BALUT DAN BIDAI
Disusun oleh :
Kelompok 4 (2 Reguler B)
|
|
Annisa Resiana
|
P17420313050
|
Dewi
Aisyah
|
P17420313055
|
Ika
Safitri
|
P17420313062
|
Kiki
Suryaningsih
|
P17420313067
|
Noor Hanimah
|
P17420313076
|
Tissa
Opilaselli
|
P17420313087
|
Bagas
Amirul Rizal
|
P17420312054
|
Dosen Pengampu
Supriyo SST M.Kes
POLITEKNIK
KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
PROGRAM
STUDI DIII KEPERAWATAN PEKALONGAN
2015
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Pendahuluan
Sering kita jumpai pada saat
mengevakuasi korban kecelakaan atau korban bencana alam seperti tanah longsor,
gempa bumi, bisanya di pergunakan sebuah penopang kayu atau besi dan sebagainya
di bagian tubuh tertentu yang diduga terjadi syok, fraktur, ataupun retak.
Benda tersebut adalah balut bidai.
Balut bidai adalah penanganan umum trauma
ekstremitas atau imobilisasi dari lokasi
trauma dengan menggunakan penyangga misalnya splinting (spalk). Balut bidai
adalah jalinan bilah (rotan, bambu) sebagai kerai (untuk tikar, tirai penutup
pintu, belat, dsb) atau jalinan bilah bambu (kulit kayu randu dsb) untuk
membalut tangan patah dsb.
B. Tujuan
1.
Mahasiswa
dapat mengetahui definisi
blut bidai
2.
Mahasiswa
dapat mengetahui macam-macam
balut bidai
3.
Mahasiswa dapat mempraktekan balu bidai
C. Sistematika
Sistematika
pada makalah kasus ini diantaranya adalah sebagai
berikut. BAB I berisi pendahuluan yang meliputi : pendahuluan, tujuan, dan sistematika. Kemudian pada
BAB II berisi tinjauan teori meliputi : definisi, teknik balut dan teknik bidai berikut
tentang caranya. Untuk BAB III berisi kesimpulan.
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
TEKNIK BALUT
Luka
dan patah tulang akibat kecelakaan atau trauma
merupakan salah satu kondisi yang sering terjadi. Dan
pertolongan terhadap luka yang
paling sering dapat dilakukan pertama adalah dengan melakukan pembalutan.
Prinsip membalut ialah untuk menahan sesuatu agar
tidak bergeser dari tempatnya.
Sehingga
tujuan pembalutan adalah:
-
Mempertahankan bidai,
kasa penutup dan lain-lain
-
Imobilisasi, dengan
menunjang bagian tubuh yang cedera dan
menjaga agar bagian tubuh yang cedera tidak bergerak
-
Sebagai penekan untuk
menghentikan perdarahan dan menahan pembengkakan
-
Mempertahankan keadaan
asepsis
Secara umum
untuk melakukan pembalutan diperlukan prosedur berikut :
Ø Menanyakan
penyebab luka atau bagaimana luka tersebut terjadi
Ø Memperhatikan tempat atau letak yang akan dibalut dengan
berdasar pada permasalahan berikut :
a.
Bagian tubuh yang mana?
b.
Apakah ada luka terbuka
atau tidak?
c.
Bagaimana luas luka?
d.
Apakah perlu membatasi
gerak bagian tubuh tertentu?
Jika
ada luka terbuka, maka sebelum dibalut perlu diberi desinfektan atau dibalut
dengan pembalut yang mengandung desinfektan. Demikian pula jika terjadi
dislokasi, maka perlu dilakukan tindakan reposisi terlebih dahulu.
a. Memperhatikan
bentuk-bentuk bagian tubuh yang akan dibalut, yaitu:
·
Bentuk bulat seperti
kepala
·
Bentuk silinder seperti
leher, lengan atas, jari tangan dan tubuh
·
Bentuk kerucut seperti
lengan bawah dan tungkai atas
·
Bentuk persendian yang
tidak teratur
b. Memilih
jenis pembalut yang akan dipergunakan (bisa salah satu atau kombinasi)
c. Menentukan
posisi balutan dengan mempertimbangkan hal-hal berikut :
-
Membatasi pergeseran /
gerak bagian tubuh yang perlu difiksasi
-
Sesedikit mungkin
membatasi gerak bagian tubuh yang lain
-
Mengusahakan posisi balutan yang paling nyaman untuk
kegiatan pokok korban
-
Tidak mengganggu
peredaran darah (misalnya pada balutan berlapis, maka lapis yang paling bawah
diletakkan di sebelah distal)
-
Balutan diusahakan
tidak mudah lepas atau kendor
Bentuk
pembalut yang dapat digunakan terdapat beberapa bentuk :
1). Plester
biasanya dipergunakan
untuk menutup luka yang telah diberi antiseptik. Juga dapat dipakai merekatkan
penutup luka dan fiksasi pada sendi yang terkilir.
2). Pembalut
pita/gulung
dapat dibuat dari kain katun, kain kasa,
flannel ataupun bahan elastik. Di pasaran, yang banyka dijual sebagai pembalut
pita adalah yang terbuat dari kain kasa.
- Ada
beberapa ukuran pembalut pita/gulung:
- Pembalut
pita ukuran 2,5 cm untuk jari-jari
- Pembalut
pita ukuran 5 cm untuk leher dan pergelangan tangan
- Pembalut
pita ukuran 7,5 cm untuk kepala, lengan atas, lengan bawah, betis dan kaki.
- Pembalut
pita ukuran 10 cm untuk paha dan sendi panggul
- Pembalut
pita ukuran >10 - 15 cm untuk dada, punggung dan perut
3). Mitela merupakan kain segitiga sama kaki dengan
panjang kaki 90 cm, terbuat dari kain mori. Pada penggunaannya seringkali
dilipat-lipat sehingga menyerupai dasi. Dalam
hal ini mitela dapat diganti dengan pembalut pita.
4). Funda adalah kain segitiga samakaki yagn sisi kiri
dan kanannya dibelah 6 – 10 cm tingginya dari alas, sepanjang kurang
lebih 1/3 dari panjang alas dan sudut
puncaknya dilipat ke dalam. Ada beberapa kegunaan dari pembalut funda ini
seperti funda maksila, funda nasi, funda
frontis, funda vertisis, funda oksipitis dan funda kalsis.
5). Platenga merupakan pembalut segitiga yang dibelah dari
puncak sampai setengah tingginya. Pembalut ini biasa digunakan pada pembalutan
payudara/mammae untuk mengurangi nyeri mastitis atau untuk membalut perut atau
panggul.
A.
Cara
membalut dengan pita (gulung)
Pembalut pita dapat
digunakan sebagai pengganti pembalut yang berbentuk segitiga. Secara umum cara
membalut dengan pita dapat mengikuti langkah-langkah berikut:
a)
Berdasar pada
besar bagian tubuh yang akan dibalut,
maka dipilih pembalut pita dengan ukuran Iebar yang sesuai.
b)
Pembalutan
biasanya dibuat bebrapa lapis, dimulai dari salah satu ujung yang dibalutkan mulai dari
proksimal bergerak ke distal
untuk menutup sepanjang bagian
tubuh yang akan dibalut, kemudian dari
distal ke proksimal dibebatkan dengan arah bebatan saling menyilang dan tumpang tindih
antara bebatan yang satu dengan bebatan
berikutnya.
c)
Kemudian ujung pembalut
yang pertama diikat dengan ujung yang lain secukupnya.
Beberapa
teknik penggunaan pembalut pita antara lain :
1). Balutan
sirkuler (spiral bandage)
Digunakan untuk
membalut bagian tubuh yang berbentuk silinder.
Caranya:
Pembalut
mula-mula dikaitkan dengan 2-3 putaran, lalu pada saat membalut tepi atas
balutan harus menutupi tepi bawah balutan sebelumnya, demikian seterusnya.
2). Balutan
pucuk rebung (spiral reverse bandage)
Digunakan untuk
membalut bagian tubuh yang berbentuk kerucut.
Caranya:
Setelah
pembalut dikaitkan dengan 2-3 putaran, maka pembalut diarahkan ke atas dengan
menyudut 45°, lalu di tengah pembalut
tadi dilipat mengarah ke bawah dengan sudut 45° juga, demikian seterusnya.
3). Balutan
angka delapan (figure of eight)
Teknik balutan yang
dapat digunakan pada hampir semua bagian tubuh, terutama pada daerah
persendian. Pada kasus terkilir, ligamentum yang sering robek ialah yang
terletak di lateral, karena itu kaki diletakkan dalam posisi eversi/rotasi
eksterna untuk mengistirahatkan dan mendekatkan kedua ujung ligamentum tersebut
baru kemudian dibalut.
Caranya:
- Pembalut
mula-mula dililitkan di pergelangan beberapa kali, lalu diteruskan ke punggung
kaki (dalam hal membalut pergelangan kaki), melingkari telapak kaki, naik lagi ke
punggung dan pergelangan kaki, demikian seterusnya sehingga membentuk angka
delapan.
- Untuk
menghindari menghindari teregangnya balutan ini, dipergunakan plester selebar
2-3 cm. Plester tersebut dilekatkan dari sisi medial pergelangan melingkari
telapak kaki ke sisi lateral, lalu dari sisi medial punggung kaki melingkari
rtumit ke sisi lateral, demikian seterusnya dengan diselang-seling. Plester
harus cukup panjang hingga mencapai kulit yang tak terbalut. Balutan ini harus
diganti setiap 4-6 hari.
4). Balutan
rekurens (recurrent bandage)
Balutan ini dapat dilakukan pada kepala atau ujung
jari, misalnya pada luka di puncak kepala.
Caranya:
Pembalut
dilingkarkan di kepala tepat di atas telinga 2-3 kali. Setelah pembalut
mencapai pertengahan dahi, dengan dipegang oleh seorang pembantu pembalut
ditarik ke oksiput dan disini dipegang oleh pembantu, lalu pembalut kembali
ditarik ke dahi. Setelah seluruh kepala
tertutup, ujung-ujung bebas di dahi dan di oksiput ditutup dengan balutan
sirkuler lagi. Lalu diperkuat dengan plester selebar 2-3 cm mengelilingi dahi
sampai oksipital.
B.
Cara
membalut dengan mitella
Dalam kasus pertolongan pertama,
pembalut segitiga sangat banyak gunanya, sehingga dalam perlengkapan medis
pertolongan pertama pembalut jenis ini sebaiknya disediakan lebih dari satu
macam.
Mitella dipergunakan untuk membalut
bagian tubuh yang berbentuk bulat. Dapat
pula untuk menggantung lengan yang cedera. Selain itu dapat dilipat sejajar dg
alasnya, menjadi pembalut bentuk dasi (cravat), dalam hal ini mitella dapat
diganti dengan pembalut pita.
Secara umum cara membalut dengan pita
dapat mengikuti langkah-langkah berikut:
a. Salah
satu sisi mitella dilipat 3-4 cm sebanyak 1-3 kali.
b. Pertengahan
sisi yang telah terlipat diletakkan di luar bagian yang akan dibalut, lalu
ditarik secukupnya dan kedua ujung sisi itu diikatkan.
c. Salah
satu ujung lainnya yang bebas ditarik dan dapat diikatkan pada ikatan (b) diatas, atau diikatkan pada tempat lain
atau dapat dibiarkan bebas, hal ini
tergantung tempat dan kepentingannya.
A).
Membalut
tubuh
Membalut dada
Puncak kain segitiga
diletakkan di salah satu bahu penderita,
sedang sisi alasnya dirapatkan di perut dan kedua sudut alasnya ditarik ke
punggung kemudian disimpulkan.
Puncak kain tadi dari
atas bahu ditarik ke punggung dan disimpulkan dengan salah satu sudut alas.
· Bidai
sudah harus dipasang sebelum dipindahkan ke tempat lain.
d.
Bidai
pada Kasus Patah Tulang Betis
Seperti pada lengan bawah, betis
memiliki dua buah tulang panjang, yakni tulang kering dan tulang betis. Karena letaknya tidak begitu terlindungi maka
tulang kering lebih mudah patah. Apabila hanya salah satu yang patah maka
tulang yang lain dapat berfungsi bidai. Karena itu meskipun sepintas tampak
utuh, kemungkinan patah tetap harus dipikirkan.
Tanda-tanda patah tulang betis adalah
nyeri tekan di tempat yang patah, nyeri sumbu, dan rasa sakit bila kaki
digerakkan. Nyeri tekan disini dapat
pula diperiksa dengan menekan betis dari arah depan dan belakang sekaligus.
Tindakan
pertolongan:
· Dengan dua
bidai, betis dibidai dari mata kaki
sampai beberapa jari di atas lutut. Papan bidai dibungkus dengan kain atau
selimut untuk tempat menempatkan betis. Di bawah lutut dan mata kaki diberi
bantalan.
· Selama
menunggu pengangkutan kaki diletakkan lebih tinggi dari bagian tubuh lainnya,
untuk menghambat pembengkakan dan mengurangi rasa sakit.
· Apabila
tulang yang patah terdapat di atas pergelangan kaki, pembidaian berlapis bantal
dipasang dari lutut hingga menutupi telapak kaki.
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Balut
bidai adalah pertolongan pertama dengan pengembalian anggota tubuh yang
dirasakan cukup nyaman dan pengiriman korban tanpa gangguan rasa nyeri. (Muriel
Street, 1995)
Balut
bidai adalah suatu cara untuk menstabilkan/menunjang persendian dalam
menggunakan sendi yang benar/melindungi trauma dari luar (Barbara C Long, 1996)
Jadi
balut bidai adalah suatu balutan yang dibalutkan pada area tubuh tertentu
dengan menggunakan perban/mitela yang biasanya disangga balok kayu ataupun besi
tujuannya untuk melindungi trauma, mengurangi pergerakan pada daerah patah atau
retak.
DAFTAR PUSTAKA
Ely, A dkk.1996. Penuntun Praktikum
Keterampilan Kritis III Untuk Mahasiswa D-3 Keperawatan. Jakarta: Salemba.
Mancini, Mary E. 1994. Prosedur
Keperawatan Darurat. Jakarta : EKG.
Mohamad, Kartono. 1991. Pertolongan
Pertama. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Purwadianto, Agus. 2000. Kedaruratan medik.
Jakarta : Binarupa Aksara.
Schaffer, dkk. 2000. Pencegahan Infeksi
& Praktek Yang Aman. Jakarta : EGC.
I enjoyed reading this
ReplyDelete