IMUNISASI
DAN KIPI
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Anak
Disusun oleh :
Kelompok 4 (2 Reguler B)
|
|
Annisa Resiana
|
P17420313050
|
Ike Kusuma R
|
P17420313063
|
Nur Huda Alfauzi
|
P17420313076
|
Wiji Astuti
|
P17420313090
|
Dosen Pengampu
RR. Sri Sedjati SST
POLITEKNIK
KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
PROGRAM
STUDI DIII KEPERAWATAN PEKALONGAN
2015
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Pendahuluan
Imunisasi telah diakui sebagai upaya
pencegahan penyakit yang paling efektif dan berdampak terhadap peningkatan
kesehatan masyarakat. Sehubungan dengan itu maka kebutuhan akan vaksin makin
meningkat seiring dengan keinginan dunia untuk mencegah berbagai penyakit yang
dapat menimbulkan kecacatan dan kematian. Peningkatan kebutuhan vaksin telah
ditunjang pula oleh upaya perbaikan produksi vaksin dengan meningkatkan
efektivitas dan keamanan vaksin.
Faktor terpenting yang harus
dipertimbangkan dalam upaya pembuatan vaksin adalah keseimbangan antara
imunogenisitas (daya pembentuk kekebalan) dengan reaktogenisitas (reaksi
simpang vaksin). Vaksin harus berisi antigen yang efektif untuk merangsang
respons imun penerima sehingga tercapai nilai antibody di atas ambang
pencegahan untuk jangka waktu yang cukup panjang. Vaksin harus diupayakan untuk
tidak menimbulkan efek simpang yang berat, dan jauh lebih ringan dibandingkan
gejala klinis penyakit secara alami.
Penanggulangan KIPI dilaksanakan
secara komprehensif meliputi penanganan medik terhadap kasus KIPI hingga
memberikan informasi kepada masyarakat tentang manfaat, keamanan dan risiko
imunisasi. Untuk menanggulangi hal-hal yang berhubungan dengan KIPI tersebut
dibentuk Komite Nasional Penanganan dan Penanggulangan KIPI (Komnas PP-KIPI).
Komnas PP-KIPI merupakan suatu komite independen di tingkat nasional yang terdiri
dari unsure-unsur klinisi, pakar dalam bidang mikrobiologi, virology, vaksin,
farmakologi, ahli epidemiologi, ahli forensic, pakar hukum, yang berada dalam
organisasi profesi (IDAI, POGI, PAPD, ISFI), Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan
Lingkungan cq. Sub Direktorat Imunisasi dan Sub Direktorat Surveilans dan Badan
POM. Komnas PP-KIPI bertugas menganalisis informasi hasil telaah kasus KIPI,
meninjau keseluruhan pola dari laporan dan pelacakan, membuat penilaian
kausalitas KIPI pada kasus yang belum dan sudah disimpulkan oleh Komda PP-KIPI
dan melakukan umpan balik kepada Komda PP-KIPI yang terkait. Komnas PP-KIPI
dapat melakukan peninjauan lapangan (pelacakan menggunakan otopsi verbal),
serta menjelaskan manfaat, keamanan dan risiko imunisasi pada masyarakat.
Komnas PP-KIPI yang bertanggungjawab kepada Menteri Kesehatan cq. Direktorat
Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan ini juga
mempunyai wewenang memberikan nasehat, saran, dan pendapat ahli kepada
pihak-pihak yang memerlukan dalam rangka penjernihan masalah kasus KIPI dan
diduga KIPI. Sementara itu, di tingkat propinsi terdapat Komite Daerah
Pengkajian dan Penanggulangan KIPI (KOMDA PP-KIPI) yang terdiri dari
unsur-unsur profesi terkait yang akan bertanggungjawab kepada Gubernur cq.
Dinas Kesehatan Propinsi terkait penatalaksanaan analisis KIPI secara teratur
dan memberikan umpan balik ke sistem di bawahnya serta masyarakat di daerah
tersebut.
B.
Tujuan
1.
Mahasiswa dapat
mengetahui definisi imunisasi
2.
Mahasiswa dapat
mengetahui definisi KIPI
3.
Mahasiswa dapat
mengetahui penanganan KIPI
4.
Mahasiswa dapat
mengerti manfaat imunisasi
5.
Mahasiswa dapat
mengerti tujuan dari imunisasi
C.
Sistematika
Sistematika pada
makalah ini diantaranya adalah sebagai berikut. BAB I berisi pendahuluan yang
meliputi : latar belakang/pendahuluan, tujuan, dan sistematika. Kemudian pada
BAB II berisi tinjauan teori meliputi : definisi imunisasi dan KIPI, manfaat
tujuan dan sasaran imunisasi dll. Untuk BAB III berisi kesimpulan.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
IMUNISASI
1. Definisi
Imunisasi
adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap
suatu antigen, sehingga bila kelak ia terkena antigen yang serupa, tidak
terjadi penyakit (Ranuh,2008,p.10).
Imunisasi
merupakan suatu program yang dengan sengaja memasukkan antigen lemah agar
merangsang antibodi keluar sehingga tubuh dapat resisten terhadap penyakit
tertentu. Sistem imun tubuh mempunyai suatu sistem memori (daya ingat), ketika
vaksin masuk kedalam tubuh, maka akan dibentuk antibodi untuk melawan vaksin
tersebut dan sistem memori akan menyimpannya sebagai suatu pengalaman. Jika
nantinya tubuh terpapar dua atau tiga kali oleh antigen yang sama dengan vaksin
maka antibodi akan tercipta lebih kuat dari vaksin yang pernah dihadapi
sebelumnya (Atikah,2010,p.8).
Imunisasi merupakan salah satu
cara pencegahan penyakit serius yang paling efektif untuk bayi dari segi biaya
(Wahab, 2000).
Imunisasi
dasar adalah pemberian imunisasi awal pada bayi yang baru lahir sampai usia
satu tahun untuk mencapai kadar kekebalan diatas ambang perlindungan. (Depkes
RI, 2005).
2.
Tujuan
Umum
yakni untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi akibat Penyakit
Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I). Penyakit dimaksud antara lain, Difteri,
Tetanus, Pertusis (batuk rejam), Measles (campak), Polio
dan Tuberculosis.
Tujuan Khusus, antara lain :
a. Tercapainya
target Universal Child Immunization (UCI), yaitu cakupan imunisasi
lengkap minimal 80% secara merata pada bayi di 100% desa Kelurahan pada tahun
2010.
b. Tercapainya
ERAPO (Eradiksi Polio), yaitu tidak adanya virus polio liar di Indonesia yang
dibuktikan dengan tidak ditemukannya virus polio liar pada tahun 2008.
c. Tercapainya
ETN (Eliminasi Tetanus Neonatorum), artinya menurunkan kasus TN sampai tingkat
1 per 1000 kelahiran hidup dalam 1 tahun pada tahun 2008.
d. Tercapainya
RECAM (Reduksi Campak), artinya angka kesakitan campak turun pada tahun 2006
3.
Sasaran
Sasaran program imunisasi yang meliputi sebagai berikut
:
a. Mencakup
bayi usia 0-1 tahun untuk mendapatkan vaksinasi BCG, DPT, Polio, Campak dan
Hepatitis-B.
b. Mencakup
ibu hamil dan wanita usia subur dan calon pengantin (catin) untuk mendapatkan
imunisasi TT.
c. Mencakup
anak-anak SD (Sekolah Dasar) kelas 1, untuk mendapatkan imunisasi DPT.
d. Mencakup anak-anak SD (Sekolah Dasar) kelas II s/d
kelas VI untuk mendapatkan imunisasi TT (dimulai tahun 2001 s/d tahun 2003),
anak-anak SD kelas II dan kelas III mendapatkan vaksinasi TT (Depkes RI, 2005).
4.
Manfaat
Pemberian imunisasi memberikan manfaat
sebagai berikut :
a.
Untuk anak,
bermanfaat mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit menular yang
sering berjangkit;
b.
Untuk keluarga,
bermanfaat menghilangkan kecemasan serta biaya pengobatan jika anak sakit;
c.
Untuk negara,
bermanfaat memperbaiki derajat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan
berakal untuk melanjutkan pembangunan negara (Depkes RI, 2001).
5.
Jenis – jenis imunisasi
a.
Imunisasi aktif
Merupakan
suatu pemberian bibit penyakit yang telah dilemahkan (vaksin) agar nantinya
sistem imun tubuh berespon spesifik dan memberikan suatu ingatan terhadap
antigen ini, sehingga ketika terpapar lagi tubuh dapat mengenali dan merespon.
b. Imunisasi
pasif
Merupakan
suatu proses peningkatan kekebalan tubuh dengan cara pemberian zat
immunoglobulin, yaitu zat yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang
dapat berasal dari plasma manusia (kekebalan yang didapat bayi dari ibu melalui
placenta) atau binatang yang digunakan untuk mengatasi mikroba yang sudah masuk
dalam tubuh yang terinfeksi (Atikah,2010,pp.10-11).
B.
KIPI
(Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi)
1. Definisi
KIPI
atau Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi adalah semua kejadian sakit dan kematian
yang terjadi dalam masa satu bulan setelah imuniasi dan diduga karena imunisasi
(Depkes RI, 2009).
Kejadian
ikutan pasca imunisasi (KIPI/adverse event following immunization)
adalah kejadian medik yang berhubungan dengan imunisasi, baik berupa reaksi
vaksin ataupun efek simpang, toksisitas, reaksi sensitivitas, efek
farmakologis; atau kesalahan program, koinsidensi, reaksi suntikan, atau
hubungan kausal yang tidak dapat ditentukan (Ditjen P2PL dan Pusdiklat SDM
kesehatan Depkes RI, 2006).
Kejadian
Ikutan Pasca Imunisasi adalah semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi
dalam masa 1 bulan setelah imunisasi (KN PP KIPI, 2005).
Menurut
Komite Nasional Pengajian dan Penanggulangan KIPI (KN PP KIPI), KIPI (Kejadian
Ikutan Pasca Imunisasi ) adalah semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi
dalam masa satu bulan setelah imunisasi. Umumnya reaksi terhadap obat dan
vaksin merupakan reaksi simpang (adverse events), merupakan kejadian lain
yang bukan terjadi akibat efek langsung vaksin. Reaksi samping vaksin antara
lain dapat berupa efek farmakologi, efek samping, interaksi obat dan reaksi
alergi.
2. Klasifikasi
menurut WHO (1999) yaitu klasifikasi lapangan untuk petugas sebagai berikut:
a. Kesalahan
program / teknik pelaksanaan (programmatic errors)
Sebagian
besar kasus KIPI berhubungan dengan masalah program dan teknik pelaksanaan
imunisasi yang meliputi kesalahan program penyimpanan, pengelolaan, dan tata
laksana pemberian vaksin. Kesalahan tersebut dapat terjadi pada berbagai
tingkatan prosedur imunisasi. Contoh kesalahan program : dosis antigen (terlalu
banyak), lokasi dan cara penyuntikan, sterilisasi semprit dan jarum, jarum
bekas pakai, tindakan aseptik dan anti septic, kontaminasi vaksin dan alat suntik,
penyimpanan vaksin, pemakaian sisa vaksin, jenis dan jumlah pelarut vaksin,
serta tidak memperhatikan petunjuk produsen (petunjuk pemakaian, indikasi
kontra, dll). Kecurigaan terhadap kesalahan tata laksana perlu diperhatikan apabila
terdapat kecenderungan kasus KIPI berulang pada petugas yang sama.
Kecenderungan lain adalah apabila suatu kelompok populasi mendapat vaksin
dengan batch yang sama tetapi tidak terdapat masalah, atau apabila sebagian
populasi setempat dengan karakteristik serupa yang tidak diimunisasi tetapi
justru menunjukkan masalah tersebut.
b. Reaksi
suntikan (Injection reaction)
Semua
gejala klinis yang terjadi akibat trauma tusuk jarum suntik baik langsung
maupun tidak langsung harus dicatat sebagai reaksi KIPI. Reaksi suntikan
langsung misalnya rasa sakit, bengkak, dan kemerahan pada tempat suntikan,
sedangkan reaksi suntikan tidak langsung misalnya rasa takut, pusing, mual,
sampai sinkope (KN PP KIPI, 2005: hal 6)
c. Induksi
vaksin (reaksi vaksin)
Menurut
KN PP KIPI, 2005 menyatakan gejala KIPI yang disebabkan induksi vaksin umumnya
sudah dapat diprediksi terlebih dahulu karena merupakan reaksi simpang vaksin
dan secara klinis biasanya ringan. Walaupun demikian dapat saja terjadi gejala
klinis hebat seperti reaksi anafilaksis sistemik dengan risiko kematian. Reaksi
simpang ini sudah teridentifikasi dengan baik dan tercantum dalam petunjuk
pemakaian terrtulis oleh produsen sebagai indikasi kontra, indikasi khusus,
perhatian khusus, atau berbagai tindakan dan perhatian spesifik lainnya
termasuk kemungkinan interaksi dengan obat atau vaksin lain.
d. Faktor
kebetulan (Coincidental)
Kejadian
terjadi setelah imunisasi tapi tidak disebabkan oleh vaksin. Indikator faktor
kebetulan ditemukannya kejadian yang sama di saat bersamaan pada kelompok
populasi setempat dengan karakter serupa tetapi tidak mendapat imunisasi.
e. Penyebab
tidak diketahui
Menurut
KN PP-KIPI, 2005: hal 7 menyatakan bila kejadian atau malah yang dilaporkan
belum dapat dikelompokkan ke dalam salah satu penyebab maka untuk sementara
dimasukkan ke dalam kelompok ini sambil menunggu informasi lebih lanjut. Biasanya
dengan kelengkapan informasi tersebut akan dapat ditentukan kelompok penyebab
KIPI.Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 1991 melalui Expanded programme
immunisastion (EPI=PPI) telah menganjurkan agar pelaporan KIPI dibuat oleh
setiap negara. Untuk negara berkembang yang paling penting adalah bagaimana
mengontrol vaksin dan mengurangi programmatic errors, termasuk cara menggunakan
alat suntik dengan baik, alat yang sekali pakai atau alat suntik reusable, dan cara
penyuntikan yang benar sehingga transmisi pathogen melalui darah dapat
dihindarkan. Ditekankan pula bahwa untuk memperkecil terjadinya KIPI harus
selalu diupayakan peningkatan ketelitian pemberian imunisasi selama program
imunisasi dilaksanakan.
3. Kasus
KIPI yang harus dilaporkan
Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan
nomor 26/MENKES/SK/XII/2005 tanggal 2 Desember 2005 tentang datar kasus KIPI
yang perlu dilaporkan (Depkes, 2005) terdapat pada tabel 2.1 yaitu :
Kurun Waktu Kejadian
KIPI
|
GEJALA KLINIS
|
Dalam 24 jam
|
·
Reaksi anafilaktoid (reaksi akut hipersensitif)
·
Syok anafilaktid
·
Menangis keras terus lebih dari 3
jam (persistent inconsolable screaming)
·
Episode hipotonik-hiporesponsif
·
Toxic shock syndrome (TSS)
|
Dalam 5 hari
|
· Reaksi
lokal yang berat
· Sepsis
· Abses
di tempat suntikan (bakterial/steril)
|
Dalam 15 hari
|
·
Kejang, termasuk kejang demam
(6-12hari untuk campak/MMR; 0-2 hari untuk DPT)
·
Ensefalopati (6-12 hari untuk campak/MMR;
0-2 hari untuk DPT)
|
Dalam 3 bulan
|
·
Acute flaccid paralysis = lumpuh
layu (4-30 hari untuk penerima OPV; 4-75 hari untuk kontak)
·
Neuritis brakialis (2-28 hari
sesudah imunisasi tetanus)
·
Trombositopenia (15-35 hari
sesudah imunisasi campak/MMR)
|
Antara 1 hingga 12
bulan sesudah
imunisasi BCG
|
·
Limfadenitis
·
Infeksi BCG menyeluruh (Disseminated
BCG infection)
·
Osteitis/osteomielitis
|
Tidak ada batas waktu
|
Setiap
kematian, rawat inap, atau kejadian lain yang berat, dan kejadian yang tidak
biasa, yang dianggap oleh tenaga kesehatan atau masyarakat ada hubungannya
dengan imunisasi.
|
4. Penanganan
KIPI
Beberapa
tindakan dan petunjuk rujukan yang dapat dilakukan oleh pelaksana imunisasi
bila terjadi KIPI (KN PP-KIPI, 2005) sebagai berikut:
No
|
KIPI
|
Gejala
|
Tindakan
|
Keterangan
|
1.
|
Vaksin
|
|||
Reaksi lokal
ringan
|
· Nyeri,
eritema, bengkak di daerah bekas suntikan < 1cm
· Timbul
< 48 jam setelah imunisasi
|
· Kompres
hangat
· Jika
nyeri mengganggu dapat diberikan parasetamol ½-1 tablet
|
· Pengobatan
dapat dilaku-kan oleh guru UKS atau orang tua
· Berikan
pengertian kepada ibu/keluarga bahwa hal ini dapat sembuh sendiri walaupun tanpa
obat
|
|
2.
|
Tata laksana
program
|
|||
Abses dingin
|
Bengkak &
keras, nyeri daerah bekas
suntikan.
Terjadi
karena vaksin
yang
dsuntikkan
masih dingin
|
· Kompres
hangat
· Parasetamol
½-1 tablet
|
Jika tidak ada
perubahan,
hubungi
Puskesmas
terdekat
|
|
Pembengkakan
|
· Bengkak
di sekitar suntikan
· Terjadi
karena
Penyuntikan
kurang dalam
|
Kompres hangat
|
Jika tidak ada
perubahan,
hubungi
Puskesmas
terdekat
|
BAB
III
PEMBAHASAN
KESIMPULAN
Imunisasi adalah
memasukan sistem imunitas tambahan yang dibuat dari tangan manusia, tujuannya
agar manusia tersebut dapat memiliki kekebalan tubuh dari berbagai penyakit.
Namun dalam tatalaksana imunisasi masih terdapat suatu masalah seperti KIPI.
KIPI atau yang bisa disebut dengan kejadian ikutan pasca imunisasi ini masih
sering di jumpai di beberapa rumah sakit ataupun dipuskesmas.
SARAN
Untuk
puskesmas atau pelayanan kesehatan
1. Untuk
selalu tanggap dengan peristiwa KIPI
2. Memberikan
penyuluhan tentang penanganan KIPI
3. Mengontrol
obat layak pakai
4. Cermat
teliti dalam bertindak, baik dalam pengambilan obat ataupun dalam cara
penyuntikan
5. Selalu
dengan prinsip 5 Benar
No comments:
Post a Comment