BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Setiap orang pasti
pernah mengalami berbagai perasaan seperti bahagia, marah, sedih, cinta, cemas,
dsb.
Kecemasan pada dasarnya
bukan merupakan gangguan karena dalam banyak hal justru mampu meningkatkan
kewaspadaan dan membuat tubuh bersiap melakukan suatu tindakan.
Namun, kecemasan yang
intens dan muncul tanpa alasan yang jelas berpotensi mengurangi kualitas hidup
dan membuat seseorang tidak bisa menjalani hidup secara normal. Gangguan kecemasan (anxiety disorder)
didefinisikan sebagai sekelompok penyakit mental yang membuat orang menderita
perasaan gugup dan khawatir yang berlebihan.
Kecemasan merupakan
salah satu gangguan emosional yang paling umum, yang ditandai dengan beberapa
gejala emosional dan fisik seperti rasa takut, panik, mimpi buruk, pikiran
obsesif tak terkendali, terganggu terus menerus dengan pengalaman traumatis,
gangguan tidur, ketegangan otot, detak jantung meningkat, keringat dingin, dan
gangguan pencernaan.
Kecemasan merupakan hal
yang normal terjadi pada setiap individu, reaksi umum terhadap stress kadang
dengan disertai kemunculan kecemasan. Namun kecemasan itu dikatakan menyimpang
bila individu tidak dapat meredam (merepresikan) rasa cemas tersebut dalam
situasi dimana kebanyakan orang mampu menanganinya tanpa adanya kesulitan yang
berarti.
Kecemasan dapat muncul pada situasi
tertentu seperti berbicara didepan umum, tekanan pekerjaan yang tinggi,
menghadapi ujian. Situasi-situasi tersebut dapat memicu munculnya kecemasan
bahkan rasa takut. Namun, gangguan kecemasan muncul bila rasa cemas tersebut
terus berlangsung lama, terjadi perubahan perilaku, atau terjadinya perubahan
metabolisme tubuh.
Gangguan kecemasan diperkirakan diidap 1
dari 10 orang. Menurut data National Institute of Mental Health (2005) di
Amerika Serikat terdapat 40 juta orang mengalami gangguan kecemasan pada usia
18 tahun sampai pada usia lanjut. Ahli psikoanalisa beranggapan bahwa penyebab
kecemasan neurotik dengan memasukan persepsi diri sendiri, dimana individu
beranggapan bahwa dirinya dalam ketidakberdayaan, tidak mampu mengatasi
masalah, rasa takut akan perpisahan, terabaikan dan sebagai bentuk penolakan
dari orang yang dicintainya. Perasaan-perasaam tersebut terletak dalam pikiran
bawah sadar yang tidak disadari oleh individu.
Pendekatan-pendekatan psikologis berbeda
satu sama lain dalam tekhnik dan tujuan penanganan kecemasan. Tetapi pada
dasarnya berbagai tekhnik tersebut sama-sama mendorong klien untuk menghadapi
dan tidak menghindari sumber-sumber kecemasan mereka.
B.
Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1.
Tujuan
Umum
Untuk mengetahui seluk beluk kecemasan.
2.
Tujuan
Khusus
Untuk mengetahui secara lebih mendalam mengenai cemas yang mencakup faktor cemas, tingkatan
cemas, reaksi cemas, implikasi keperawatan cemas dll.
C.
Sistematika
Sistematika pada
laporan kasus ini diantaranya adalah sebagai berikut. BAB I berisi pendahuluan
yang meliputi : latar belakang, tujuan, dan sistematika. Kemudian pada BAB II
berisi pembahasan definisi
cemas, tingkat kecemasan, teori kecemasan, reaksi kecemasan, implikasi
keperawatan kecemasa.. Kemudian BAB III sebagai penutup berisi tentang
kesimpulan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A.
Cemas
Kecemasan merupakan
respons individu terhadap suatu keadaan yang tidak menyenangkan dan dialami
oleh semua mahluk hidup dalam kehidupan sehari-hari. Kecemasan merupakan
pengalaman sebjektif dari individu dan tidak dapat diobservasi secara langsung
serta merupakan suatu keadaan emosi tanpa objek yang spesifik. Kecemasan pada
individu dapat memberikan motivasi untuk mencapai sesuatu dan merupakan sumber
penting dalam usaha memelihara keseimbangan hidup.
Kecemasan berbeda
dengan rasa takut, karakteristik rasa takut adalah adanya objek atau sumber
yang spesifik dan dapatdiidentifikasi serta dapat dijelaskan oleh individu.Rasa
takut terbentuk dari proses kognitif yang melibatkan penilaian intelektual
terhadap stimulus yang mengancam. Ketakutan disebabkan oleh hal yang bersifat
fisik dan psikologis ketika individu dapat mengidentifikasi dan
menggambarkannya.
Kecemasan terjadi
sebagai akibat dari ancaman terhadap harga diri atau identitas diri yang sangat
mendasar bagi keberadaan individu. Kecemasan dikomunikasikan secara
interpersonal dan merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari, menghasilkan
pengertian yang berharga dan penting untuk upaya memelihara keseimbangan diri
dan melindungi diri.
Budaya mempengaruhi
nilai yang dimiliki oleh individu dan karenanya latar belakan budaya juga
berkaitan dengan sumber kecemasan dan respons individu terhadap kecemasan. May mengatakan
dalam Stuard dan Laraia (2001)
bahwa
aspek positif dari individu berkembang karena adanya konfrontasi, gerak maju
perkembangan dan engalaman mengatasi kecemasan. Pengalaman yang memicu
terjadinya kecemasan dimulai sejak bayi dan berlangsung terus sepanjang
kehidupan.
Kecemasan adalah
respons emosi tanpa objek yang spesifik yang secara subjektif dialami dan
dikomunikasikan secara interpersonal.Kecemasan adalah kebingungan,kekhawatiran
pada sesuatu yang akan terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan dihubungkan
dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya.
Kecemasan tidak dapat
dihindari dari kehidupan individu dalam memelihara keseimbangan. Pengalaman
cemas seseorang tidak sama pada beberapa situasi dan hubungan interpersonal.
Hal yang ada dapat menimbulkan kecemasan biasanya bersumber dari:
a. Ancaman
integritas biologis meliputi gangguan terhadap kebutuhan dasar makan, minum,
kehangatan, seks.
b. Ancaman
terhadap keselamatan diri:
- Tidak
menemukan identitas diri
- Tidak
menemukan status dan prestise
- Tidak
memperoleh pengakukan dari orang lain
- Ketidaksesuaian
pandangan diri terhadap lingkungan yang nyata
B. Tingkat
Kecemasan
Menurut Peplau ada empat tingkat kecemasan yang
dialami oleh individu yaitu ringan, sedang, berat dan panik.
1.
Kecemasan Ringan
Dihubungkan
dengan kecemasan sehari-hari. Individu masih waspada serta lapang presepsinya
meluas,menajamkan indra. Dapat memotivasi individu untuk belajar dan mampu
memecahkan maslah secara efekif dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas.
Contohnya:
Ø Seseorang
yang menghadapi ujian akhir
Ø Pasangan
dewasa yang akan memasuki jenjang pernikahan
Ø Individu
yang akan melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi
Ø Individu
yang tiba-tiba dikejar anjing menggonggong
2.
Kecemasan Sedang
Individu
terfokus hanya pada pikiran yang menjadi perhatiannya, terjadi penyempitan
lapangan presepsi, masih dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang lain.
Contohnya:
Ø Pasangan
suami-istri yang menghadapi kelahiran bayi pertama dengan resiko tinggi
Ø Keluarga
yang menghadapi perpecahan (berantakan)
Ø Individu
yang mengalami konflik dalam pekerjaan
3.
Kecemasan Berat
Lapang
persepsi individu sangat sempit. Pusat perhatiannya pada detail yang kecil
(spesifik) dan tidak dapat berfikir tentang hal-hal yang lain. Seluruh perilaku
dilakukan untuk mengurangi kecemasan dan perlu banyak perintah/arahan yang
terfokus pada area lain.
Contohnya:
Ø Individu
yang mengalami kehilangan harta benda dan orang yang dicintai karena bencana
alam
Ø Individu
dalam penyanderaan
C. Teori
Kecemasan
1.
Teori Psikoanalitik
Menurut
Freud, kecemasan timbul akibat reaksi psikologis individu terhadap ketidak
mampuan mencapai orgasme dalam hubungan seksual. Energi seksual yang tidak
terekspresikan akan mengakibatkan rasa cemas. Kecemasan dapat timbul secara
otomatis akibat dari stimulus internal dan eksternal yang berlebihan. Akibat
stimulus (internal dan eksternal) yang berlebihan sehingga melampaui kemampuan
individu untuk menanganinya. Ada dua tipe kecemasan yaitu kecemasan primer dan
kecemasan subsekuen.
a. Kecemasan Primer
Kejadian
traumatik yang diawali saat bayi akibat adanya stimulus tiba-tiba dan trauma
pada saat persalinan, kemudian berlanjut dengan kemungkinan tidak tercapainya
rasa puas akibat kelaparan atau kehausan. Penyebab kecemsan primer adalah
keadaan ketegangan atau dorongan yang diakibatkan oleh faktor eksternal.
b. Kecemasan Subsekuen
Sejalan
dengan peningkatan ego dan usia, Freud melihat ada jenis kecemasan lain akibat
konflik emosi di antara dua elemen kepribadian yaitu id dan superego. Freud
menjelaskan bila terjadi kecemasan maka posisi ego sebagai pengembang id dan
superego berda pada kondisi bahaya.
2.
Teori Interpersonal
Sullivan
mengemukakan bahwa kecemasan timbul akibat ketidakmampuan untuk berhubungan
interpersonal dan sebagai akibat penolakan. Kecemasan bisa dirasakan bila
individu mempunyai kepekaan lingkungan. Kecemasan pertama kali ditentukan oleh
hubungan ibu dan anak pada awal kehidupannya, bayi berespon seolah-olah ia dan
ibunya adalah satu unit. Dengan bertambahnya usia, anak melihat ketidaknyamanan
yang timbul akibat tindakannya sendiri dan diyakini bahwa ibunya setuju atau
tidak setuju dengan perilaku itu.
Adanya
trauma seperti perpisahan dengan orang berati atau kehilangan dapat menyebabkan
kecemasan pada individu. Kecemasan yang timbul pada masa berikutnya muncul saat
individu mempresepsikan bahwa ia akan kehilangan orang yang dicintainya. Harga
diri seseorang merupakan faktor penting yang berhubungan kecemasan. Orang yang
mempunyai presdisposisi megalami kecemasan adalah orang yang mudah terancam,
mempunyai opini negatif terhadap dirinya atau meragukan kemampuannya.
3.
Teori Perilaku
Teori
perilaku menyatakan bahwa kecemasan merupakan hasil frustasi akibat berbagai
hal yang mempengruhi individu dan dalam mencapai tujuan yang diinginkan
misalnya memperoleh pekerjaan, berkeluarga, kesuksesan dalam sekolah. Perilaku
merupakan hasil belajar dari pengalaman yang dialami, kecemasan dapat juga
muncul melalui konflik antara dua pilihan yang slaing berlawanan dan individu
harus memilih salah satu. Konflik menimbulkan kecemasan dan akan meningkatkan
presepsi terhadap konflik terhadap timbulnya perasaan ketidakberdayaan.
Konflik
muncul dari dua kecenderungan yaitu ”approach” dan “avoidance”. Approach
merupakan kecenderungan untuk melakukan atau menggerakan sesuatu. Avoidance
adalah tidak melakukan atau menggerakan sesuatu melalui sesuatu.
4. Teori Keluarga
Studi
pada keluarga dan epidemiologi mempelihatkan bahwa kecemasan selalu ada pada
tiap-tiap keluarga dalam berbagai bentuk dan sifanya heterogen.
5.
Teori Biologik
Otak
memiliki reseptor khusus terhadap benzodiazepin, reseptor tersebut berfungsi
membantu regulasi kecemasan. Regulasi tersebut berhubungan dengan aktivitas
neurotransmiter gamma amino butyric acid (GABA) yang mengontrol
aktivitas neuron di bagian otak yang bertanggung jawabmenghasilkan kecemasan.
Bila
GABA bersentuhan dengan sinaps dan berikatan dengan reseptor GABA pada membran
post-sinaps akan membuka saluran/atau pintu reseptor sehingga terjadi perpindan
ion. Perubahan ini akan mengakibatkan eksitasi sel dan memperlambat aktifitas
sel. Teori ini menjelaskan bahwa
individu yang sering mengalami kecemasan mempunyai masalah dengan proses
neurotasmiter ini. Mekanisme koping juga dapat terganggu karena pengaruh
toksik, defisiensi nutrisi, menurunnya suplai darah, perubahan hormon dan sebab
fisik lainnya.Kelelahan dapat meningkatkan iritabilitas dan perasaan cemas.
D. Reaksi
Kecemasan
Kecemasan
dapt menimbulkan reaksi konstruktif dan destruktif bagi individu:
1. Konstruktif
Individu
termotivasi untuk belajar mengadakan perubahan terutama perubahan terhadap
perasaan tidak nyaman dan terfokus pada kelangsungan hidup. Contohnya: Individu yang
melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi karena akan dipromosikan naik jabatan.
2. Destruktif.
Individu
bertingkah laku maladaptif dan disfungsional. Contohnya: Individu menghindari
kontak dengan orang lain atau mengurung diri, tidak mau mengurus diri, tidak
mau makan.
E. Mekanisme koping
Stressor
|
INDIVIDU
|
Stressor
|
Mekanisme Reaksi berorientasi pada tugas
|
Pertahanan ego (Defence mechanisme)
|
Konstruktif /Adaptasi Destruktif/Maladaptif
|
Keseimbangan terganggu
|
Usaha individu mengatasi stressor (koping)
|
F. Task Oriented Reaction (Reaksi yang berorientasi pada
tugas)
Cara ini digunakan untuk
menyelesaikan masalah, dan atau untuk memenuhi kebutuhan, ada 3 macam yang
berorientasi pada tugas (task oriented) yaitu
antara lain:
1.
Kompromi
Yaitu
cara yang konstruktif yang digunakan oleh
individu dimana dalam menyelesaikan masalahnya individu menempuh jalan dengan
melakukan negosiasi dan atau
bermusyawarah.
2.
Menarik
diri
Reaksi
yang ditampilkan dapat berupa
reaksi fisik maupun psikologis; reaksi fisik yaitu
individu pergi atau lari menghindari sumber stressor misalnya menjauhi polusi, sumber infeksi, gas beracun dan lain-lain. Sedangkan reaksi psikologis individu menunjukkan prilaku apatis, mengisolasi diri, tidak berminat, sering disertai rasa rakut dan
bermusuhan.
3.
Prilaku
Menyerang (Fight)
Reaksi
yang ditaimpilkan oleh individu dalam menghadapi masalah ini
konstruktif atau destruktif, tindakan yang konstruktif penyelesaian masalah
dengan teknik asertif yaitu antara lain tindakan
yang dilakukan dengan mengatakann terus terang
tentang ketidaksukaannya terhadap perlakuan yang tidak menyenangkan pada dirinya. Sedangkan cara destruktif yaitu individu melakukan penyerangan
terhadap stressor, dapat juga merusak dirinva sendiri,
orang lain maupun lingkungan dan bermusuhan.
REAKSI YANG BERSUMBER PADA PERTAHANAN EGO
(DEFFENCE MECHANISME)
Reaksi ini sering digunakan oleh individu dalam menghadapi stress/kecemasan jika individu menggunakan dalam sesaat dapat mengurangi tingkat kecemasan, namun jika berlangsung dalam waktu yang lama dapat mengakibatkan
gangguan orientasi realita, memburuknya hubungan interpersonal dan menurunnya
produktifitas kerja, koping ini beroperasi secara tidak sadar, sehingga penyelesaiannya sering tidak realistis.
Berikut ini adalah macam reaksi yang berorientasi pada pertahanan ego.
Mekanisme pertahanan diri yang bersumber dari ego
(Deffence Mechanisme)
Mekanisme Pertahanan Diri
|
|
Definisi
|
|
|
|
Kompensasi
|
:
|
Kelemahan yang ada pada dirinya ditutup dengan
meningkatkan kemampuan dibidang lain untuk mengu-rangi kecemasan.
|
Mengingkari
|
:
|
Perilaku menolak realitas yang terjadi pada dirinya,
dengan berusaha mengatakan tidak terjadi apa – apa pada dirinya.
|
Mengalihkan
|
:
|
Mengalihkan emosi yang diarahkan pada benda/objek
yang kurang/tidak berbahaya.
|
Disosiasi
|
:
|
Kehilangan kemampuan mengingat peristiwa yang
terjadi pada dirinya.
|
Identifikasi
|
:
|
Individu menyamakan dirinya dengan bintang pujaannya
dengan meniru pikiran, penampilan, perilaku atau kesukaannya.
|
Intelektualisasi
|
:
|
Alasan atau logika yang berlebihan untuk menekan
perasaan yang tidak menyenangkan.
|
Intropeksi
|
:
|
Perilaku dimana individu menyatukan niali oang lain
atau kelompok kedalam dirinya.
|
Isolasi
|
:
|
Memisahkan komponen emosi dengan pikiran yang
dilakukan sesaat maupun dalam waktu yang lama/panjang.
|
Proyeksi
|
:
|
Keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan
emosi kepada orang lain karena
kesalahan yang dila-kukan sendiri
|
Rasionalisasi
|
:
|
Memberikan alasan yang dapat diterima secara sosial,
yang tampak masuk akal untuk membenarkan kesalahan dirinya.
|
Reaksi formasi
|
:
|
Pembentukan sikap kesadaran dan pola perilaku yang
berlawanan dengan apa yang benar – benar dirasakan atau dilakukan oleh orang
lain.
|
Regresi
|
:
|
Menghindari stress, kecemasan dengan menampilkan
perilaku kembali seperti pada perkembangan anak.
|
Represi
|
:
|
Menekan perasaan/pengalaman yang menyakitkan atau
konflik atau ingatan dari kesadaran yang cenderung memperkuat mekanisme ego
lainnya
|
Spiliting
|
:
|
Kegagalan individu dalam mengintegrasikan dirinya
dalam menilai baik – buruk yang memandang seseorang semuanya baik – baik
semuanya buruk yang tidak konsisten.
|
Supresi
|
:
|
Menekan perasaan/pengalaman yang menyakitkan
diingkarinya sebagaimana yang pernah dikomunikasi-kan sebelumnya.
|
Sublimasi
|
:
|
Penerimaan tujuan pengganti yang diterima secara
sosial karena dorongan yang merupakan saluran normal dari ekspresi yang
terhambat.
|
Ada 2 metode koping yang digunakan oleh
individu dalam mengatasi masalah psikologis seperti yang dikemukakan oleh Bell
(1977), dua metode tersebut antara lain adalah:
1.
Metode
koping jangka panjang, cara ini adalah konstruktif dan merupakan cara yang
efektif dan realistis dalam menangani masalah psikologis dalam kurun waktu yang
lama contohnya adalah;
a. Berbicara dengan orang lain "curhat" (curah
pendapat dari hati ke hati) dengan teman, keluarga atau profesi tentang masalah
yang sedang dihadapi.
b. Mencoba mencari informasi lebih banyak tentang masalah
yang sedang dihadapi.
c. Menghubungkan situasi atau masalah yang sedang dihadapi
dengan kekuatan supra natural.
d. Melakukan latihan fisik untuk mengurangi ketegangan/
masalah.
e. Membuat berbagai alternatif tindakan untuk mengurangi
situasi.
f. Mengambil pelajaran dan peristiwa atau pengalaman masa
lalu.
2.
Metode
koping jangka pendek, cara ini digunakan untuk mengurangi stress/ketegangan psikologis
dan cukup efektif untuk waktu sementara, tetapi tidak efektif untuk digunakan
dalam jangka panjang contohnya adalah;
a. Menggunakan alkohol atau obat
b. Melamun dan fantasi.
c. Mencoba melihat aspek humor dari situasi yang tidak
menyenangkan.
d. Tidak ragu, dan merasa yakin bahwa semua akan kembali
stabil.
e. Banyak tidur
f. Banyak merokok
g. Menangis
h. Beralih pada aktifitas lain agar dapat melupakan
masalah
Pada tingkat keluarga
koping yang dilakukan dalam menghadapi masalah atau ketegangan seperti yang
dikemukakan oleh Mc. Cubbin (1979) adalah :
- Mancari dukungan sosial seperti minta bantuan
keluarga, tetangga, teman, atau keluarga jauh
- Reframing yaitu mengkaji ulang kejadian masa
lalu agar lebih dapat menanganinya dan menerima
- Mencari dukungan spiritual, berdoa, menemui
pemuka agama atau aktif pada pertemuan ibadah
- Menggerakan keluarga untuk mencari dan menerima
bantuan
- Penilaian secara passive terhadap peristiwa yang
di alami dengan cara menonton tv, atau diam saja.
G. Implikasi
Keperawatan
1.
Pengkajian
Pengkajian
ditunjukan pada fungsi fisiologis dan perubahan perilaku melalui gejala atau
mekanisme koping sebagai pertahanan terhadap kecemasan. Terdapat dua tipe
respons otonom tubuh terhadap kecemasan yaitu respons parasimpatis yang
bertentangan dengan respon tubuh dan respons simpatis yang mengaktifkan proses
tubuh. Respons simpatis lebih menonjol untuk mengaplikasikan tubuh mengatasi
situasi emergensi melalui reaksi “fight” atau “flight”
a. Stresor predisposisi
Stresor
predisosisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat menyebabkan
timbulnya kecemasan. Ketegangan dalam kehidupan tersebut dapat berupa:
Ø Peristiwa
traumatik yang dapat memicu terjadinya kecemasan berkaitan dengan krisis yang
dialami oleh individu baik krisis perkembangan atau situasional.
Ø Konflik
emosional yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan baik. Konflik
antara id dan superego atau antara keinginan dengan kenyataan dapat menimbulkan
kecemasan pada individu.
Ø Konsep
diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu berfikir secara
realitis sehingga akan menimbulkan kecemasan.
Ø Frustasi
akan menimbulkan rasa keidakberdayaan untuk mengambil keputusan yang berdampak
terhadap ego.
Ø Gangguan
fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan ancaman terhadap intergritas
fisik yang dapat mempengaruhi konsep individu.
Ø Pola
mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani stres akan mempengaruhi
individu dalam berespons terhadap konflik yang dialami karena pola mekanisme
koping individu banyak dipelajari dalam keluarga.
Ø Riwayat
gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi respons individu dalam
berespons terhadap konflik dan mengatasi kecemasannya.
Ø Medikasi
yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan yang mengandung
benzodizepin,karena dapat menekan neurotransmiter (GABA) yang mengontrol
aktivitas neuron di otak yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan.
b.
Stresor presipitasi
Stresor
presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat mencetuskan
timbulnya kecemasan. Sresor presipitasi kecemasan dikelompokkan menjadi dua
bagian:
1)
Ancaman terhadap
integritas fisik. Ketegangan yang dapat mengancam integritas fisik yang
meliputi:
Ø Sumber
internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem imun, regulasi suhu
tubuh, perubahan biologis normal (mis.hamil).
Ø Sumber
eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri, polutan
lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya tempat tinggal.
2)
Ancaman terhadap harga
diri meliputi sumber internal dan eksternal.
Ø Sumber
internal: Kesulitan dalam berhubungan interpersonal di rumah dan di tempat
kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap integritas
fisik juga dapat mengancam harga diri.
Ø Sumber
eksternal: Kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan status pekerjaan,
tekanan kelompok, sosial budaya.
c.
Perilaku
Secara
langsung kecemasan dapat diekspresikan melalui respons fisiologis dan
psokologis dan secara tidak langsung melalui pengembangan mekanisme koping
sebagai pertahanan melawan kecemasan.
1). Respons
fisiologis.Secara fisiologis respons tubuh
terhadap kecemasan adalah dengan mengaktifkan sistem saraf otonom (simpatis
maupun parasimpatis). Sistem saraf simpatis akan mengaktivasi proses
tubuh,sedangkan sistem saraf parasimpatis akan meminimalkan proses tubuh.
Reaksi tubuh terhadap stres (kecemasan) adalah “fliht” atau “flight”.
Bila
korteks otak menerima rangsang akan dikirim melalui saraf simpatis ke kelenjar
adrenal yang akan melepaskan adrenalin atau epinefrin sehingga efeknya antara
lain napas menjadi lebuuh dalam, nadi meningkat dan tekanan darah meningkat.
Darah akan tercurah terutama ke jantung, susunan saraf pusat dan otot. Dengan
peningkatan glikogenolisis maka gula darah akan meninggi.
2). Respons
psikologis. Kecemasan dapat mempengaruhi aspek
interpersonal maupun personal. Kecemasan tinggi akan mempengaruhi koordinasi
dan gerak refleks. Kesulitan mendengarkan akan mengganggu hubungan dengan orang
lain. Kecemasan dapat membuat individu menarik diri dan menurunkan keterlibatan
orang lain.
3). Respons
kognitif. Kecemasan dapat mempengaruhi kemampuan berfikir baik proses berfikir
maupun isi pikir, di antaranya adalah tidak mampu memperhatikan, konsentrasi
menurun, mudah lupa, menurunnya lapangan persepsi, bingung.
4). Respon
afektif. Secara afektif klien akan mengekpresikan
dalam bentuk kebingungan dan curiga berlebihan sebagai reaksi emosi terhadap
kecemasan.
d.
Penilaian terhadap stresor
Pemahaman
terhadap kecemasan memerlukan integritas pengetahuan dari berbagai sudut
pandang. Diketahui bahwa stresor yang dialami akan menimbulkan kecemasan pada
klien sesuai tingkat dan kondisi kecemasan, dipengaruhi oleh banyak faktor yang
membutuhkan penanganan multifaktor.
e.
Sumber dan mekanisme koping
Individu
dapat menanggulangi stres dan kecemasan dengan menggunakan atau mengambil
sumber koping dari lingkungan baik dari sosial, intrapersonal dan
interpersonal. Sumberkoping di antaanya adalah aset ekonomi, kemampuan
memecahkan masalah, dukungan sosial budaya yang diyakini. Dengan integrasi
sumber-sumber koping tersebut individu dapat mengadposi strategi koping yang
efektif.
Kemampuan
individu menanggulangi kecemasan secara konstruksi merupakan faktor utama yang
membuat klien berperilaku patologis atau tidak. Bila individu sedang mengalami
kecemasan ia akan mencoba menetralisasi, mengingkari atau meniadakan kecemasan
dengan mengembangkan pola koping. Pada kecemasan ringan, meknisme koping yang
digunakan adalah menangis, tidur, makan, tertawa, berkhayal, memaki, merokok,
olahraga, mengurangi kontak mata dengan orang lain, membatasi siri pada orang
lain.
Mekanisme
koping untuk mengatasi kecemasan sedang, berat dan panik membutuhkan banyak
energi. Mekanisme koping yang dapat dilakukan ada dua jenis:
1). “Task
oriented reaction” atau reaksi yang berorientasi pada tugas. Tujuan yang
ingin dicapai dengan melakukan koping ini adalah individu mencoba menghadapi
kenyataan tuntuan stres dengan menilai secara objektif ditunjukan untuk
mengatasi masalah, memulihkan konflik dan memenuhi kebutuhan.
2). “Ego
oriented reaction” atau reaksi berorientasi pada ego. Koping ini tidak
selalu sukses dalam mengatasi masalah. Mekanisme ini sering kali digunakan
untuk melindungi diri sendiri, sehingga disebut mekanisme pertahanan ego diri
biasanya mekanisme ini tidak membantu untuk mengatasi masalah seccara realita.
Untuk manilai penggunaan mekanisme pertahanan kien apakah adaptif atau tidak
adaptif, kita perlu mengevaluasi hal-hal berikut:
Ø Perawat
dapat mengnali secar akurat penggunaan mekanisme pertahanan klien
Ø Tingkat
penggunaan mekanisme pertahanan diri tersebut apa pengaruhnya terhadap
disorganisasi kepribadian
Ø Pengaruh
penggunaan mekanisme pertahanan terhadap kemajuan kesehatan klien
Ø Alasan
klien mengunakan mekanisme pertahanan
2.
Diagnosa keperawatan
I.
Panik yang berhubungan
dengan penolakan keluarga karena bingung dan gagal mengambil keputusan
II.
Kecemasan berat yang
berhubungan dengan konflik perkawinan
III.
Kecemasan sedang yang
berhubungan dengan tekanan finansial
IV.
Ketidakefektifan koping
individu yang berhubungan dengan kematian saudara kandung
V.
Ketidakefektifan koping
individu yang berhubungan dengan dampak anak sakit
VI.
Ketakutan yang
berhubungan dengan rencana pembedahan
3. Intervensi Keperawatan
Tujuan
utama perawat bekerja dengan klien cemas adalah bukan untuk membebaskan klien
secara total keluar dari kecemasan, tetapi bagaimana klien mengembangkan cara
dan kemampuan menoleransi kecemasan ringan dan menggunakan cara tersebut secara
konstrutif.
Tujuan
keperawatan adalah membantu klien untuk mengembangkan nilai-nilai yang dimiliki
karena saat kecemasan terjadi pertentangan antara situasi yang mengacam dengan
nilai-nilai yang diidentifikasi individu sesuai dengan eksistensinya. Perawat
membantu klien memilih nilai yang diyakini. Klien juga diharapkan mampu mencari
jalan keluar dari kecemasannya dengan menggunakan mekanisme koping tertentu.
Perencanaan
intervensi ini melibatkan klien secara aktif atau meningkatkan pertisipasinya
dalam perawatan diri dan pengambilan keputusan bagi dirinya secara bertahap,
hal ini akan meningkatkan rasa tanggung jawab dan merupakan reinforcement untuk
perkembangan dirinya.
Kriteria
hasil dari intervensi:
Ø Klien
mendiskusikan tentang perasaan cemasnya
Ø Klien
mengidentifikasikan respons terhadap stres
Ø Klien
mendiskusikan suatu topik ketika bertemu dengan perawat
a. Kecemasan
tingkat sedang
Intervensi
terhadap kecemasan tingkat sedang merupakan tindakan suportif dan dicapai
melalui pencapaian tujuan jangka pendek. Implementasi ditunjukan untuk membantu
klien melakukan upaya untuk mengatasi stres. Tujuan jangka panjang fokusnya
membantu klien memahami penyebab kecemasan dan mempunyai cara baru untuk
mengontrolnya. Edukasi merupakan aspek penting pada klien untuk meningkatkan respons
adaptif terhadap stres.
·
Pengenalan terhadap
sumber kecemasan. Eksporasi perasaan klien,
perlihatkan diri sebagai orangyang hangat, menjadi pendengar yang baik/responsif,
beri waktu yang cukup dan dukung terhadap ekspesi perasaan klien dan gunakan teknik
komunikasi yang tepat serta mulai dari topik ringan.
·
Menyadari adanya cemas.
Bantu kien mengenali perasaan kecemasan dan menyadari nilainya. Jelaskan dengan
merincikan situasi yang diduga penyebab cemasnya. Bantu klien menganalisis
penyebab konfliknya berkembang dan hubungkan keadaan saat ini dengan pengalaman
yang lalu.
·
Membantu memiliki
koping terhadap ancaman. Dorong klien untuk
menggunakan koping adaptif dan efektif yang telah berhasil digunakan pada waktu
lalu. Bantu klien untuk melihat keadaan saat inidan kepuasan mencapai tujuan.
Lakukan terapi kognitif dan terapi perilaku yang bertujuan untuk menurunkan
kecemasan, memperbaiki kognitif dan mempelajari perilaku baru. Bantu klien
memodifiksi perilakunya dan mempelajari cara koping yang baru terhadap stres.
·
Meningkatkan respons
relaksasi. Tujuan jangka panjang ditujukan untuk
menolong klien mengatur distres emosional. Dapat dilakukan secara individual
kelompok kecil atau besar. Manfaat utama dari relaksasi ini adalah klien dapat
mempraktikkan teknik yang mereka pelajari untuk meningkatkan kontrol diri.
b. Kecemasan
tingkat berat dan panik.
Intervensi
terhadap kecemasan tingkat berat dan panik meliputi:
·
Menjalin hubungan
saling percaya. Jelaskan
pada klien tujuan interaksi. Dorong klien untuk mendiskusikan perasaan
kecemasan , rasa frustasi. Lindungi klien, beri tindakan yang suportif dan
mendengar aktif, jawab pertanyaan klien secara langsung, selalu berada dekat
klien tetapi perhatikan teritorialnya. Gunakan komunikasi verbal dan nonverbal
untuk memberi gambaran kesadaran dan penerimaan verhadap kecemasannya.
·
Meningkatkan kesadaran
diri. Perawat harus dapat menyadari perasaan
cemasnya membuka perasaan cemasnya dan menanganina secara konstruktif dan
gunakan cara yang dilakukan perawat secara terapeutik untuk membantu mengatasi
kecemasan klien. Waspada tehadap adanya tanda kecemasan ,sadari dan eksplorasi
penyebabnya. Kecemasan perawat akan ditransfer ke klien sehingga intervensi
tidak akan efektif.
·
Melindungi klien.
Anjurkan klien untuk menjelaskan kecemasan yang dapat dikontrolnya sehingga
dengan berada dalam situasi yang aman, klien merasa tidak ada yang mengancam.
Kembangkan mekanisme koping untuk menemukan dan mengatasi masalah yang tidak
disadari. Beri alternatif pilihan pengganti, tidak mengonfrontasi dengan objek
yang ditakutinya, tidak ada argumen, tidak mendukung fobinya, terapkan batasan
perilaku klien untuk membantu mencapai kepuasan dengan aspek lain.
·
Modifikasi lingkungan. Fasilitasi
lingkungan dengan stimulus yang minimal, tenang dan membatasi interaksi dengan
orang lain atau kurangi kontak dengan penyebab stresnya. Tingkatan status fisik
dengan melakukan tindakan yang membuat rasa nyaman dan relaks seperti mandi
hangat, mesase dan mandi rendam.
·
Motivikasi unuk
melakukan aktifitas. Dorong klien untuk
melakukan aktivitas yang disukainya, hal ini akan membatasi kemungkinan klien
menggunakan mekanisme koping yang tidak adekuat
dan meningkatkan partisipasi dan perasaan puas. Libatkan keluarga dalam
membuat jadwal kegiatan karena mereka merupaka pendukung.
·
Pengobatan. Intervensi
keperawatan mencakup pemberian pengobatan dan biasanya diberikan antidepresan
atau antipsikotik. Pengobatan disertasi dengan penatalaksanaan psikososial.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Kecemasan merupakan suatu sensasi aphrehensif atau perasaan takut
yang menyeluruh, dan hal ini merupakan sesuatu yang wajar terjadi pada setiap
individu, akan tetapi bila hal ini terlalu berlebihan maka dapat menjadi suatu
yang abnormal. Anxiety disorder berupa gangguan fobia, gangguan panik, gangguan obsesif-kompulsif, gangguan anxietas menyeluruh, dan gangguan stres pasca trauma. Kecemasan
muncul karena individu memikirkan atau membayangkan suatu tindakan atau
peristiwa yang dilakukan secara berlebihan, sehingga pada saat melakukan
kegiatan tersebut individu cenderung merasa tertekan akan tindakan yang pernah
dibayangkannya secara berlebihan. Gangguan kecemasan ini merupakan salah satu
bentuk dari penyakit mental. Penyebabnya bisa apa saja, seperti
ketidakseimbangan kimia dalam tubuh, perubahan struktur otak, stres lingkungan,
trauma dan phobia, dan lain-lain.
B. SARAN
Sebagai
manusia, cemas adalah suatu hal yang tidak
dapat kita hindari dan itu wajar,
tetapi apabila cemas berlangsung lama dan berkepanjangan akan mengakibatkan
gangguan diri) emosi.
DAFTAR
PUSTAKA
Tim Keperawatan Jiwa (2000), Kumpulan
Materi Kuliah Keperawatan Jiwa untuk Mahasiswa Program Studi Keperawatan Kimia
17 Poltekkes Depkes Jakarta III
Suliswati (dkk).2004.Konsep Dasar
Keperawatan Kesehatan Jiwa.Jakarta:EGC.
Cara Yang Ampuh Untuk Menyembuhkan Penyakit Sipilis
ReplyDeleteCara Pengobatan Sipilis yang Ampuh
Cara Pengobatan Ampuh Sipilis
Cara Pengobatan Ampuh Penyakit Sipilis
Cara Yang Ampuh Untuk Mengobati Sipilis