengan kondisi tidak membaiknya
status pernafasan.
3. B3
(Brain) Kelemahan otot ekstraokular yang menyebabkan palsi
ocular, jatuhnya kelopak mata atau dislopia intermien, bicara klien mungkin
disatrik.
4. B4
(Bladder) Pengkajian terutama ditujukan pada sistem perkemihan.Biasanya terjadi
kondisi dimana fungsi kandung kemih menurun,retensi urine, hilangnya sensasi
saat berkemih.
5. B5
(Bowel) Ditunjukkan dengan kesulitan menelan-mengunyah, disfagia,kelemahan
otot diafragma dan peristaltic usus turun.
6. B6 (Bone) Pengkajian ini bertujuan
untuk mengetahui adanya gangguan aktifitas atau mobilitas fisik, kelemahan
otot yang berlebihan.
B. Diagnosa keperawatan
Berdasarkan data pengkajian, diagnosa
keperawatan meliputi hal berikut :
1.
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan
dengan kelemahan otot pernapasan.
2.
Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan
dengan kelemahan fisik umum, keletihan.
3.
Gangguan komunikasi verbal berhubungan
dengan disfonia,gangguan pengucapan kata, gangguan neuromuskular, kehilangan kontrol
tonus otot fasial atau oral.4.
4.
Gangguan citra diri berhubungan dengan
ptosis, ketidakmampuan komunikasi verbal.
C.
Intervensi keperawatan
1. Ketidakefektifan pola
nafas berhubungandengan kelemahan otot pernapasan
Tujuan
: Dalam waktu 1 x 24 jam
setelah diberikan intervensi polapernapasan
klien
kembali efektif
Kriteria Hasil
:
Irama, frekuensi dan kedalaman pernapasan dalambatas normal,
bunyi nafas terdengar
jelas, respiratorterpasang dengan optimal
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1.
Kaji kemampuanventilasi
|
Untuk klien dengan penurunan kapasitas
ventilasi, perawat mengkaji frekuensi
pernapasan, kedalaman, dan bunyi nafas,pantau
hasil tes fungsi paru-paru (volume
|
2.
Kaji kualitas, frekuensi,dan kedalamanpernapasan, laporkansetiap perubahan yangterjadi.
|
Dengan mengkaji kualitas, frekuensi,
dankedalaman pernapasan, kita dapatmengetahui sejauh mana perubahan
kondisiklien.
|
3.
Baringkan klien dalamposisi yang nyaman
|
Dalam posisi
dudukPenurunan diafragma memperluas daerahdada sehingga ekspansi paru
bisa maksimal.
|
4.
Observasi tanda-tandavital (nadi,RR).
|
Peningkatan RR dan takikardi merupakanindikasi
adanya penurunan fungsi paru
|
2.
Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan
dengan kelemahan fisik
umum, keletihan.
Tujuan : Infeksi bronkhopulmonal dapat dikendalikan untuk
menghilangkan edema
inflamasi dan memungkinkan penyembuhan aksi
siliaris normal. Infeksi pernapasan minor yang tidak memberikan
dampak pada individu yang memiliki paru-paru normal, dapat
berbahaya bagi klien dengan PPOM.
Kriteria Hasil : Frekuensi nafas
16-20 x/menit, frekuensi nadi 70-90x/menit, dan kemampuan batuk efektif dapat
optimal,tidak ada tanda peningkatan suhu tubuh.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1.
Kaji kemampuan klien
dalam melakukan aktivitas
|
Menjadi data dasar dalam melakukan
intervensi selanjutnya.
|
2.
Atur cara beraktivitas
klien sesuai kemampuan.
|
Sasaran klien adalah
memperbaiki kekuatan dan daya tahan.
|
3. Menjadi partisipan
dalam pengobatan.
|
Klien harus belajar
tentang fakta-faakta dasar mengenai agen-agen
antikolinesterase-kerja, waktu, penyesuaian
dosis, gejala-gejala kelebihan dosis, danefek toksik. Dan yang
penting pada pengguaan medikasi dengan tepat waktu
adalah ketegasan
|
4.
Evaluasi kemampuan
aktivitas motorik
|
Menilai singkat
keberhasilan dari terapiyang boleh diberikan.
|
3.
Gangguan komunikasi verbal berhubungan
dengan disfonia,
gangguan pengucapan kata,gangguan neuromuskular, kehilangan kontrol
tonus otot fasial atau
oral.
Tujuan : Klien dapat menunjukkan
pengertian terhadap masalah komunikasi, mampu
mengekspresikan perasaannya, mampu menggunakan
bahasa isyarat.
Kriteria Hasil : Terciptanya suatu
komunikasi di mana kebutuhanklien dapat dipenuhi, klien mampu merespons
setiapberkomunikasi secara verbal maupun isyarat.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1. Kaji komunikasi verbal
klien
|
Kelemahan otot-otot bicara klien krisis
miastenia gravis dapat berakibat pada
komunikasi.
|
2.
Lakukan metode
komunikasi yang ideal sesuai dengan kondisi
klien.
|
Teknik untuk meningkatkan komunikasimeliputi
mendengarkan klien, mengulangiapa yang
mereka coba komunikasikan
dengan jelas dan membuktikan yang
diinformasikan, berbicara dengan klien
terhadap kedipan mata mereka dan atau
goyangkan jari-jari tangan atau kaki untuk
menjawab ya/tidak. Setelah periode krisis
klien selalu mampu mengenal kebutuhan
mereka.
|
3. Beri peringatan
bahwaklien di ruang ini mengalami
gangguan berbicara, sediakan
belkhusus bila perlu
|
Untuk kenyamanan yang berhubungan dengan ketidakmampuan komunikasi.
|
4.
Antisipasi dan bantu
kebutuhan klien.
|
Membantu menurunkan frustasi oleh karena
ketergantungan atau ketidakmampuan
berkomunikasi.
|
5.
Ucapkan langsungkepada klien denganberbicara pelan dantenang, gunakanpertanyaan dengan jawaban ”ya” atau”tidak”
dan perhatikan respon klien
|
Mengurangi kebingungan atau kecemasanterhadap banyaknya
informasi.
|
6.
Kolaborasi: konsultasi keahli terapi bicara
|
Mengkaji kemampuan verbal individual,sensorik,
dan motorik, serta fungsi kognitif untuk mengidentifikasi defisit dan
kebutuhan terapi.
|
4.
Gangguan citra diri berhubungan dengan
ptosis,ketidakmampuan komunikasi verbal.
Tujuan : Citra diri klien meningkat.
Kriteria Hasil : Mampu menyatakan
atau mengkomunikasikan denganorang terdekat tentang situasi dan perubahan
yangsedang terjadi, mampu menyatakan penerimaan diriterhadap situasi, mengakui
dan menggabungkanperubahan ke dalam kosep diri dengan cara yangakurat tanpa
harga diri yang negatif.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1. Kaji perubahan darigangguan persepsi danhubungan dengan
derajat ketidakmampuan.
|
Menentukan bantuan
individual dalam menyusun rencana
perawatan atau pemilihan intervensi.
|
2. Bantu dan anjurkan
perawatan yang baik dan memperbaiki kebiasaan.
|
Membantu meningkatkan
perasaan hargadiri dan mengontrol lebih dari satu area
kehidupan.
|
3.
Anjurkan orang yang
terdekat untuk mengizinkan klien
melakukan hal untuk
dirinya sebanyak-banyaknya
|
Menghidupkan kembali
perasaan kemandirian dan membantu perkembangan
harga diri serta mempengaruhi proses
rehabilitasi.
|
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Miastenia
gravis adalah kelemahan otot yang cukup berat dimana terjadi kelelahan
otot-otot secara cepat dengan lambatnya pemulihan. Myasthenia gravis dapat
mempengaruhi orang-orang dari segala umur. Namun lebih sering terjadi pada para
wanita sehingga kita sebagai perawat harus bisa menentukan diagnosa keperawatan
terhadap pasien dengan myastenia gravis serta perlu melakukan beberapa tindakan
dan asuhan kepada pasien dengan masalah tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35345- Kep%20Umum-Askep%20Mistania%20Gravis.html
When cholinergic crisis takes place, the muscles cannot anymore react to the inflow of acetylcholine so the symptoms usually follow. Read More At http://healthsurgical.com/cholinergic-crisis.html
ReplyDelete