BAB
IV
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN LUKA BAKAR
4.1 Definisi
Luka bakar (combustio/burn) adalah cedera (injuri)
sebagai akibat kontak langsung atau terpapar dengan sumber-sumber panas (thermal),
listrik (electrict), zat kimia (chemycal), atau radiasi (radiation)
.
4.2
Insiden
Perawatan luka bakar mengalami perbaikan/kemajuan dalam
dekade terakhir ini, yang mengakibatkan menurunnya angka kematian akibat luka
bakar. Pusat-pusat perawatan luka bakar telah tersedia cukup baik, dengan berbagai disiplin ilmu yang merupakan team dalam menangani luka
bakar dengan saling bekerja sama untuk melakukan
perawatan pada klien dan keluarganya.
Di Amerika kurang lebih 2 juta penduduknya memerlukan
pertolongan medik setiap tahunnya untuk injuri yang disebabkan karena luka
bakar. Tujuh puluh ribu diantaranya
dirawat di rumah sakit dengan injuri yang berat.
Luka bakar merupakan penyebab kematian ketiga akibat
kecelakaan pada semua kelompok umur. Laki-laki cenderung lebih sering mengalami
luka bakar dari pada wanita, terutama pada orang tua atau lanjut usia ( diatas
70 th).
4.3 Etiologi
Luka bakar
dikategorikan menurut mekanisme injurinya meliputi :
4.3.1 Luka Bakar Termal
Luka bakar
thermal (panas) disebabkan oleh karena terpapar atau kontak dengan api, cairan
panas atau objek-objek panas lainnya.
4.3.2 Luka Bakar Kimia
Luka bakar
chemical (kimia) disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit dengan asam atau basa
kuat. Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan banyaknya jaringan yang
terpapar menentukan luasnya injuri karena zat kimia ini. Luka bakar kimia dapat
terjadi misalnya karena kontak dengan zat-zat pembersih yang sering
dipergunakan untuk keperluan rumah tangga dan berbagai zat kimia yang digunakan
dalam bidang industri, pertanian dan militer. Lebih dari 25.000 produk zat
kimia diketahui dapat menyebabkan luka bakar kimia.
4.3.3 Luka Bakar Elektrik
Luka bakar electric (listrik) disebabkan oleh panas yang
digerakan dari energi listrik yang dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya
luka dipengaruhi oleh lamanya kontak, tingginya voltage dan cara gelombang
elektrik itu sampai mengenai tubuh.
4.3.4
Luka Bakar
Radiasi
Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber
radioaktif. Tipe injuri ini seringkali berhubungan dengan penggunaan radiasi
ion pada industri atau dari sumber radiasi untuk keperluan terapeutik pada
dunia kedokteran. Terbakar oleh sinar matahari akibat terpapar yang terlalu
lama juga merupakan salah satu tipe luka bakar radiasi.
4.4
Faktor Resiko
Data yang berhasil dikumpulkan oleh Natinal Burn
Information Exchange menyatakan 75% semua kasus injuri luka bakar, terjadi
didalam lingkungan rumah. Klien dengan usia lebih dari 70 tahun beresiko tinggi
untuk terjadinya luka bakar.
4.5 Efek Patofisiologi Luka Bakar
4.5.1 Pada Kulit
Perubahan patofisiologik yang terjadi pada kulit segera
setelah luka bakar tergantung pada luas dan ukuran luka bakar. Untuk luka bakar
yang kecil (smaller burns), respon tubuh bersifat lokal yaitu terbatas pada
area yang mengalami injuri. Sedangkan pada luka bakar yang lebih luas misalnya
25 % dari total permukaan tubuh (TBSA : total body surface area) atau
lebih besar, maka respon tubuh terhadap injuri dapat bersifat sistemik dan
sesuai dengan luasnya injuri. Injuri luka bakar yang luas dapat mempengaruhi
semua sistem utama dari tubuh, seperti :
4.5.2 Sistem kardiovaskuler
Segera setelah injuri luka bakar, dilepaskan substansi
vasoaktif (catecholamine, histamin, serotonin, leukotrienes, dan prostaglandin)
dari jaringan yang mengalmi injuri. Substansi-substansi ini menyebabkan
meningkatnya permeabilitas kapiler sehingga plasma merembes (to seep) kedalam
sekitar jaringan. Injuri panas yang secara langsung mengenai pembuluh akan
lebih meningkatkan permeabilitas kapiler. Injuri yang langsung mengenai
memberan sel menyebabkan sodium masuk dan potassium keluar dari sel. Secara
keseluruhan akan menimbulkan tingginya tekanan osmotik yang menyebabkan
meningkatnya cairan intracellular dan interstitial dan yang dalam keadaan lebih
lanjut menyebabkan kekurangan volume cairan intravaskuler. Luka bakar yang luas
menyebabkan edema tubuh general baik pada area yang mengalami luka maupun
jaringan yang tidak mengalami luka bakar dan terjadi penurunan sirkulasi volume
darah intravaskuler. Denyut jantung meningkat sebagai respon terhadap pelepasan
catecholamine dan terjadinya hipovolemia relatif, yang mengawali turunnya
kardiac output. Kadar hematokrit meningkat yang menunjukan hemokonsentrasi dari
pengeluaran cairan intravaskuler. Disamping itu pengeluaran cairan secara
evaporasi melalui luka terjadi 4-20 kali lebih besar dari normal. Sedangkan
pengeluaran cairan yang normal pada orang dewasa dengan suhu tubuh normal
perhari adalah 350 ml. (lihat tabel 4.1)
Tabel 4.1 : Rata-rata
output cairan perhari untuk orang dewasa
Rute
|
Jumlah
(ml) pada suhu normal
|
1.
Urin
2.
Insensible
losses:
a.
Paru
b.
Kulit
3.
Keringat
4.
Feces
|
1400
350
350
100
100
|
Total :
|
2300
|
Sumber :
Adapted form A.C. Guyton, Textbook of medical physiology, 7th ed.
(Philadelphia: WB. Saunder Co., 1986) p. 383
Keadaan ini dapat mengakibatkan
penurunan pada perfusi organ. Jika ruang intravaskuler tidak diisi kembali
dengan cairan intravena maka shock hipovolemik dan ancaman kematian bagi
penderita luka bakar yang luas dapat terjadi.
Kurang lebih 18-36 jam setelah luka
bakar, permeabilitas kapiler menurun, tetapi tidak mencapai keadaan normal
sampai 2 atau 3 minggu setelah injuri. Kardiac outuput kembali normal dan
kemudian meningkat untuk memenuhi kebutuhan hipermetabolik tubuh kira-kira 24
jam setelah luka bakar. Perubahan pada kardiak output ini terjadi sebelum kadar
volume sirkulasi intravena kembali menjadi normal. Pada awalnya terjadi
kenaikan hematokrit yang kemudian menurun sampai di bawah normal dalam 3-4 hari
setelah luka bakar karena kehilangan sel darah merah dan kerusakan yang terjadi
pada waktu injuri. Tubuh kemudian mereabsorbsi cairan edema dan diuresis cairan
dalam 2-3 minggu berikutnya.
4.5.3
Sistem Renal dan Gastrointestinal
Respon tubuh pada mulanya adalah
berkurangnya darah ke ginjal dan menurunnya GFR (glomerular filtration rate),
yang menyebabkan oliguri. Aliran darah menuju usus juga berkurang, yang pada
akhirnya dapat terjadi ileus intestinal dan disfungsi gastrointestia pada klien
dengan luka bakar yang lebih dari 25%.
4.5.4 Sistem Imun
Fungsi sistem immune mengalami depresi.
Depresi pada aktivitas lymphocyte, suatu penurunan dalam produksi
immunoglobulin, supresi aktivitas complement dan perubahan/gangguan pada fungsi
neutropil dan macrophage dapat terjadi pada klien yang mengalami luka bakar
yang luas. Perubahan-perubahan ini meningkatkan resiko terjadinya infeksi dan
sepsis yang mengancam kelangsungan hidup klien.
4.5.5 Sistem
Respiratori
Dapat mengalami hipertensi arteri pulmoner, mengakibatkan
penurunan kadar oksigen arteri dan “lung compliance”.
4.5.5.1
Smoke Inhalation.
Menghisap asap dapat mengakibatkan injuri pulmoner yang
seringkali berhubungan dengan injuri akibat jilatan api. Kejadian injuri
inhalasi ini diperkirakan lebih dari 30 % untuk injuri yang diakibatkan oleh
api.
Manifestasi klinik yang dapat diduga dari injuri inhalasi
meliputi adanya LB yang mengenai wajah, kemerahan dan pembengkakan pada
oropharynx atau nasopharynx, rambut hidung yang gosong, agitasi atau kecemasan,
tachipnoe, kemerahan pada selaput hidung, stridor, wheezing, dyspnea, suara serak,
terdapat carbon dalam sputum, dan batuk. Bronchoscopy dan Scaning paru dapat
mengkonfirmasikan diagnosis.
Patofisiologi pulmoner yang dapat terjadi pada injuri
inhalasi berkaitan dengan berat dan tipe asap atau gas yang dihirup.
4.5.5.2
Keracunan Carbon Monoxide.
CO merupakan produk yang sering dihasilkan bila suatu
substansi organik terbakar. Ia merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau,
tidak berasa, yang dapat mengikat hemoglobin 200 kali lebih besar dari oksigen.
Dengan terhirupnya CO, maka molekul oksigen digantikan dan CO secara reversibel
berikatan dengan hemoglobin sehingga membentuk carboxyhemoglobin (COHb).
Hipoksia jaringan dapat terjadi akibat penurunan secara menyeluruh pada
kemampuan pengantaran oksigen dalam darah. Kadar COHb dapat dengan mudah
dimonitor melalui kadar serum darah. Manifestasi dari keracunan CO adalah sbb
(lihat tabel 4.2) :
Tabel
4. 2 :
Manifestasi klinik keracunan CO (Carbon Monoxida)
Kadar
CO (%)
|
Manifestasi
Klinik
|
5
– 10
11
– 20
21
– 30
31
– 40
41
– 50
>
50
|
Gangguan tajam penglihatan
Nyeri
kepala
Mual,
gangguan ketangkasan
Muntah,
dizines, sincope
Tachypnea,
tachicardia
Coma,
mati
|
Diambil dari
Cioffi W.G., Rue L.W. (1991). Diagnosis and treatment of inhalation injuries. Critical
Care Clinics of North America, 3(2), 195.
4.6 Klasifikasi Beratnya Luka Bakar
4.6.1 Faktor yang mempengaruhi berat
ringannya luka bakar
Beberapa faktor
yang mempengaruhi berat-ringannya injuri luka bakar antara lain kedalaman luka
bakar, luas luka bakar, lokasi luka bakar, kesehatan umum, mekanisme injuri dan
usia
Berikut ini
akan dijelaskan sekilas tentang faktor-faktor tersebut di atas:
a. Kedalaman
luka bakar
Kedalaman luka
bakar dapat dibagi ke dalam 4 kategori (lihat tabel 3) yang didasarkan pada
elemen kulit yang rusak.
Tabel 3 : Kedalaman Luka Bakar
1. Superficial
(derajat I), dengan ciri-ciri sbb:
- · Hanya mengenai lapisan epidermis.
- · Luka tampak pink cerah sampai merah (eritema ringan sampai berat).
- · Kulit memucat bila ditekan.
- · Edema minimal.
- · Tidak ada blister.
- · Kulit hangat/kering.
- · Nyeri / hyperethetic
- · Nyeri berkurang dengan pendinginan.
- · Discomfort berakhir kira-kira dalam waktu 48 jam.
- · Dapat sembuh spontan dalam 3-7 hari.
2. Partial
thickness (derajat II), dengan ciri sbb.:
- · Partial tihckness dikelompokan menjadi 2, yaitu superpicial partial thickness dan deep partial thickness.
- · Mengenai epidermis dan dermis.
- · Luka tampak merah sampai pink
- · Terbentuk blister
- · Edema
- · Nyeri
- · Sensitif terhadap udara dingin
- · Penyembuhan luka :
Ø Superficial
partial thickness : 14 – 21 hari
Ø Deep partial
thickness : 21 – 28 hari
(Namun demikian
penyembuhannya bervariasi tergantung dari kedalaman dan ada tidaknya infeksi).
3. Full
thickness (derajat III)
- · Mengenai semua lapisan kulit, lemak subcutan dan dapat juga mengenai permukaan otot, dan persarafan dan pembuluh darah.
- · Luka tampak bervariasi dari berwarna putih, merah sampai dengan coklat atau hitam.
- · Tanpa ada blister.
- · Permukaan luka kering dengan tektur kasar/keras.
- · Edema.
- · Sedikit nyeri atau bahkan tidak ada rasa nyeri.
- · Tidak mungkin terjadi penyembuhan luka secara spontan.
- · Memerlukan skin graft.
- · Dapat terjadi scar hipertropik dan kontraktur jika tidak dilakukan tindakan preventif.
4. Fourth
degree (derajat IV)
- · Mengenai semua lapisan kulit, otot dan tulang.
b. Luas luka
bakar
Terdapat
beberapa metode untuk menentukan luas luka bakar meliputi (1) rule of nine,
(2) Lund and Browder, dan (3) hand palm. Ukuran luka bakar dapat
ditentukan dengan menggunakan salah satu dari metode tersebut. Ukuran luka
bakar ditentukan dengan prosentase dari permukaan tubuh yang terkena luka
bakar. Akurasi dari perhitungan bervariasi menurut metode yang digunakan dan
pengalaman seseorang dalam menentukan luas luka bakar.
Metode rule
of nine mulai diperkenalkan sejak tahun 1940-an sebagai suatu alat
pengkajian yang cepat untuk menentukan perkiraan ukuran / luas luka bakar.
Dasar dari metode ini adalah bahwa tubuh di bagi kedalam bagian-bagian
anatomic, dimana setiap bagian mewakili 9 % kecuali daerah genitalia 1 % (lihat
gambar 1).
Pada metode Lund
and Browder merupakan modifikasi dari persentasi bagian-bagian tubuh
menurut usia, yang dapat memberikan perhitungan yang lebih akurat tentang luas
luka bakar (lihat gambar 2 atau tabel 2).
Selain dari
kedua metode tersebut di atas, dapat juga digunakan cara lainnya yaitu
mengunakan metode hand palm. Metode ini adalah cara menentukan
luas atau persentasi luka bakar dengan menggunakan telapak tangan. Satu telapak
tangan mewakili 1 % dari permukaan tubuh yang mengalami luka bakar.
c. Lokasi luka
bakar (bagian tubuh yang terkena)
Berat ringannya
luka bakar dipengaruhi pula oleh lokasi luka bakar. Luka bakar yang mengenai
kepala, leher dan dada seringkali berkaitan dengan komplikasi pulmoner. Luka
bakar yang menganai wajah seringkali menyebabkan abrasi kornea. Luka bakar yang
mengenai lengan dan persendian seringkali membutuhkan terapi fisik dan occupasi
dan dapat menimbulkan implikasi terhadap kehilangan waktu bekerja dan atau
ketidakmampuan untuk bekerja secara permanen. Luka bakar yang mengenai daerah
perineal dapat terkontaminasi oleh urine atau feces. Sedangkan luka bakar yang
mengenai daerah torak dapat menyebabkan tidak adekwatnya ekspansi dinding dada
dan terjadinya insufisiensi pulmoner.
d. Kesehatan
umum
Adanya
kelemahan jantung, penyakit pulmoner, endocrin dan penyakit-penyakit ginjal,
khususnya diabetes, insufisiensi kardiopulmoner, alkoholisme dan gagal ginjal,
harus diobservasi karena semua itu akan mempengaruhi respon klien terhadap
injuri dan penanganannya.
Angka kematian
pada klien yang memiliki penyakit jantung adalah 3,5 – 4 kali lebih tinggi
dibandingkan klien luka bakar yang tidak menderita penyakit jantung. Demikian
pula klien luka bakar yang juga alkolism 3 kali lebih tinggi angka kematiannya
dibandingkan klien luka bakar yang nonalkoholism. Disamping itu juga klien
alkoholism yang terkena luka bakar masa hidupnya akan lebih lama berada di
rumah sakit, artinya penderita luka bakar yang juga alkoholism akan lebih lama
hari rawatnya di rumah sakit.
e. Mekanisme
injuri
Mekanisme
injury merupakan faktor lain yang digunakan untuk menentukan berat ringannya
luka bakar. Secra umum luka bakar yang juga mengalami injuri inhalasi
memerlukan perhatian khusus.
Pada luka bakar
elektrik, panas yang dihantarkan melalui tubuh, mengakibatkan kerusakan
jaringan internal. Injury pada kulit mungkin tidak begitu berarti akan tetapi
kerusakan otot dan jaringan lunak lainnya dapat terjad lebih luas, khususnya
bila injury elektrik dengan voltage tinggi. Oleh karena itu voltage, tipe arus
(direct atau alternating), tempat kontak, dan lamanya kontak adalah sangat
penting untuk diketahui dan diperhatikan karena dapat mempengaruhi morbiditi.
Alternating
current (AC) lebih
berbahaya dari pada direct current (DC). Ini seringkali berhubungan
dengan terjadinya kardiac arrest (henti jantung), fibrilasi ventrikel,
kontraksi otot tetani, dan fraktur kompresi tulang-tulang panjang atau
vertebra.
Pada luka bakar
karena zat kimia keracunan sistemik akibat absorbsi oleh kulit dapat terjadi.
f. Usia
Usia klien
mempengaruhi berat ringannya luka bakar. Angka kematiannya (Mortality rate)
cukup tinggi pada anak yang berusia kurang dari 4 tahun, terutama pada kelompok
usia 0-1 tahun dan klien yang berusia di atas 65 th.
Tingginya
statistik mortalitas dan morbiditas pada orang tua yang terkena luka bakar
merupakan akibat kombinasi dari berbagai gangguan fungsional (seperti lambatnya
bereaksi, gangguan dalam menilai, dan menurunnya kemampuan mobilitas), hidup
sendiri, dan bahaya-bahaya lingkungan lainnya. Disamping itu juga mereka lebih
rentan terhadap injury luka bakar karena kulitnya menjadi lebih tipis, dan
terjadi athropi pada bagian-bagian kulit lain. Sehingga situasi seperti ketika
mandi dan memasak dapat menyebabkan terjadinya luka bakar.
2. Kategori
berat luka bakar menurut ABA
Perkumpulan
Luka Bakar America (American Burn Asociation/ABA) mempublikasikan
petunjuk tentang klasifikasi beratnya luka bakar. Perkumpulan itu
mengklasifikasikan beratnya luka bakar ke dalam 3 kategori, dengan petunjuknya
seperti tampak dalam tabel berikut :
Tabel 4 : Petunjuk klasifikasi beratnya luka bakar
menurut ABA
Luka Bakar
Berat
- · 25 % pada orang dewasa
- · 25 % pada anak dengan usia kurang dari 10 tahun
- · 20 % pada orang dewasa dengan usia lebih dari 40 tahun
- · Luka mengenai wajah, mata, telinga, lengan, kaki, dan perineum yang
- · mengakibatkan gangguan fungsional atau kosmetik atau menimbulkan disabiliti.
- · LB karena listrik voltage tinggi
- · Semua LB dengan yang disertai injuri inhalasi atau truma yang berat.
Luka Bakar
Sedang
- · 15-25 % mengenai orang dewasa
- · 10-20 % pada anak usia kurang dari 10 tahun
- · 10-20 % pada orang dewasa usia lebih dari 40 tahun
- · <>
Luka Bakar
Ringan
- · <>
- · <>< 10 th
- · <>> 40 th
- · Tidak ada resiko gangguan kosmetik atau fungsional atau disabiliti.
Dari American
Burn Association. (1984). Guidelines for service standars and severity
classification in the treatment of burn injury. Bulletin of the American
College of Surgeons, 69(10), 24-28.
Management
Berbagai macam
respon sistem organ yang terjadi setelah mengalami luka bakar menuntut perlunya
pendekatan antar disiplin. Perawat bertanggung jawab untuk mengembangkan
rencana perawatan yang didasarkan pada pengkajian data yang merefleksikan
kebutuhan fisik dan psikososial klien dan keluarga atau orang lain yang
dianggap penting.
Diagnosa
keperawatan, tujuan dan intervensinya dapat dilihat pada rencana perawatan di
halaman lainnya. Secara klinis klien luka bakar dapat dibagi kedalam 3 fase,
yaitu : 1) Fase emergent dan resusitasi 2) Fase acut dan 3) Fase Rehabilitasi.
Berikut ini akan diuraikan sekilas tentang fase tsb.:
1. Fase
Emergent (Resusitasi)
Fase emergensi
dimulai pada saat terjadinya injury dan diakhiri dengan membaiknya
permeabilitas kapiler, yang biasanya terjadi pada 48-72 jam setelah injury.
Tujuan utama pemulihan selama fase ini adalah untuk mencegah shock hipovolemik
dan memelihara fungsi dari organ vital. Yang termasuk ke dalam fase emergensi
adalah (a) perawatan sebelum di rumah sakit, (b) penanganan di bagian
emergensi dan (c) periode resusitasi. Hal tersebut akan
dibahas berikut ini :
a. Perawatan
sebelum di rumah sakit (pre-hospital care)
Perawatan
sebelum klien dibawa ke rumah sakit dimulai pada tempat kejadian luka bakar dan
berakhir ketika sampai di institusi pelayanan emergensi. Pre-hospital care
dimulai dengan memindahkan/menghindarkan klien dari sumber penyebab LB dan atau
menghilangkan sumber panas (lihat tabel).
Tabel 5 : Petunjuk perawatan klien luka bakar sebelum di
rumah sakit
1. Jauhkan
penderita dari sumber LB
- · Padamkan pakaian yang terbakar
- · Hilangkan zat kimia penyebab LB
- · Siram dengan air sebanyak-banyaknya bila karena zat kimia
- · Matikan listrik atau buang sumber listrik dengan menggunakan objek yang kering dan tidak menghantarkan arus (nonconductive)
2. Kaji ABC
(airway, breathing, circulation):
- · Perhatikan jalan nafas (airway)
- · Pastikan pernafasan (breathibg) adekwat
- · Kaji sirkulasi
3. Kaji trauma
yang lain
4. Pertahankan
panas tubuh
5. Perhatikan
kebutuhan untuk pemberian cairan intravena
6. Transportasi
(segera kirim klien ka rumah sakit)
Diambil dari
Trunkey, D.D. (1983). Transporting the critically burned patient. In T.L.
Wachtel, et al. (Eds): Current Topics In Burn Care, Rockville, MD: Aspen
Publications.
b. Penanganan
dibagian emergensi
Perawatan di
bagian emergensi merupakan kelanjutan dari tindakan yang telah diberikan pada
waktu kejadian. Jika pengkajian dan atau penanganan yang dilakukan tidak
adekuat, maka pre hospital care di berikan di bagian emergensi. Penanganan luka
(debridemen dan pembalutan) tidaklah diutamakan bila ada masalah-masalah lain
yang mengancam kehidupan klien, maka masalah inilah yang harus diutamakan
(1) Penanganan
Luka Bakar Ringan
Perawatan klien
dengan LB ringan seringkali diberikan dengan pasien rawat jalan. Dalam membuat
keputusan apakah klien dapat dipulangkan atau tidak adalah dengan memperhatiakn
antara lain 1) kemampuan klien untuk dapat menjalankan atau mengikuti
intruksi-instruksi dan kemampuan dalam melakukan perawatan secara mandiri (self
care), 2) lingkungan rumah. Apabila klien mampu mengikuti instruksi dan
perawatan diri serta lingkungan di rumah mendukung terjadinya pemulihan maka
klien dapat dipulangkan.
Perawatan di
bagian emergensi terhadap luka bakar minor meliputi : menagemen nyeri,
profilaksis tetanus, perawatan luka tahap awal dan pendidikan kesehatan.
a) Managemen
nyeri
Managemen nyeri
seringkali dilakukan dengan pemberian dosis ringan morphine atau meperidine
dibagian emergensi. Sedangkan analgetik oral diberikan untuk digunakan oleh
pasien rawat jalan.
b) Profilaksis
tetanus
Petunjuk untuk
pemberian profilaksis tetanus adalah sama pada penderita LB baik yang ringan
maupun tipe injuri lainnya. Pada klien yang pernah mendapat imunisasi tetanus
tetapi tidak dalam waktu 5 tahun terakhir dapat diberikan boster tetanus
toxoid. Untuk klien yang tidak diimunisasi dengan tetanus human immune globulin
dan karenanya harus diberikan tetanus toxoid yang pertama dari serangkaian
pemberian imunisasi aktif dengan tetanus toxoid.
c) Perawatan
luka awal
Perawatan luka
untuk LB ringan terdiri dari membersihkan luka (cleansing) yaitu
debridemen jaringan yang mati; membuang zat-zat yang merusak (zat kimia, tar,
dll); dan pemberian/penggunaan krim atau salep antimikroba topikal dan balutan
secara steril. Selain itu juga perawat bertanggung jawab memberikan pendidikan
tentang perawatan luka di rumah dan manifestasi klinis dari infeksi agar klien
dapat segera mencari pertolongan. Pendidikan lain yang diperlukan adalah
tentang pentingnya melakukan latihan ROM (range of motion) secara aktif
untuk mempertahankan fungsi sendi agar tetap normal dan untuk menurunkan
pembentukan edema dan kemungkinan terbentuknya scar. Dan perlunya evaluasi atau
penanganan follow up juga harus dibicarakan dengan klien pada waktu itu.
d) Pendidikan /
penyuluhan kesehatan
Pendidikan
tentang perawatan luka, pengobatan, komplikasi, pencegahan komplikasi, diet,
berbagai fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat yang dapat di kunjungi jika
memmerlukan bantuan dan informasi lain yang relevan perlu dilakukan agar klien
dapat menolong dirinya sendiri.
(2) Penanganan
Luka Bakar Berat.
Untuk klien dengan luka yang luas, maka penanganan pada
bagian emergensi akan meliputi reevaluasi ABC (jalan nafas, kondisi
pernafasan, sirkulasi ) dan trauma lain yang mungkin terjadi; resusitasi cairan
(penggantian cairan yang hilang); pemasangan kateter urine; pemasangan nasogastric
tube (NGT); pemeriksaan vital signs dan laboratorium;
management nyeri; propilaksis tetanus; pengumpulan data; dan perawatan luka.
Berikut adalah penjelasan dari tiap-tiap penanganan
tersebut, yakni sebagai berikut.
a) Reevaluasi jalan nafas, kondisi pernafasan, sirkulasi
dan trauma lain yang mungkin terjadi.
Menilai kembali keadaan jalan nafas, kondisi pernafasan,
dan sirkulasi unutk lebih memastikan ada tidaknya kegawatan dan untuk
memastikan penanganan secara dini. Selain itu melakukan pengkajian ada tidaknya
trauma lain yang menyertai cedera luka bakar seperti patah tulang, adanya
perdarahan dan lain-lain perlu dilakukan agar dapat dengan segera diketahui dan
ditangani.
b) Resusitasi cairan (penggantian cairan yang hilang)
Bagi klien dewasa dengan luka bakar lebih dari 15 %, maka
resusitasi cairan intravena umumnya diperlukan. Pemberian intravena perifer
dapat diberikan melaui kulit yang tidak terbakar pada bagian proximal dari
ekstremitas yang terbakar. Sedangkan untuk klien yang mengalami luka bakar yang
cukup luas atau pada klien dimana tempat-tempat untuk pemberian intravena
perifer terbatas, maka dengan pemasangan kanul (cannulation) pada vena
central (seperti subclavian, jugular internal atau eksternal, atau femoral)
oleh dokter mungkin diperlukan.
Luas atau persentasi luka bakar harus ditentukan dan
kemudian dilanjutkan dengan resusitasi cairan. Resusitasi cairan dapat
menggunakan berbagai formula yang telah dikembangkan seperti pada tabel 6
tentang formula resusitasi cairan berikut.
Tabel 4.5.
: Formula resusitasi cairan yang digunakan
dalam perawatan luka bakar
24
jam pertama
|
24
jam kedua
|
|||||||||
Formula
|
Elektrolit
|
Koloid
|
Dextros
|
Elektrolit
|
Koloid
|
Dextros
|
||||
Evans
|
Normal saline
1
ml/kg/%
|
1 ml/kg/%
|
2000 ml
|
0,5 kebutuhan 24 jam I
|
0,5 kebutuhan 24 jam I
|
2000 ml
|
||||
Brooke
|
RL
1,5
ml/kg/%
|
0,5 ml/kg/%
|
2000 ml
|
0,5-0,75 kebutuh-an 24 jam I
|
0,5-0,75 kebutuh-
an
24 jam I
|
2000 ml
|
||||
Modifi-kasi Brooke
|
RL
2
ml/kg/%
|
0,3-0,5 ml/kg/%
|
||||||||
Parkland
|
RL
4
ml/kg/%
|
0,3-0,5 ml/kg/%
|
2000 ml
|
|||||||
Diambil dari Rue, L.W. & Cioffi, W.G. (1991).
Resuscitation of thermally injured patients. Critical Care Nursing Clinics of
North America, 3(2),185; and Wachtel & Fortune (1983), Fluid resuscitation
for burn shock. In T.L. Wachtel et al (Eds.), Current topic in burn care (p.
44). Rockville,MD: Aspen Publisher, Inc.
Periode resuscitasi dimulai dengan tindakan resusitasi
cairan dan diakhiri bila integritas kapiler kembali mendekati keadaan normal
dan perpindahan cairan yang banyak mengalami penurunan.
Resusitasi cairan dimulai untuk meminimalkan efek yang
merusak dari perpindahan cairan. Tujuan resuscitasi cairan adalah untuk
mempertahankan ferfusi organ vital serta menghindari komlikasi terapi yang
tidak adekuat atau berlebihan. Terdapat beberapa formula yang digunakan untuk
menghitung kebutuhan cairan seperti tampak dalam tabel diatas.
Banyaknya/jumlah cairan yang pasti didasarkan pada berat
badan klien dan luasnya injury luka bakar. Faktor lain yang menjadi
pertimbangan meliputi adalah adanya inhalasi injuri, keterlambatan resusitasi
awal, atau kerusakan jaringan yang lebih dalam. Faktor-faktor ini cenderung
meningkatkan jumlah/banyaknya cairan intravena yang dibutuhkan untuk resusitasi
adekuat di atas jumlah yang telah dihitung. Dengan pengecualian pada formula
Evan dan Brooke, cairan yang mengandung colloid tidak diberikan selama periode
ini karena perubahan-perubahan pada permeabilitas kapiler yang menyebabkan
kebocoran cairan yang banyak mengandung protein kedalam ruang interstitial,
sehingga meningkatkan pembentukan edema. Selama 24 jam kedua setelah luka
bakar, larutan yang mengandung colloid dapat diberikan, dengan dextrose 5% dan
air dalam jumlah yang bervariasi.
Sangat penting untuk diingat bahwa senmua formula
resusitasi yang ada hanyalah sebagai alat bantu dan harus disesuaikan dengan
respon fisiologis klien. Keberhasilan atau keadekuatan resusitasi cairan pada
orang dewasa ditandai dengan stabilnya vital signs, adekuatnya output urine,
dan nadi perifer yang dapat diraba.
c) Pemasangan kateter urine
Pemasangan kateter harus dilakukan untuk mengukur
produksi urine setiap jam. Output urine merupakan indikator yang reliable untuk
menentukan keadekuatan dari resusitasi cairan.
d) Pemasangan nasogastric tube (NGT)
Pemasangan NGT bagi klien LB 20 % -25 % atau lebih perlu
dilakukan untuk mencegah emesis dan mengurangi resiko terjadinya aspirasi.
Disfungsi ganstrointestinal akibat dari ileus dapat terjadi umumnya pada klien
tahap dini setelah luka bakar. Oleh karena itu semua pemberian cairan melalui
oral harus dibatasi pada waktu itu.
e) Pemeriksaan vital signs dan laboratorium
Vital signs merupakan informasi yang penting sebagai data
tambahan untuk menentukan adekuat tidaknya resuscitasi.
Pemeriksaan laboratorium dasar akan meliputi pemeriksaan
gula darah, BUN (blood ures nitrogen), creatini, elektrolit serum, dan kadar
hematokrit. Kadar gas darah arteri (analisa gas darah), COHb juga harus
diperiksa, khususnya jika terdapat injuri inhalasi. Tes-tes laboratorium
lainnya adalah pemeriksaan x-ray untuk mengetahui adanya fraktur atau trauma
lainnya mungkin perlu dilakukan jika dibutuhkan. Monitoring EKG terus menerus
haruslah dilakukan pada semua klien dengan LB berat, khususnya jika disebabkan
oleh karena listrik dengan voltase tinggi, atau pada klien yang mempunyai
riwayat iskemia jantung atau dysrhythmia.
f) Management nyeri
Penanganan nyeri dapat dicapai melalui pemberian obat
narcotik intravena, seperti morphine. Pemberian melalui intramuskuler atai
subcutan tidak dianjurkan karena absorbsi dari jaringan lunak tidak cukup baik
selama periode ini bila hipovolemia dan perpindhan cairan yang banyak masih
terjadi. Demikian juga pemberian obat-obatan untuk mengatasi secara oral tidak
dianjurkan karena adanya disfungsi gastrointestial.
g) Propilaksis tetanus
Propilaksis tetanus pada klien LB adalah sama, baik pada
luka bakar berat maupun luka bakar yang ringan.
h) Pengumpulan data
Pengumpulan data merupakan tanggung jawab yang sangat
penting bagi team yang berada di ruang emergensi. Kepada klien atau yang
lainnya perlu ditanyakan tentang kejadian kecelakaan LB tersebut. Informasi
yang diperlukan meliputi waktu injuri, tingkat kesadaran pada waktu kejadian,
apakah ketika injuri terjadi klien berada di ruang tertutup atau terbuka,
adakah truma lainya, dan bagaimana mekanisme injurinya. Jika klien terbakar
karena zat kimia, tanyak tentang zat kimia apa yang menjadi penyebabnya,
konsentrasinya, lamanya terpapar dan apakah dilakuak irigari segera setelah
injuri. Sedangkan jika klien menderita LB karena elektrik, maka perlu
ditanyakan tentang sumbernya, tipe arus dan voltagenya yang dapat digunakan
untuk menentukan luasnya injuri. Informasi lain yang diperlukan adalah tentang
riwayat kesehatan klien masa lalu seperti kesehatan umum klien. Informasi yang
lebih khusus adalah berkaitan dengan penyakit-penyakit jantung, pulmoner,
endokrin dan penyakit ginjal karena itu semua mempunyai implikasi terhadap
treatment. Disamping itu perlu pula diketahui tentang riwayat alergi klien,
baik terhadap obat maupun yang lainnya.
i) Perawatan luka
Luka yang mengenai sekeliling ekstremitas dan torak dapat
mengganggu sirkulasi dan respirasi, oleh karena itu harus mendapat perhatian.
Komplikasi ini lebih mudah terjadi selama resusitasi, bila cairan berpindah ke
dalam jaringan interstitial berada pada puncaknya. Pada LB yang mengenai
sekeliling ekstremitas, maka meninggikan bagian ekstremitas diatas jantung akan
membantu menurunkan edema dependen; walaupun demikian gangguan sirkulasi masih
dapat terjadi. Oleh karena pengkajian yang sering terhadap perfusi ekstremitas
bagian distal sangatlah penting untuk dilakukan.
Escharotomy merupakan tindakan yang tepat untuk masalah
gangguan sirkulasi karena LB yang melingkari bagian tubuh. Seorang dokter
melaukan insisi terhadap eschar yang akan mengurangi/menghilangkan konstriksi
sirkulasi. Umumnya dilakukan ditempat tidur klien dan tanpa menggunakan
anaetesi karena eschar tidak berdarah dan tidak nyeri. Namun jaringan yang
masih hidup dibawah luka dapat berdarah. Jika perfusi jaringan adekuat tidak
berhasil, maka dapat dilakukan fasciotomy. Prosedur ini adalah menginsisi
fascia, yang dilakukan di ruang operasi dengan menggunakan anestesi.
Demikian juga, escharotomy dapat dilakukan pada luka
bakar yang mengenai torak untuk memperbaiki ventilasi. Setelah dilakukan
tindakan escharotomy, maka perawat perlu melakukan monitoring terhadap
perbaikan ventilasi.
Perawatan luka dibagian emergensi terdiri-dari penutupan
luka dengan sprei kering, bersih dan baju hangat untuk memelihara panas tubuh.
Klien dengan luka bakar yang mengenai kepala dan wajah diletakan pada posisi
kepala elevasi dan semua ekstremitas yang terbakar dengan menggunakan bantal
sampai diatas permukaan jantung. Tindakan ini dapat membantu menurunkan
pembentukan edema dependent. Untuk LB ringan kompres dingin dan steril dapat
mengatasi nyeri. Kemudian dibawa menuju fasilitas kesehatan.
2. Fase Akut
Fase akut dimulai ketika pasien secara hemodinamik telah stabil,
permeabilitas kapiler membaik dan diuresis telah mulai. Fase ini umumnya
dianggap terjadi pada 48-72 jam setelah injuri.
Fokus management bagi klien pada fase akut adalah sebagai
berikut : mengatasi infeksi, perawatan luka, penutupan luka, nutrisi, managemen
nyeri, dan terapi fisik.
a. Mengatasi infeksi
Sumber-sumber infeksi pada klien dengan luka bakar
meliputi autocontaminasi dari:
- · Oropharynx
- · Fecal flora
- · Kulit yg tidak terbakar dan
- · Kontaminasi silang dari staf
- · Kontaminasi silang dari pengunjung
- · Kontaminasi silang dari udara
Kegiatan khusus untuk mengatasi infeksi dan tehnik
isolasi harus dilakukan pada semua pusat-pusat perawatan LB. Kegiatan ini
berbeda dan meliputi penggunaan sarung tangan, tutp kepala, masker, penutup
kaki, dan pakaian plastik. Membersihkan tangan yang baik harus ditekankan untuk
menurunkan insiden kontaminasi silang diantara klien. Staf dan pengunjung
umumnya dicegah kontak dengan klien jika ia menderita infeksi baik pada kulit,
gastrointestinal atau infeksi saluran nafas.
b. Perawatan luka
Perawatan luka diarahkan untuk meningkatkan penyembuhan
luka. Perawatan luka sehari-hari meliputi membersihkan luka, debridemen, dan
pembalutan luka.
1) Hidroterapi
Membersihkan luka dapat dilakukan dengan cara
hidroterapi. Hidroterapi ini terdiri dari merendam (immersion) dan
dengan shower (spray). Tindakan ini dilakukan selama 30 menit atau
kurang untuk klien dengan LB acut. Jika terlalu lama dapat meningkatkan pengeluaran
sodium (karena air adalah hipotonik) melalui luka, pengeluaran panas, nyeri dan
stress. Selama hidroterapi, luka dibersihkan secara perlahan dan atau hati-hati
dengan menggunakan berbagai macam larutan seperti sodium hipochloride, providon
iodine dan chlorohexidine. Perawatan haruslah mempertahankan agar seminimal
mungkin terjadinya pendarahan dan untuk mempertahankan temperatur selama
prosedur ini dilakukan. Klien yang tidak dianjurkan untuk dilakukan hidroterapi
umumnya adalah mereka yang secara hemodinamik tidak stabil dan yang baru
dilakukan skin graft. Jika hidroterapi tidak dilakukan, maka luka dapat
dibersihkan dan dibilas di atas tempat tidur klien dan ditambahkan dengan
penggunaan zat antimikroba.
2) Debridemen
Debridemen luka meliputi pengangkatan eschar. Tindakan
ini dilakukan untuk meningkatkan penyembuhan luka melalui pencegahan
proliferasi bakteri di bagian bawah eschar. Debridemen luka pada LB meliputi
debridemen secara mekanik, debridemen enzymatic, dan dengan tindakan
pembedahan.
a) Debridemen mekanik
Debridemen mekanik yaitu dilakukan secara hati-hati
dengan menggunakan gunting dan forcep untuk memotong dan mengangkat eschar.
Penggantian balutan merupakan cara lain yang juga efektif dari tindakan
debridemen mekanik. Tindakan ini dapat dilakukan dengan cara menggunakan
balutan basah ke kering (wet-to-dry) dan pembalutan kering kepada balutan
kering (wet-to-wet). Debridemen mekanik pada LB dapat menimbulkan rasa nyeri
yang hebat, oleh karena itu perlu terlebih dahulu dilakukan tindakan untuk
mengatasi nyeri yang lebih efektif.
b) Debridemen enzymatic
Debridemen enzymatik merupakan debridemen dengan
menggunakan preparat enzym topical proteolitik dan fibrinolitik. Produk-produk
ini secara selektif mencerna jaringan yang necrotik, dan mempermudah
pengangkatan eschar. Produk-prduk ini memerlukan lingkungan yang basah agar
menjadi lebih efektif dan digunakan secara langsung terhadap luka. Nyeri dan
perdarahan merupakan masalah utama dengan penanganan ini dan harus dikaji
secara terus-menerus selama treatment dilakukan.
c) Debridemen pembedahan
Debridemen pembedahan luka meliputi eksisi jaringan
devitalis (mati). Terdapat 2 tehnik yang dapat digunakan : Tangential
Excision dan Fascial Excision. Pada tangential exccision adalah
dengan mencukur atau menyayat lapisan eschar yang sangat tipis sampai terlihat
jaringan yang masih hidup. sedangkan fascial excision adlaah mengangkat
jaringan luka dan lemak sampai fascia. Tehnik ini seringkali digunakan untuk LB
yang sangat dalam.
3) Balutan
a) Penggunaan penutup luka khusus
Luka bakar yang dalam atau full thickness pada awalnya
dilakukan dengan menggunakan zat/obat antimikroba topikal. Obat ini digunakan 1
– 2 kali setelah pembersihan, debridemen dan inspeksi luka. Perawat perlu
melakukan kajian terhadap adanya eschar, granulasi jaringan atau adanya
reepitelisasi dan adanya tanda-tanda infeksi. Umumnya obat-obat antimikroba
yang sering digunakan tampak pada tabel dibawah. Tidak ada satu obat yang
digunakan secara umum, oleh karena itu dibeberapa pusat pelayanan luka bakar
ada yang memilih krim silfer sulfadiazine sebagai pengobatan topikal awal untuk
luka bakar.
Tabel Obat-Obatan Antimokroba Topical
Yang Digunakan Pada Luka Bakar (Luckmann, Sorensen, 1993:2004)
Obat
|
Spektrum
Antimikroba
|
Penggunaan
|
Efek
Samping
|
Perawatan
|
Krim Silver Sulfadia-zine 1%
Mafenide
acetate
Larutan
Mafenide acetate 5%
Silver
nitrate 5%
|
Spektrum luas, termasuk jamur
Spektrum
luas, Mempunyai aktivitas terhadap jamur meskipun sedikit.
Spektrum
luas
Spektrum
luas
|
2x/hari,tebal 1/16 inci.
Tak
usah dibalut.
2x/hari,1/16
inci.
Tdk
usah dibalut.
Balutan
tipis diperlukan dan dibasahi dengan- larutan untuk luka
Balutan
yang tebal diperlukan dan dibasahi dg larutan untuk luka
|
Leukopenia setelah 2-3 hari pamakaian.
Ruam
pada otot
Hyperchloremic
metabolisme acidosis dari diuresis bicarbonat karena hambatan anhydrase
carbonic.
Menimbulkan
rasa nyeri.
Pruritus.
Ruam
pada kulit
Kolonisasi
jamur.
Hyponatremia
Hypochloremia
Hypokalemia
Hypocalcemia
|
Kaji efek samping.
Kaji
keadekuatan managemen nyeri. Jika nyeri dan rasa tak nyaman berlanjut, maka
perlu dipertimbangkan penggunaan topikal lainnya.
Gunakan
secara hati-hati pada klien dengan gagal ginjal.
Kaji
efek samping
Kaji
keadekuatan managemen nyeri.
Cek
serum elektrolit setiap hari.
Penetrasi
terhadap eschar buruk.
|
b) Metode
terbuka dan tertutup
Luka pada LB
dapat ditreatmen dengan menggunakan metode/tehnik belutan baik terbuka maupun
tertutup. Untuk metode terbuka digunakan/dioleskan cream antimikroba secara
merata dan dibiarkan terbuka terhadap udara tanpa dibalut. Cream tersebut dapat
diulang penggunaannya sesuai kebutuhan, yaitu setiap 12 jam sesuai dengan
aktivitas obat tersebut. kelebihan dari metode ini adalah bahwa luka dapat
lebih mudah diobservasi, memudahkan mobilitas dan ROM sendi, dan perawatan luka
menjadi lebih sederhana/mudah. Sedangkan kelemahan dari metode ini adalah
meningkatnya kemungkinan terjadinya hipotermia, dan efeknya psikologis pada
klien karena seringnya dilihat.
Pada perawatan
luka dengan metode tertutup, memerlukan bermacam-macam tipe balutan yang
digunakan. Balutan disiapkan untuk digunakan sebagai penutup pada cream yang
digunakan. Dalam menggunakan balutan hendaknya hati-hati dimulai dari bagian
distal kearah proximal untuk menjamin agar sirkulasi tidak terganggu.
Keuntungan dari metode ini adalah mengurangi evavorasi cairan dan kehilangan
panas dari permukaan luka , balutan juga membantu dalam debridemen. Sedangkan
kerugiannya adalah membatasi mobilitas menurunkan kemungkinan efektifitas exercise
ROM. Pemeriksaan luka juga menjadi terbatas, karena hanya dapat dilakukan jika
sedang mengganti balutan saja.
c. Penutupan
luka
1) Penutupan
Luka Sementara
Penutupan luka
sementara sering digunakan sebagai pembalut luka. Pada tabel dibawah
diperlihatkan berbagai macam penutup luka baik yang biologis, biosintetis, dan
sintetis yang telah tersedia. Setiap produk penutup luka tersebut mempunyai
indikasi khusus. Karakteristik luka (kedalamannya, banyaknya eksudat, lokasi
luka pada tubuh dan fase penyembuhan/pemulihan) serta tujuan
tindakan/pengobatan perlu dipertimbangkan bila akan memilih penutup luka yang
lebih tepat.
Tabel : Penutup
Luka Sementara yang digunakan pada Luka Bakar
Categori/Contoh
|
Penjelasan
|
Indikasi
|
Perhatian
Perawatan
|
Biologic
Amnion
Allograft
homograft
Xenograft
heterograft
|
Membran amnion yang dibuat dari
placenta manusia
Diambil dari kulit manusia yang
telah meninggal dunia dalam 24 jam setelah kematiannya.
|
Untuk melindungi luka bakar
partial thickness
Untuk melindungi granulasi jaringan.
Untuk membersihkan exudat luka
Untuk menutupi eksisi luka dan
untuk menguji daya penerimaan terhadap penggunaan aoutograft
Untuk meningkatkan penyembuhan
luka bersih dan luka superficial-partial thickness
|
Penutup luka diganti setiap 48 jam
dengan amnion.
Observasi eksudat luka dan
tanda-tanda infeksi yang mungkin menunjukan adanya infeksi pada
allograft/xenograft
Xenograft diatas jaringan
granulasi diganti setiap 2-5 hari.
Untuk luka superficial, pastikan luka
selalu bersih.
|
Lanjutan
Categori/Contoh
|
Penjelasan
|
Indikasi
|
Perhatian
Perawatan
|
Biosintetis
Biobrane (Winthrop Pharmaceutical
, New York City)
Integra (Marion-Merrel Dow, Inc.,
Kansas City)
|
Benang nylon samapai membran karet
silikon yang mengandung colagen
|
Balutan tempat donor
Meningkatkan penyembuhan luka
superficial-partial thiskness bersih.
Untuk
digunakan terhadap eksisi luka.
|
Keamanan sekitar kulit yang
menggunakan sutura, staples, dan sutura dan kemudian dibungkus dengan
pembalut. Pembalut bagia luar ini dapat diangkat/diganti dalam 48 jam untuk
mengecek/ mengetahui menempelnya Biobrane. Bila telah menempel/menyambung
maka sutura, staples dapat diangkat. Dan biarkan biobrane terekpose dengan
udara
Tempat donor baru dan penyembuhan
tempat donor pada kaki memerlukan penyokong selama ambulasi
Kaji tanda-tanda infeksi dan
bagian perifer luka.
|
i
2) Pencangkokan
kulit
Pencangkokan
kulit yang berasal dari bagian kulit yang utuh dari penderita itu sendiri
(autografting) adalah pembedahan dengan mengangkat lapisan kulit tipis yang
masih utuh dan kemudian digunakan pada luka bakar yang telah dieksisi. Prosedur
ini dilakukan di ruang operasi dengan pemberian anaetesi.
Perawatan post
operasi autograft meliputi: mengkaji perdarahan dari tempat donor; memperbaiki
posisi dan immobilisasi tempat donor; perawatan tempat donor; perawatan khusus
autograft (seperti : cultur epitel autograft)
a) Menkaji
Perdarahan
Perdarahan pada
autograft dapat menghalangi / mencegah / mengganggu keberhasilan menempelnya
kulit yang dicangkok (graft) pada eksisi luka dan dapat mengakibatkan lepasnya
graft. Bila terdapat sedikit darah atau serum dapat dibersihkan dengan cara
memutar ( dg menggunakan cotton swab steril) dari arah tengah graft menuju
keperifer. Jika jumlahnya cukup banyak , maka dapat dilakukan aspirasi
darah/serum dengan menggunakan spuit dan jarum yang kecil.
b) Pengaturan
Posisi dan Immobilisasi
Autograft harus
immobilisasi setelah pembedahan, umumnya selama 3-7 hari. Periode waktu
immobilisasi tersebut memungkinakan waktu autogratt menempel dan tertanam pada
dasar luka. Immobilisasi dapat dilakukan dengan berbagai cama. Mengatur posisi
yang tepat, traksi, splint, dapat digunakan untuk mencegah pergerakan yang
tidak diinginkan dan lepasnya graft. Perawat juga harus melakukan berbagai
macam tindakan untuk mengurangi bahaya immobilisasi.
c) Perawatan
Tempat Donor
Berbagai macam
tipe balutan dapat diguakan untuk menutup tempat donor, dan ini tergantung pada
ukuran , lokasi dan kondisi batas kulit atau jaringan. Tindakan perawatan juga
tergantung pada tipe balutan yang digunakan. Jika balutan dilakukan dengan
menggunakan sutura dan staples maka dapat diangkat pada 3-4 hari setelah
pembedahan.
Meskipun
terdapat perbedaan dalam tindakan perawatan , namun luka pada tempat donor
memerlukan tindakannya memerlukan ketelitian yang sama untuk penyembuhan dan
mencegah infeksi. Jika tempat donor mengalami infeksi, maka balutan harus
diangkat secara hati-hati dan dibersihkan. Kemudian luka harus selalu
dibersihkan dan digunakan obat antibakteri. Bila tempat donor membai/sembuh
maka losion lubrikasi dapat digunakan untuk melunakan dan menghilangkan rasa
gatal. Tempat donor tersebut dapat digunakan kembali bila telah terjadi
penyembuhan secara lengkap.
d. Nutrisi
Mempertahankan
intake nutrisi yang adekuat selama fase akut sangatlah penting untuk
meningkatkan penyembuhan luka dan pencegahan infeksi. BMR (basal metabolik
rate) mungkin 40-100% lebih tinggi dari keadaan normal, tergantung pada luasnya
luka bakar. Respon ini diperkirakan berakibat pada hypotatamus dan adrenal yang
menyebebkan peningkatan produksi panas. Metabolik rate menurun bila luka telah
ditutup. Selain itu metabolisme glukosa berubah setelah mengalami luka bakar,
mengakibatkan hiperglikemia . Rendahnya kadar insulin selama fase emergent
menghambat aktifitas insulin dengan meningkatkan sirkuasi catecholamine, dan
meningkatkan glukoneogenesis selama fase akut yang semuanya mempunyai implikasi
terhadap terjadinya hiperglikemia pada klien luka bakar.
Dukungan
nutrisi yang agresif diperlukan untuk memenuhi kebutuhan energi yang meningkat
guna meningkatkan penyembuhan dan mencegah efek katabolisme yang tidak
diharapkan.
Formula yang
digunakan untuk menghitung kebutuhan energi, dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu
berat badan, jenis kelamin, usia, luasnya luka bakar dan aktifitas atau injuri.
Formulasinya adalah sebagai berikut:
(25 kcal x berat badan (kg) + (40 kcal x % luka bakar) =
kcal/hari.
Dukungan
nutrisi yang agresif umumnya diindikasikan untuk klien luka bakar dengan 30 %
atau lebih, secara klinis memerlukan tindakan operasi multiple, perlunya
penggunaan ventilator mekanik, status mental dan status nutrisi yang buruk pada
saat belum mengalami luka bakar.
Adapun metode
pemberian nutrisi dapat meliputi diet melalui oral, enteral tube feeding,
periperal parenteral nutrition, total parenteral nutrisi, atau kombinasi.
e. Managemen
nyeri
Faktor
fisiologis yang yang dapat mempengaruhi nyeri meliputi kedalaman injuri,
luasnya dan tahapan penyembuhan luka. Untuk tipe luka bakar partial thickness
dan pada tempat donor akan terasa sangat nyeri akibat stimulasi pada
ujung-ujung saraf. Berlawanan halnya dengan luka bakar full thickness yang
tidak mengalami rasa nyeri karena ujung-ujung superficial telah rusak. namun demikian
ujung-ujung saraf pada yang terletak pada bagian tepi dari luka akan sangat
sensitif. Faktor-faktor psikologis yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang
terhadap nyeri adalah kecemasan, ketakutan dan kemampuan klien untuk
menggunakan kopingnya. Sedangkan faktor-faktor sosial meliputi pengalaman masa
lalu tentang nyeri, kepribadian, latar belakang keluarga, dan perpisahan dengan
keluarga dan rumah. Dan perlu diingat bahwa persepsi nyeri dan respon terhadap
stimuli nyeri bersifat individual oleh karena itu maka rencana penanganan
perawatan dilakukan secara individual juga.
Pendekatan yang
lebih sering digunakan untuk mengatasi rasa nyeri adalah dengan menggunakan
zat-zat farmakologik. Morphine, codein, meperidine adalah nanalgetik narkotik
yang sering digunakan untuk mengatasi nyeri yang berkaitan dengan LB dan
treatmennya. Obat-obat farmakologik lainnya yang dapat digunakan meliputi
analgesik inhalasi seperti nitrous oxide, dll. Obat antiinflamasi nonsteroid
juga dianjurkan untuk mengatasi nyeri ringan sampai sedang.
Sedangkan
tindakan Nonfarmakologik yang digunakan untuk mengatasi rasa nyeri yang
berkaitan dengan luka bakar meliputi hipnotis, guided imagery, terapi bermain,
tehnik relaksasi, distraksi, dan terapi musik. Tindakan ini efektif untuk menurunkan
kecemasan dan menurunkan persepsi terhadap rasa nyeri dan seringali digunakan
bersamaan dengan penggunaan obat-obat farmakologik.
f. Terapi fisik
Mempertahankan
fungsi fisik yang optimal pada klien dengan injuri LB merupakan tantangan bagi
team yang melakukan perawatan LB. Perawat harus bekerja secara teliti dengan
fisioterapist dan occupational terapist untuk mengidentifikasi
kebutuhan-kebutuhan rehabilitasi klien LB. Program-program exercise, ambulasi,
aktifitas sehari-hari harus diimplementasikan secara dini pada pemulihan fase
acutsampai perbaikan fungsi secara maksimal dan perbaikan kosmetik.
Kontraktur luka
dan pembentukan scar (parut) merupakan dua masalah utama pada klien LB.
Kontraktur akibat luka dapat terjadi pada luka yang luas. Lokasi yang lebih
mudah terjadinya kontraktur adalah tangan, kepala, leher, dan axila.
Tindakan-tindakan
yang digunakan untuk mencegah dan menangani kontraktur meliputi terapi posisi,
ROM exercise, dan pendidikan pada klien dan keluarga.
1) Posisi
Terapeutik
Tabael dibawah
ini merupakan daftar tehnik-tehnik posisi koreksi dan terapeutik untuk klien
dengan LB yang mengenai bagian tubuh tertentu selama periode tidak ada
aktifitas (inactivity periode) atau immobilisasi. Tehnik-tehnik posisi tersebut
mempengaruhi bagian tubuh tertentu dengan tepat untuk mengantisipasi terjadinya
kontraktur atau deformitas.
Tabel : Posisi
terapeutik Pada Klien Luka Bakar
Lokasi LB
|
Posisi Terapeutik
|
Tehnik Posisi
|
Leher
Anterior
Keliling
Posterior/tdk simetris
Bahu/axila
Siku
Lengan
pergelangan tangan
metacrpal
sendi interpalangeal (MCP)
Sendi proximal dan distal
interpalangeal (PIP/DIP)
Ibu jari
ruang antar jari-jari
Paha
Lutut
Pergelangan kaki
|
Ekstensi
Netral ke ekstensi
Netral
Abduksi lengan 90-110 derajat
Ekstensi lengan
Ekstensi pergelangan tangan
MCP pleksi 90 derajat
Ekstensi PIP/DIP
Abduksi ibu jari
Abduksi jari-jari
Ekstensi paha
Ekstensi lutu
Netral
|
Tanpa bantal
Bantal kecil/gulungan sprei kecil
dibawah cervical untuk meningkatkan ekstensi leher.
Lakukan splinting (dibelat/dibidai)
Hand splint
Hand splint
Hand splint
hand splint dengan abduksi ibu
jari
Supine dengan kepala datar dengan
tempat tidur dan kaki ekstensi
Posisi prone
Supine dengan lutut ekstensi
|
2) Exercise
Latihan ROM
aktif dianjurkan segera dalam pemulihan pada fase akut untuk mengurangi edema
dan mempertahankan kekuatan dan fungsi sendi. Disamping itu melakukan
kegiatan/aktivitas sehari-hari (ADL) sangat efektif dalam mempertahankan fungsi
dan ROM. Ambulasi dapat juga mempertahankan kekuatan dan ROM pada ekstremitas
bawah dan harus dimulai bila secara fisiologis klien telah stabil. ROM pasif
termasuk bagian dari rencana tindakan pada klien yang tidak mampu melakukan
latihan ROM aktif.
3) Pembidaian (Splinting)
Splint
digunakan untuk mempertahankan posisi sendi dan mencegah atau memperbaiki
kontraktur. Terdapat dua tipe splint yang seringkali digunakan, yaitu statis
dan dinamis. Statis splint merupakan immobilisasi sendi. Dilakukan pada saat
immobilisasi, selama tidur, dan pada klien yang tidak kooperatif yang tidak
dapat mempertahankan posisi dengan baik. Berlainan halnya dengan dinamic
splint. Dinamic splint dapat melatih persendian yang terkena.
4) Pendidikan
Pendidikan pada
klien dan keluarga tentang posisi yang benar dan perlunya melakukan latihan
secara kontinue. Petunjuk tertulis tentang berbagai posisi yang benar, tentang
splinting/pembidaian dan latihan rutin dapat mempermudah proses belajar klien
dan dapat menjadi lebih kooperatif.
g. Mengatasi
Scar
Hipertropi scar
sebagai akibat dari deposit kolagen pada luka bakar yang menyembuh. Beratnya
hipertropi scar tergantung pada beberapa faktor antara lain kedalaman LB, ras,
usia, dan tipe autograft. Metode nonoperasi untuk meminimalkan hipertropi scar
adalah dengan terapi tekanan (pressure therapy). Yaitu dengan menggunakan
pembungkus dan perban/pembalut elastik (elastic wraps and bandages).
Sedangkan
tindakan pembedahan untuk mengatasi kontraktur dan hipertropi scar meliputi :
1)
Split-thickness dan full-thickness skin graft
2) Skin flaps
3) Z-plasties
4) Tissue
expansion.
3. Fase
Rehabilitasi
Fase
rehabilitasi adalah fase pemulihan dan merupakan fase terakhir dari perawatan
luka bakar. Penekanan dari program rehabilitasi penderita luka bakar adalah
untuk peningkatan kemandirian melalui pencapaian perbaikan fungsi yang
maksimal. Tindakan-tindakan untuk meningkatkan penyembuhan luka, pencegahan
atau meminimalkan deformitas dan hipertropi scar, meningkatkan kekuatan dan
fungsi dan memberikan support emosional serta pendidikan merupakan bagian dari
proses rehabilitasi.
Perhatian
khusus aspek psikososial
Rehabilitasi
psikologis adalah sama pentingnya dengan rehabilitasi fisik dalam keseluruhan
proses pemulihan. Banyak sekali respon psikologis dan emosional terhadap injuri
luka bakar yang dapat diidentifikasi, mulai dari “ketakutan sampai dengan
psikosis” . Respon penderita dipengaruhi oleh usia, kepribadian (personality),
latar belakang budaya dan etnic, luas dan lokasi injuri, dan akibatnya pada
body image. Disamping itu, berpisah dari keluarga dan teman-teman, perubahan
pada peran normal klien dan tanggungjawabnya mempengaruhi reaksi terhadap
trauma LB.
Fokus perawatan
adalah pada upaya memaksimalkan pemulihan psikososial klien melalui intervensi
yang tepat. (lihat Rencana Perawatan).
Terdapat 4
tahap respon psikososial akibat trauma LB yang ditandai oleh Lee sebagai
berikut: impact; retreat or withdrawal (kemunduran atau menarik
diri); acknowledgement (menerima) dan reconstructive (membangun
kembali).
a. Impact.
Periode impact
terjadi segera setelah injuri yang ditandai oleh shock, tidak percaya (disbelieve),
perasaan overwhelmed. Klien dan keluarga mungkin menyadari apa yang
terjadi tetapi kopingnya pada waktu itu buruk. Pada penelitian yang telah
dilakukan mengindikasikan bahwa keluarga dengan klien yang sakit kritis
mempunyai kebutuhan untuk kepastian (assurance), kebutuhan untuk dekat dengan
anggota keluarga yang lain dan kebutuhan akan informasi. Lebih spesifik lagi
keluarga ingin mengetahui kapan anggota keluarganya dapat ditangani, apa yang
akan dilakukan terhadap klien/anggota keluarganya, fakta-fakta tentang
perkembangan/kemajuan klien, dan mengapa tindakan/prosedur dilakukan terhadap
klien.
b. Retreat
or withdrawal (kemunduran atau menarik diri)
Kemunduran (retreat)
ditandai oleh represi, menarik diri (withdrawal), pengingkaran/penolakan
(denial) dan supresi.
c. Acknowledgement
(menerima)
Fase ketiga
adalah menerima, dimulai bila klien menerima injuri dan perubahan gambaran
tubuh (body image). Selama fase ini klien dapat mengambil manfaat dari
pertemuanya dengan klien luka bakar lainnya, baik dalam kontak perorangan
maupun dengan kelompok.
d. Reconstructive
(membangun kembali)
Fase terakhir
adalah fase rekonstruksi, dimulai bila klien dan keluarga menerima keterbatasan
yang ada akibat injuri dan mulai membuat perencanaan masa datang.
Proses Keperawatan Luka Bakar
A. Pengkajian
Pengkajian
merupakan langkah awal dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan data baik data subyektif maupun data obyektif. Data subyektif
diperoleh berdasarkan hasil wawancara baik dengan klien ataupun orang lain,
sedangkan data obyektif diperoleh berdasarkan hasil observasi dan pemeriksaan
fisik.
1. Data
biografi
Langkah awal
adalah melakukan pengkajian terhadap data biografi klien yang meliputi nama,
usia, jenis kelamin, pekerjaan, ras, dan lain-lain. Setelah pengkajian data
biografi selanjutnya dilakukan pengkajian antara lain pada :
2. Luas luka
bakar
Untuk
menentukan luas luka bakar dapat digunakan salah satu metode yang ada, yaitu
metode “rule of nine” atau metode “Lund dan Browder”, seperti telah diuraikan
dimuka.
3. Kedalaman
luka bakar
Kedalaman luka
bakar dapat dikelompokan menjadi 4 macam, yaitu luka bakar derajat I, derajat
II, derajat III dan IV, dengan ciri-ciri seperti telah diuraikan dimuka.
4. Lokasi/area
luka
Luka bakar yang
mengenai tempat-tempat tertentu memerlukan perhatian khusus, oleh karena
akibatnya yang dapat menimbulkan berbagai masalah. Seperti, jika luka bakar
mengenai derah wajah, leher dan dada dapat mengganggu jalan nafas dan ekspansi
dada yang diantaranya disebabkan karena edema pada laring . Sedangkan jika
mengenai ekstremitas maka dapat menyebabkan penurunan sirkulasi ke daerah
ekstremitas karena terbentuknya edema dan jaringan scar. Oleh karena itu pengkajian
terhadap jalan nafas (airway) dan pernafasan (breathing) serta sirkulasi
(circulation) sangat diperlukan. Luka bakar yang mengenai mata dapat
menyebabkan terjadinya laserasi kornea, kerusakan retina dan menurunnya tajam
penglihatan.
Lebih lanjut data
yang akan diperoleh akan sangat tergantung pada tipe luka bakar, beratnya luka
dan permukaan atau bagian tubuh yang terkena luka bakar. Data tersebut melipuri
antara lain pada aktivitas dan istirahat mungkin terjadi penurunan kekuatan
otot, kekakuan, keterbatasan rentang gerak sendi (range of motion / ROM) yang
terkena luka bakar, kerusakan massa otot. Sedangkan pada sirkulasi kemungkinan
akan terjadi shok karena hipotensi (shok hipovolemia) atau shock neurogenik,
denyut nadai perifer pada bagian distal dari ekstremitas yang terkena luka akan
menurun dan kulit disekitarnya akan terasa dingin. Dapat pula ditemukan
tachikardia bila klien mengalami kecemasan atau nyeri yang hebat. Gangguan
irama jantung dapat terjadi pada luka bakar akibat arus listrik. Selain itu
terbentuk edema hampir pada semua luka bakar. Oleh karena itu pemantauan
terhadap tanda-tanda vital (suhu, denyut nadi, pernafasan dan tekanan darah)
penting dilakukan.
Data yang
berkaitan dengan respirasi kemungkinan akan ditemukan tanda dan gejala yang
menunjukan adanya cidera inhalasi, seperti suara serak, batuk, terdapat
partikel karbon dalam sputum, dan kemerahan serta edema pada oropharing, lring
dan dapat terjadi sianosis. Jika luka mengenai daerah dada maka pengembangan
torak akan terganggu. Bunyi nafas tambahan lainnya yang dapat didengar melalui
auskultasi adalah cracles (pada edema pulmoner), stridor (pada edema laring)
dan ronhi karena akumulasi sekret di jalan nafas.
Data lain yang
perlu dikaji adalah output urin. Output urin dapat menurun atau bahkan tidak
ada urin selama fase emergen. Warna urine mungkin tampak merah kehitaman jika
terdapat mioglobin yang menandakan adanya kerusakan otot yang lebih dalam.
sedangkan pada usus akan ditemukan bunyi usus yang menurun atau bahkan tidak
ada bunyi usus, terutama jika luka lebih dari 20 %. Oleh karena itu maka dapat
pula ditemukan keluhan tidak selera makan (anoreksia), mual dan muntah.
5. Masalah
kesehatan lain
Adanya masalah
kesehatan yang lain yang dialami oleh klien perlu dikaji. Masalah kesehatan
tersebut mungkin masalah yang dialami oleh klien sebelum terjadi luka bakar
seperti diabetes melitus, atau penyakit pembuluh perifer dan lainnya yang akan
memperlambat penyembuhan luka. Disamping itu perlu pula diwaspadai adanya
injuri lain yang terjadi pada saat peristiwa luka bakar terjadi seperti fraktur
atau trauma lainnya. Riwayat alergi perlu diketahui baik alergi terhadap
makanan, obat-obatan ataupun yang lainnya, serta riwayat pemberian imunisasi
tetanus yang lalu.
6. Data
Penunjang
- Sel darah merah (RBC): dapat terjadi penurunan sel darah merah (Red Blood Cell) karena kerusakan sel darah merah pada saat injuri dan juga disebabkan oleh menurunnya produksi sel darah merah karena depresi sumsum tulang.
- Sel darah putih (WBC): dapat terjadi leukositosis (peningkatan sel darah putih/White Blood Cell) sebagai respon inflamasi terhadap injuri.
- Gas darah arteri (ABG): hal yang penting pula diketahui adalah nilai gas darah arteri terutama jika terjadi injuri inhalasi. Penurunan PaO2 atau peningkatan PaCO2.
- Karboksihemoglobin (COHbg) :kadar COHbg (karboksihemoglobin) dapat meningkat lebih dari 15 % yang mengindikasikan keracunan karbon monoksida.
- Serum elektrolit :
1) Potasium
pada permulaan akan meningkat karena injuri jaringan atau kerusakan sel darah
merah dan menurunnya fungsi renal; hipokalemiadapat terjadi ketika diuresis
dimulai; magnesium mungkin mengalami penurunan.
2) Sodium pada
tahap permulaan menurun seiring dengan kehilangan air dari tubuh; selanjutnya
dapat terjadi hipernatremia.
- Sodium urine :jika lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan resusitasi cairan, sedangkan jika kurang dari 10 mEq/L menunjukan tidak adekuatnya resusitasi cairan.
- Alkaline pospatase : meningkat akibat berpindahnya cairan interstitial/kerusakan pompa sodium.
- Glukosa serum : meningkat sebagai refleksi respon terhadap stres.
- BUN/Creatinin : meningkat yang merefleksikan menurunnya perfusi/fungsi renal, namun demikian creatinin mungkin meningkat karena injuri jaringan.
- Urin : adanya albumin, Hb, dan mioglobin dalam urin mengindikasikan kerusakan jaringan yang dalam dan kehilangan/pengeluaran protein. Warna urine merah kehitaman menunjukan adanya mioglobin
- Rontgen dada: Untuk mengetahui gambaran paru terutama pada injuri inhalasi.
- Bronhoskopi: untuk mendiagnosa luasnya injuri inhalasi. Mungkin dapat ditemukan adanya edema, perdarahan dan atau ulserasi pada saluran nafas bagian atas
- ECG: untuk mengetahui adanya gangguan irama jantung pada luka bakar karena elektrik.
- Foto Luka: sebagai dokumentasi untuk membandingkan perkembangan penyembuhan luka bakar.
Diagnosa dan
Intervensi Keperawatan:
Diagnosa/masalah
kolaborasi
|
Tujuan
& criteria hasil
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
Fase Eemergensi (E)
1. Defisit volume cairan b.d. pe-
ningkatan permeabi-litas kapiler dan perpin-dahan cairan dari ruang
intravaskuler ke ruang interstitial
|
Klien akan memperli-hatkan
perbaikan keseimbangan cairan, yang ditandai oleh :
|
Lanjutan
Diagnosa/masalah
kolaborasi
|
Tujuan
& criteria hasil
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
Masalah Kolaborasi
(Fase Emergensi)
2. Potensial illeus paralitik b.d.
stress akibat injury.
Masalah Kolaborasi
(Fase Emergensi)
3. Potensial gagal ginjal b.d.
adanya hemachromagen dalam urine karena luka bakar yang dalam
|
Perawat akan memoni-tor bunyi usus
normal aktif, adanya distensi
abdomen, produksi flatus dan
gerakan usus normal.
Perawat akan memoni-tor adanya
hemachro-magen dalam urine & output urine adekuat : 75-100 cc/hari
|
Ø Auskultasi bu-nyi usus tiap 4
jam
Ø Observasi dis-tensi abdomen
|
Lanjutan
Diagnosa/masalah
kolaborasi
|
Tujuan
& kriteria hasil
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
(Fase Akut) & (Emergensi)
4. Gangguan pertukaran gas b.d.
keracunan carbonmo-noxida, kerusakan paru akibat pabas.
|
Klien akan menunjukan perbaikan
pertukaran gas, yang ditandai oleh :
|
Ø Gelisah, bing-ung (confuse)
Ø Terdapat upaya nafas,
Ø Tachypnea,
Ø Dyspnea,
Ø Tachicardia,
Ø Kadar PaO2 dan SaO2 menurun
Ø Cyanosis
|
Lanjutan
Diagnosa/masalah
kolaborasi
|
Tujuan
& kriteria hasil
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
(E, A)
5. Bersihan jalan nafas tidak
efektif b.d. edema trahea, menurunnya fungsi ciliar paru akibat injuri
inhalasi
(E, A)
6. Perubahan perfusi jaringan
perifer b.d. konstriksi akibat luka bakar.
|
Bersihan jalan nafas klien akan
efektif, yang ditandai oleh:
Perfusi perifer klien akan menjadi
adekuat, yang ditandai oleh:
|
Lanjutan
Diagnosa/masalah
kolaborasi
|
Tujuan
& kriteria hasil
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
(E, A)
7. Hypotermia b.d. kehi-langan
jaringan epitel dan fluktuasi suhu udara.
|
Klien akan memperta-hankan suhu
tubuh yang normal, yang ditandai oleh core body temperature antara 99,6 –
101,0 derajat F.
|
Kaji keadekuatan sirkulasi :
Ø Cek nadi
Ø Catat warna, pergerakan &
sensasi ekstre-mitas yang terkena.
|
Lanjutan
Diagnosa/masalah
kolaborasi
|
Tujuan
& kriteria hasil
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
Masalah Kolaborasi
(E, A)
8. Resiko tinggi terjadi stres
ulcer b.d. respon stres neurohormonal akibat luka bakar
(A)
9. Perubahan nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh b.d. meningkatnya kebutuhan metabolik untuk penyembuhan luka.
|
Perawat akan memo-nitor perdarahan
gas-trointestin dan akan mempertahankan pH gaster > 5
Nutrisi klien adekuat, ditandadi
oleh dapat mempertahankan pada 85-90% berat badan sebelum luka bakar.
|
|
Lanjutan
Diagnosa/masalah
kolaborasi
|
Tujuan
& kriteria hasil
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
|
Lanjutan
Diagnosa/masalah
kolaborasi
|
Tujuan
& kriteria hasil
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
(E, A)
10. Resiko tinggi terjadinya
infeksi b.d. hilangnya pertahanan kulit, ganggu-an respon imune, adanya
pemasangan kateter (indweling urinary cateter dan intravenous cateter), dan
prosedur invasif (pengambilan sampel darah baik arteri maupun vena dan
bronchoscopy)
|
Klien tak akan menga- lami invasi
mikroba pada luka, yg ditandai oleh :
|
Lanjutan
Diagnosa/masalah
kolaborasi
|
Tujuan
& kriteria hasil
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
(E, Rehabilitasi/R)
11. Nyeri b.d. injury luka bakar,
stimulasi ujung-ujung saraf, treatmen dan kecemasan.
|
Klien akan lebih nyaman ditandai
oleh:
|
- 45 menit sebe-lumnya jika
me-lalui mulut.
- 30 menit sebelumnya jika melalui
intra muskular
- 5-10 menit sebelumnya jika
melalui intravena
Jangan diberikan melalui
intramus-kular pada klien dengan luka bakar berat fase emergent
|
Lanjutan
Diagnosa/masalah
kolaborasi
|
Tujuan
& criteria hasil
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
(A, R)
12. Kurang mampu merawat diri
(grooming, bathing, eating, elimination) b.d. deficit fungsional akibat dari
injuri luka bakar, nyeri, balutan, dan anjur-an immobilisasi
(E, A, R)
13. Gangguan mobilitas fisik b.d.
edema, nyeri, balut-an, prosedur pembedah-an, dan kontraktur luka.
|
Klien akan mengalami penurunan
berkurang-nya kemampuan dalam perawatan diri & akan memperlihatkan
pe-ningkatan partisipasi dalam perawatan diri.
Klien akan mengalami peningkatan
mobilits fisik ditandai dengan kembali secara maksi-mal melakukan aktivi-tas
sehari-hari dengan kecacatan dan ganggu-an figur yang minimal.
|
|
Lanjutan
Diagnosa/masalah
kolaborasi
|
Tujuan
& criteria hasil
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
(A, R)
14. Resiko tinggi gangguan harga
diri b.d. ancaman perubahan/actual perubah an pada body image, kehilangan
fisik dan kehilangan akan peran dan tanggungjawab.
|
Klien akan mengembangkan perbaikan
slef esteem ditandai oleh:
|
Lanjutan
Diagnosa/masalah
kolaborasi
|
Tujuan
& criteria hasil
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
(E, A, R)
15. Resiko tinggi akan tidak
efektifnya coping keluar-ga b.d. sifat yang emer-gensi dan kritis dari luka
bakar dan perpisahan/ jauh dari rumah dan teman.
|
Keluarga akan menga-lami perbaikan
strategi koping ditandai oleh:
|
- Pastikan kontinu-itas pemberian
perawatan
- Diskusikan se-mua aktivitas dan
prosedur sebelum dimulai.
- Dukung peran klien dalam
pera-watan dan pengo-batan.
- Sampaikan infor-masi
perkem-bangan klien.
- Beri informasi yang jujur, dan
reinforcement positif.
- Bantu anggota keluarga/orang
lain untuk berin-teraksi dengan klien.
- Luasnya luka dan perubahan penam
pilan klien.
- Prosedur dan per-alatan yang
digu-nakan.
|
|
Lanjutan
Diagnosa/masalah
kolaborasi
|
Tujuan
& kriteria hasil
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
|
Kesimpulan
Perawatan LB
merupakan hal yang komplek dan menantang. Trauma fisik dan psikologis yang
dialami setelah injuri dapat menimbulkan penderitaan baik bagi penderita
sendiri maupn keluarga dan orang lain yang dianggap penting. Anggota yang
menjadi kunci dari tim perawatan luka bakar adalah perawat yang bertanggung
jawab untuk membuat perencanaan perawatan yang bersifat individual yang
merefleksikan kondisi klien secara keseluruhan.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, M.E.,
et al. (1995). Nursing care plans guidelines for planning patient care. (2nd
ed.). Philadelphia: F.A. Davis Co.
Luckmann &
Sorensen. (1993). Medical-surgical nursing a psychophysiologic approach,
(4th ed.). Philadelphia: W.B. Saunder Co.
Nettina, S.
(1996). The Lippincott manual of nursing practice. (6th ed.).
Lippincott: Lippincott-Raven Publisher.
Thompson, J.M.
(1987). Clinical nursing. St. Louis: Mosby
No comments:
Post a Comment