Tuesday, 17 February 2015

ASKEP ANAK KEJANG DEMAM

BAB I
PENDAHULUAN

A.                Latar Belakang
Kejang demam merupakan kejang yang sering terjadi pada saat seorang bayi atau anak mengalami demam tanpa infeksi sistem saraf pusat. Kejang demam biasanya terjadi pada awal demam. Anak akan terlihat aneh untuk beberapa saat, kemudian kaku, kelojotan dan memutar matanya. Anak tidak responsif untuk beberapa waktu, napas akan terganggu, dan kulit akan tampak lebih gelap dari biasanya. Setelah kejang, anak akan segera normal kembali. Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-laki daripada perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki. (ME. Sumijati, 2000;72-73)
Berdasarkan laporan dari daftar diagnosa dari lab./SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data adanya peningkatan insiden kejang demam. Pada tahun 1999 ditemukan pasien kejang demam sebanyak 83 orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %). Pada tahun 2000 ditemukan pasien kejang demam 132 orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %). Dari data di atas menunjukkan adanya peningkatan insiden kejadian sebesar 37%.
Kejang biasanya berakhir kurang dari 1 menit, tetapi walaupun jarang dapat terjadi selama lebih dari 15 menit.Komplikasi yang dapat ditimbulkan yaitu kerusakan otak, dan retardasi mental, penatalaksanaannya yaitu dengan segera diberikan diezepam intravena, membebaskan jalan nafas, oksigenasi secukupnya, menurunkan panas bila demam atau hipereaksi dengan kompres seluruh tubuh, memberikan cairan yang cukup bila kejang berlangsung cukup lama (> 10 menit).
Berdasarkan hal tersebut kelompok tertarik untuk membahas tentang penyakit kejang demam dan dapat mengaplikasikan dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya kepada anak.

B.     Tujuan Penulisan
1.    Tujuan Umum :
Memberikan informasi tentang Asuhan Keperawatan Anak dengan Kejang Demam.
2.    Tujuan Khusus :
a.       Diharapkan mahasiswa/i dapat mengerti dan menambah pengetahuan tentang Kejang Demam dari pengertian, etiologi, patofisiologi, hingga dapat membuat Asuhan Keperawatan yang sesuai.
b.      Sebagai pemenuhan tugas KEPERAWATAN ANAK I.

C.     Ruang Lingkup Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, penulis membatasi pada “Asuhan KeperawatanAnak dengan Kejang Demam”.

D.    Metode Penulisan
Metode ini menggunakan metode deskripsi dimana penulis mendapatkan data dan informasi melalui studi kepustakaaan dan metode observasi melalui sumber internet.









BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN
Kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak yang biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu (Mansjoer, 2000)
Demam adalah meningkatnya temperatur tubuh secara abnormal lebih dari 37,5oC, merupakan respon tubuh terhadap kuman, bakteri dan virus penyebab penyakit yang masuk ke dalam tubuh (Suriadi, 2001).
Kejang adalah perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai akibat dari aktivitas neoronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang berlebihan (Betz, 2002).Gangguan kejang merupakan sindrom kronis dimana disfungsi neurologis pada jaringan serebral menghasilkan episode paraksosmal berulang (kejang) gangguan perilaku, suasana hati, sensasi, persepsi, gerakan dan tonus otot (Carpenito, 2000).
Kejang (konvulsi) merupakan akibat dari pembebasan listrik yang tidak terkontrol dari sel saraf korteks serebral yang ditandai dengan serangan tiba-tiba, terjadi gangguan kesadaran ringan, aktivitas motorik dan/atau gangguan fenomena sensori (Doengoes, 2000).

B.     ETIOLOGI
Menurut Lumbantobing,2001 Faktor yang berperan dalam menyebabkan kejang demam:
1.    Demam itu sendiri
2.    Efek produk toksik dari pada mikroorganisme (kuman dan virus terhadap otak).
3.    Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi.
4.    Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit
5.    Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan yang tidak diketahui atau ensekalopati toksik sepintas.

6.    Gabungan semua faktor tersebut di atas.
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu tubuh yang tinggi dan cepat yang disebabkan infeksi diluar susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akut (OMA), bronkhitis, dan lain – lain.

C.     PATOFISIOLOGI
Pada keadaan demam kenaikan suhu 10C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan O2 akan meningkat 20%. Kenakan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi ion k+ maupun Na+, melalui membran tersebut sehingga terjadi lepas muatan listrik, hal ini bisa meluas ke seluruh sel maupun ke bembran sel sekitarnya dengan bantuan neuron transmiter dan terjadilah kejang. Kejang yang berlangsung lama disertai dengan apnea, meningkatkan kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea dll,selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat hingga terjadi kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama.
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1 derajat celcius akan menyebabkan metabolisme basal meningkat 10-15% dan kebutuhan oksigen meningkat 20%. Pada seorang anak yang berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, sedangkan pada orang dewasa hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel lainnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter sehingga terjadi kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak. Ada anak yang ambang kejangnya rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 derajat celcius, sedangkan pada anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 derajat celcius. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang.
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatkan kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permebealitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak.
Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapatkan serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi “matang” di kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelaian anatomis di otak hingga terjadi epilepsi.

D.    MANIFESTASI KLINIS
Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, klonik, fokal, atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti, anak tidak memberi reaksi apapun sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang dapat diikuti oleh hemiparesis sementara (Hemiparesis Todd) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama sering terjadi pada kejang demam yang pertama.
Durasi kejang bervariasi, dapat berlangsung beberapa menit sampai lebih dari 30 menit, tergantung pada jenis kejang demam tersebut. Sedangkan frekuensinya dapat kurang dari 4 kali dalam 1 tahun sampai lebih dari 2 kali sehari. Pada kejang demam kompleks, frekuensi dapat sampai lebih dari 4 kali sehari dan kejangnya berlangsung lebih dari 30 menit. 
Gejalanya berupa:
–          Demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang tejradi secara tiba-tiba)
–          Pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi pada anak-anak yang mengalami kejang demam)
–           Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung selama 10-20 detik)
–          Gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya berlangsung selama 1-2 menit)
–          Lidah atau pipinya tergigit
–          Gigi atau rahangnya terkatup rapat
–          Inkontinensia (mengompol)
–           Gangguan pernafasan
–          Apneu (henti nafas)
–          Kulitnya kebiruan
Setelah mengalami kejang, biasanya:
–           Akan kembali sadar dalam waktu beberapa menit atau tertidur selama 1 jam atau lebih
–          Terjadi amnesia (tidak ingat apa yang telah terjadi)-sakit kepala
–          Mengantuk
–          Linglung (sementara dan sifatnya ringan
E.     KOMPLIKASI
Menurut Lumbantobing ( 1995: 31) Dan Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI (1985: 849-850).Komplikasi kejang demam umumnya berlangsung lebih dari 15 menit yaitu :
1.      Kerusakan otak
Terjadi melalui mekanisme eksitotoksik neuron saraf yang aktif sewaktu kejang melepaskan glutamat yang mengikat resptor MMDA ( M Metyl D Asparate ) yang mengakibatkan ion kalsium dapat masuk ke sel otak yang merusak sel neuoran secara irreversible.
2.      Retardasi mental
Dapat terjadi karena deficit neurolgis pada demam neonatus.

F.      PENATALAKSANAAN
1.   Penanganan Umum Saat Kejang
a. Jangan panik berlebihan.
b.Jangan masukkan sendok atau jari ke mulut.
c. Jangan memberi obat melalui mulut saat anak masih kejang atau masih belum sadar.
d.      Letakkan anak dalam posisi miring, buka celananya kemudian berikan diazepam melalui anus dengan dosis yang Sama.
e. Bila masih kejang, diazepam dapat diulang lagi setelah 5 menit, sambil membawa anak ke rumah sakit.
f. Bila anak demam tinggi, usahakan untuk menurunkan suhu tubuh anak anda dengan mengkompres tubuh anak dengan air hangat atau air biasa, lalu berikan penurun demam bila ia sudah sadar.
g.Jangan mencoba untuk menahan gerakan-gerakan anak pada saat kejang, berusahalah untuk tetap tenang.
h.Kejang akan berhenti dengan sendirinya. Amati berapa lama anak anda kejang.
i.  Ukurlah suhu tubuh anak anda pada saat itu, hal ini bisa menjadi pegangan anda untuk mengetahui pada suhu tubuh berapa anak anda akan mengalami kejang.
j.  Hubungi petugas kesehatan jika kejang berlangsung lebih lama dari 10 menit.
k.Jika kejang telah berhenti, segeralah ke dokter untuk mencari penyebab dan mengobati demam.
2.   Penanganan Kejang Demam Saat Di Rumah Sakit
a.       Memastikan jalan napas anak tidak tersumbat
b.      Pemberian oksigen melalui face mask
c.       Pemberian diazepam 0,5 mg/kg berat badan per rektal (melalui anus) atau jika telah terpasang selang infus 0,2 mg/kg per infus
d.      Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan
e.       Sebagian sumber menganjurkan pemeriksaan kadar gula darah untuk meneliti kemungkinan hipoglikemia. Namun sumber lain hanya menganjurkan pemeriksaan ini pada anak yang mengalami kejang cukup lama atau keadaan pasca kejang (mengantuk, lemas) yang berkelanjutan .

Berikut adalah tabel dosis diazepam yang diberikan :
Terapi awal dengan diazepam
Usia
Dosis IV (infus)
(0.2mg/kg)
Dosis per rektal
(0.5mg/kg)
< 1 tahun
1–2 mg
2.5–5 mg
1–5 tahun
3 mg
7.5 mg
5–10 tahun
5 mg
10 mg
> 10 years
5–10 mg
10–15 mg

Jika kejang masih berlanjut :
-        Pemberian diazepam 0,2 mg/kg per infus diulangi. Jika belum terpasang selang infus, 0,5 mg/kg per rektal
-        Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan
Jika kejang masih berlanjut :
-        Pemberian fenobarbital 20-30 mg/kg per infus dalam 30 menit atau fenitoin 15-20 mg/kg per infus dalam 30 menit.
-        Pemberian fenitoin hendaknya disertai dengan monitor EKG (rekam jantung).
Jika kejang masih berlanjut, diperlukan penanganan lebih lanjut di ruang perawatan intensif dengan thiopentone dan alat bantu pernapasan.
Pemberian obat-obatan jangka panjang untuk mencegah berulangnya kejang demam jarang sekali dibutuhkan dan hanya dapat diresepkan setelah pemeriksaan teliti oleh spesialis
Beberapa obat yang digunakan dalam penanganan jangka panjang adalah sebagai berikut.
-     Antipiretik Antipiretik tidak mencegah kejang demam . Penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan dalam pencegahan berulangnya kejang demam antara pemberian asetaminofen setiap 4 jam dengan pemberian asetaminofen secara sporadis. Demikian pula dengan ibuprofen.
-     Diazepam . Pemberian diazepam per oral atau per rektal secara intermiten (berkala) saat onset demam dapat merupakan pilihan pada anak dengan risiko tinggi berulangnya kejang demam yang berat . Edukasi orang tua merupakan syarat penting dalam pilihan ini. Efek samping yang dilaporkan antara lain ataksia (gerakan tak beraturan), letargi (lemas, sama sekali tidak aktif), dan rewel. Pemberian diazepam juga tidak selalu efektif karena kejang dapat terjadi pada onset demam sebelum diazepam sempat diberikan . Efek sedasi (menenangkan) diazepam juga dikhawatirkan dapat menutupi gejala yang lebih berbahaya, seperti infeksi sistem saraf pusat.
-     Profilaksis (obat pencegahan) berkelanjutan. Efektivitas profilaksis dengan fenobarbital hanya minimal, dan risiko efek sampingnya (hiperaktivitas, hipersensitivitas) melampaui keuntungan yang mungkin diperoleh . Profilaksis dengan carbamazepine atau fenitoin tidak terbukti efektif untuk mencegah berulangnya kejang demam. Asam valproat dapat mencegah berulangnya kejang demam, namun efek samping berupa hepatotoksisitas (kerusakan hati, terutama pada anak berusia
-     Dari berbagai penelitian tersebut, satu-satunya yang dapat dipertimbangkan sebagai profilaksis berulangnya kejang demam hanyalah pemberian diazepam secara berkala pada saat onset demam, dengan dibekali edukasi yang cukup pada orang tua. Dan tidak ada terapi yang dapat meniadakan risiko epilepsi di masa yang akan datang .

G.    PATHWAY

10950198_773939186022877_2032535999_n.jpg
















H.    FOKUS KEPERAWATAN
1.      Pengkajian
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien dengan kejang demam menurut Greenberg (1980 : 122 – 128)
a.    Riwayat Keperawatan
-     Adanya riwayat kejang demam pada pasien dan keluarga
-     Adanya riwayat infeksi seperti saluran pernafasan atis, OMA, pneumonia, gastroenteriks, Faringiks, brontrope, umoria, morbilivarisela dan campak.
-     Adanya riwayat peningkatan suhu tubuh
-     Adanya riwayat trauma kepala


b.   Pengkajian fisik
-     Adanya peningkatan : suhu tubuh, nadi, dan pernafasan, kulit teraba hangat
-     Ditemukan adanya anoreksia, mual, muntah dan penurunan berat badan
-     Adanya kelemahan dan keletihan
-     Adanya kejang
-     Pada pemeriksaan laboratorium darah ditemukan adanya peningkatan kalium, jumlah cairan cerebrospiral meningkat dan berwarna kuning
c.    Riwayat Psikososial atau Perkembangan
-     Tingkat perkembangan anak terganggu
-     Adanya kekerasan penggunaan obat – obatan seperti obat penurun panas
-     Pengalaman tantang perawatan sesudah/ sebelum mengenai anaknya pada waktu sakit
d.   Pengetahuan keluarga
-     Tingkatkan pengetahuan keluarga yang kurang
-     Keluarga kurang mengetahui tanda dan gejala kejang demam
-     Ketidakmampuan keluarga dalam mengontrol suhu tubuh
-     Keterbatasan menerima keadaan penyakitnya

2.      Diagnosa Keperawatan
Menurut Doengoes, dkk (1999 : 876), Angram (1999 : 629 – 630) dan carpenito (2000 : 132), diagnosa yang mungkin muncul pada pasien dengan kejang demam
a.       Resiko tinggi terhadap cidera b.d aktivitas kejang
b.      Hipertermi bd efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus
c.       Perfusi jaringan cerebral tidak efektif  bd reduksi aliran darah ke otak
d.      Kurang pengetahuan orang tua tentang kondisi, prognosis, penatalaksanaan dan kebutuhan pengobatan bd kurangnya informasi

3.         Perencanaan
a.       Resiko tinggi terhadap cidera b.d aktivitas kejang
Tujuan  : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama poroses keperawatan diharapkan resiko cidera dapat di hindari, dengan kriteria hasil
NOC: Pengendalian Resiko
-     Pengetahuan tentang resiko
-     Monitor lingkungan yang dapat menjadi resiko
-     Monitor kemasan personal
-     Kembangkan strategi efektif pengendalian resiko
-     Penggunaan sumber daya masyarakat untuk pengendalian resiko
Indikator skala :
1 = tidak adekuat
2 = sedikit adekuat
3 = kadang-kadang adekuat
4 = adekuat
5 = sangat adekuat
NIC : mencegah jatuh
-     Identifikasi faktor kognitif atau psikis dari pasien yang dapat menjadiakn potensial jatuh dalam setiap keadaan
-     Identifikasi mkarakteristik dari lingkungan yang dapat menjadikan potensial jatuh
-     Monitor cara berjalan, keseimbangan dan tingkat kelelahan dengan ambulasi
-     Instruskan pada pasien untuk memanggil asisten kalau mau bergerak


b.      Hipertermi b.d efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan suhu dalam rentang norma
NOC :  Themoregulation
-     Suhu tubuh dalam rentang normal
-     Nadi dan RR dalam rentang normal
-     Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak warna kulit dan tidak pusing
Indicator skala
1   : ekstrem
2   : berat
3   : sedang
4   : ringan
5   : tidak ada gangguan
NIC :   Temperatur regulation
-     Monitor suhu minimal tiap 2 jam
-     Rencanakan monitor suhu secara kontinyu
-     Monitor tanda –tanda hipertensi
-     Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
-     Monitor nadi dan RR

c.       Perfusi jaringan cerebral tidakefektif berhubungan dengan reduksi  aliran darah ke otak
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan suplai darah ke otak dapat kembali normal
dengan kriteria hasil :
NOC : status sirkulasi
-        TD sistolik dbn
-        TD diastole dbn
-        Kekuatan nadi dbn
-        Tekanan vena sentral dbn
-        Rata- rata TD dbn
Indicator skala :
1 = Ekstrem
2 = Berat
3 = Sedang
4 = Ringan
5 = tidak terganggu
NIC : monitor TTV:
-        Monitor Td, Nadi, Suhu, Respirasi Rate
-        Catat Adanya Fluktuasi Td
-        Monitor Jumlah Dan Irama Jantung
-        Monitor Bunyi Jantung
-        Monitor Td Pada Saat Klien Berbarning, Duduk, Berdiri
NIC II : status neurologia
-        Monitor Tingkat Kesadran
-        Monitor Tingkat Orientasi
-        Monitor Status Ttv
-        Monitor Gcs

d.      Kurang pengetahuan orang tua tentang kondisi, prognosis, penatalaksanaan dan kebutuhan pengobatan b.d kurang informasi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan keluarga mengerti tentang kondisi pasien
NOC :  knowledge ; diease proses
-        Keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit kondisi prognosis dan program pengobatan
-        Keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar
-        Keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/ tim kesehatan lainya

Indicator skala :
1.   Tidak pernah dilakukan
2.   Jarang dilakukan
3.   Kadang dilakukan
4.   Sering dilakukan
5.   Selalu dilakukan
NIC :   Teaching : diease process
-        Berikan penilaian tentang penyakit pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik
-        Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi fisiologi dengan cara yang tepat
-        Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat
-        Identifikasikan kemungkinan dengan cara yang tepat





BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah diuraikan pada makalah ini, kami menyimpulkan bahwa kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yaitu 38C yang sering di jumpai pada usia anak dibawah lima tahun.  . Kejang demam di klasifikasikan menjadi 2 yaitu Kejang demam sederhana dan Kejang kompleks. Komplikasi yang dapat terjadi yaitu kerusakan otak dan retardasi mental. Diagnosa yang dapat muncul pada kejang demam yaitu : Resiko tinggi terhadap cidera b.d aktivitas kejang , Hipertermi bd efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus, Perfusi jaringan cerebral tidak efektif  bd reduksi aliran darah ke otak,Kurang pengetahuan orang tua tentang kondisi, prognosis, penatalaksanaan dan kebutuhan pengobatan bd kurangnya informasi.

B.     Saran
Dengan telah membacanya makalah ini, mahasiswa/I diharapkan dapat mengerti, mengetahui tentang ASKEP (Asuhan Keperawatan) Anak dengan Kejang Demam, serta tindakan-tindakan yang akan diambil dalam membuat ASKEP yang bermutu dan bermanfaat bagi pasien. Serta dituntut untuk bisa membandingkan antara teori dan kasus yang terjadi di lapangan / lahan praktek yang terkadang ketidaksinkronan dan kesinkronan yang wajar. Semoga bermanfaat bagi semua mahasiswa dan membantu dalam pembuatan ASKEP kelak.





DAFTAR PUSTAKA

Lumbantobing SM, 1989, PenatalaksanaanMutakhirKejangPadaAnak, Gaya Baru, Jakarta.
Lynda juall C, 1999, RencanaAsuhandanDokumentasiKeperawatan, Penerjemah Monika Ester,EGC, Jakarta.
Marilyn E. Doengos 1999, RencanaAsuhanKeperawatan, PenerjemahKariasa I Made, EGC, Jakarta
Matondang, Corry S, 2000, DiagnosisFisisPadaAnak, Edisi 2, PT. SagungSeto : Jakarta.
Ngastiyah,1997,PerawatanAnakSakit, EGC, Jakarta.
Rendle John, 1994, IkhtisarPenyakitAnak, Edisi 6, BinapuraAksara, Jakarta.
Santosa NI, 1989, Perawatan I (Dasar-DasarKeperawatan), Depkes RI, Jakarta.
Soetjiningsih, 1995, TumbuhKembangAnak, EGC, Jakarta.
SuharsoDarto, 1994, Pedoman Diagnosis danTerapi, F.K. UniversitasAirlangga, Surabaya
Makalah-anaksilajara.blogspot.in/2013/09/.html
Mariaelfri.blogspot.in/2013/05/makalah-kejang.html

4 comments: