BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Tulang merupakan salah
satu bagian tubuh yang sangat penting sebagai kerangaka tubuh, karena jika
tidak ada tulang maka kita tidak bisa melakukan apapun. Dalam melakukan
aktivitas sehari-hari bukan tidak mungkin jika tulang mengalami sesuatu seperti
retak, patah ataupun kelainan – kelaianan yang lain, salah satunya adalah
skoliosis.
Skoliosis merupakan
kelainan pada tulang berupa lengkungan atau kurvatura lateral pada tulang belakang
akibat rotasi dan deformitas vertebra. Skoliosis dapat terjadi pada semua usia.
Pada anak-anak yang masih tumbuh, kelengkungan biasanya bertambah sampai
25-30%. Jika kelengkungan mencapai 40% atau lebih, biasanya dilakukan
pembedahan. Danjika kurang dari 20% biasanya tidak perlu dilakukan pengobatan,
tetapi penderita harus menjalani pemeriksaan secara teratur setiap 6 bulan.
B. Tujuan
Penulisan
1. Tujuan umum : untuk meningkatkan pengetahuan
dan sumber daya manusia (SDM)
2. Tujuan khusus :
a.
Untuk meningkatkan keterampilan/kemampuan dalam mengerjakan tugas
b.
Pengalaman belajar dan mengerjakan tugas atau melalui perilaku
pembelajaran yang diikuti.
C. Manfaat
Kita dapat mengetahui tentang penyakit skoliosis
dan cara penanganan, gejala, komplikasi dan sebagainya yang mengenai penyakit
tersebut, dan cara atau apa saja yang akan kita lakukan ke pada pasien dengan
menggunakan asuhan keperawatan
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Skoliosis
Skoliosis adalah lengkungan atau
kurvatura lateral pada tulang belakang akibat rotasi dan deformitas vertebra.
Ada tiga bentuk skoliosis struktural
yaitu:
1. Skoliosis Idiopatik adalah bentuk
yang paling umum terjadi dan diklasifikasikan menjadi 3 kelompok yaitu
infantile, yang muncul sejak lahir sampai usia 3 tahun; anak-anak, yang muncul
dari usia 3 tahun sampai 10 tahun; dan remaja, yang muncul setelah usia 10
tahun (usia yang paling umum).
2. Skoliosis Kongenital adalah
skoliosis yang menyebabkan malformasi satu atau lebih badan vertebra.
3. Skoliosis Neuromuskuler, anak yang
menderita penyakit neuromuskuler (seperti paralisis otak, spina bifida, atau
distrofi muskuler) yang secara langsung menyebabkan deformitas.
(Nettina, Sandra M.)
(Nettina, Sandra M.)
B.
Etiologi
Penyebab terjadinya skoliosis
diantaranya kondisi osteopatik, seperti fraktur, penyakit tulang, penyakit
arthritis, dan infeksi. Pada skoliosis berat, perubahan progresif pada rongga
toraks dapat menyebabkan perburukan pernapasan dan kardiovaskuler. (Nettina,
Sandra M).
Terdapat 3 penyebab umum dari
skoliosis:
1. Kongenital (bawaan), biasanya
berhubungan dengan suatu kelainan dalam pembentukan tulang belakang atau tulang
rusuk yang menyatu.
2. Neuromuskuler, pengendalian otot
yang buruk atau kelemahan otot atau kelumpuhan akibat penyakit berikut:
a. Cerebral palsy
b. Distrofi otot
c. Polio
d. Osteoporosis juvenile
3. Idiopatik, penyebabnya tidak
diketahui.
C.
Patofisiologi
Kelainan
bentuk tulang punggung yang disebut skoliosis ini berawal dari adanya syaraf
yang lemah atau bahkan lumpuh yang menarik ruas2 tulang belakang. Tarikan ini
berfungsi untuk menjaga ruas tulang belakang berada pada garis yang normal yang
bentuknya seperti penggaris atau lurus. Tetapi karena suatu hal, diantaranya
kebiasaan duduk yang miring, membuat sebagian syaraf yang bekerja menjadi
lemah. Bila ini terus berulang menjadi kebiasaan, maka syaraf itu bahkan akan
mati. Ini berakibat pada ketidakseimbangan tarikan pada ruas tulang belakang.
Oleh karena itu, tulang belakang penderita bengkok atau seperti huruf S atau
huruf C.
D.
Pathways
E.
Manifstasi
Klinis
Gejalanya berupa:
1. Tulang belakang melengkung secara
abnormal ke arah samping
2. Bahu dan/atau pinggul kiri dan kanan
tidak sama tingginya
3. Nyeri punggung
4. Kelelahan pada tulang belakang setelah
duduk atau berdiri lama
5. Skoliosis yang berat (dengan
kelengkungan yang lebih besar dari 60%) bisa menyebabkan gangguan pernafasan. Kebanyakan
pada punggung bagian atas, tulang belakang membengkok ke kanan dan pada
punggung bagian bawah, tulang belakang membengkok ke kiri; sehingga bahu kanan
lebih tinggi dari bahu kiri. Pinggul kanan juga mungkin lebih tinggi dari
pinggul kiri.
F.
Komplikasi
1. Kerusakan
paru-paru dan jantung
Berlaku
jika tulang belakang membengkok melebihi 60 derajat. Tulang rusuk akan menekan
paru-paru dan jantung, menyebabkan penderita sukar bernafas dan cepat capek.
Justru, jantung juga akan mengalami kesukaran memompa darah. Dalam keadaan ini,
penderita lebih mudah mengalami penyakit paru-paru dan pneumonia.
2. Sakit
tulang belakang
Semua
penderita, baik dewasa atau kanak-kanak, berisiko tinggi mengalami masalah
sakit tulang belakang kronik. Jika tidak dirawat, penderita mungkin akan
menghidap masalah sakit sendi. Tulang belakang juga mengalami lebih banyak
masalah apabila penderita berumur 50 atau 60 tahun.
G.
Pemeriksaan
Penunjang
Pada pemeriksaan fisik penderita
biasanya diminta untuk membungkuk ke depan sehingga pemeriksa dapat menentukan
kelengkungan yang terjadi. Pemeriksaan neurologis (saraf) dilakukan untuk
menilai kekuatan, sensasi atau refleks.
Pemeriksaan lainnya yang biasa
dilakukan:
1. Rontgen tulang belakang
X-Ray Proyeksi Foto polos : Harus
diambil dengan posterior dan lateral penuh terhadap tulang belakang dan krista
iliaka dengan posisi tegak, untuk menilai derajat kurva dengan metode Cobb dan
menilai maturitas skeletal dengan metode Risser. Kurva structural akan
memperlihatkan rotasi vertebra ; pada proyeksi posterior-anterior, vertebra
yang mengarah ke puncak prosessus spinosus menyimpang kegaris tengah; ujung
atas dan bawah kurva diidentifikasi sewaktu tingkat simetri vertebra diperoleh
kembali.
2. Pengukuran dengan skoliometer (alat
untuk mengukur kelengkungan tulang belakang) Skoliometer
Skoliometer adalah sebuah alat untuk
mengukur sudut kurvaturai. Cara pengukuran dengan skoliometer dilakukan pada
pasien dengan posisi membungkuk, kemudian atur posisi pasien karena posisi ini
akan berubah-ubah tergantung pada lokasi kurvatura, sebagai contoh kurva
dibawah vertebra lumbal akan membutuhkan posisi membungkuk lebih jauh dibanding
kurva pada thorakal. Kemudian letakkan skoliometer pada apeks kurva, biarkan
skoliometer tanpa ditekan, kemudian baca angka derajat kurva.
Pada screening, pengukuran ini
signifikan apabila hasil yang diperoleh lebih besar dari 5 derajat, hal ini
biasanya menunjukkan derajat kurvatura > 200 pada pengukuran cobb’s angle
pada radiologi sehingga memerlukan evaluasi yang lanjut.
3. MRI (jika ditemukan kelainan saraf
atau kelainan pada rontgen).
H.
Penatalaksanaan
Medis
Pengobatan yang dilakukan tergantung
kepada penyebab, derajat dan lokasi kelengkungan serta stadium pertumbuhan
tulang. Jika kelengkungan kurang dari 20%, biasanya tidak perlu dilakukan
pengobatan, tetapi penderita harus menjalani pemeriksaan secara teratur setiap
6 bulan.
Pada anak-anak yang masih tumbuh,
kelengkungan biasanya bertambah sampai 25-30%, karena itu biasanya dianjurkan
untuk menggunakan brace (alat penyangga) untuk membantu memperlambat
progresivitas kelengkungan tulang belakang. Brace dari Milwaukee & Boston
efektif dalam mengendalikan progresivitas skoliosis, tetapi harus dipasang
selama 23 jam/hari sampai masa pertumbuhan anak berhenti.
Brace tidak efektif digunakan pada skoliosis kongenital maupun neuromuskuler.
Brace tidak efektif digunakan pada skoliosis kongenital maupun neuromuskuler.
Jika kelengkungan mencapai 40% atau
lebih, biasanya dilakukan pembedahan. Pada pembedahan dilakukan perbaikan
kelengkungan dan peleburan tulang-tulang. Tulang dipertahankan pada tempatnya
dengan bantuan 1-2 alat logam yang terpasang sampai tulang pulih (kurang dari
20 tahun). Sesudah dilakukan pembedahan mungkin perlu dipasang brace untuk
menstabilkan tulang belakang.
Kadang diberikan perangsangan
elektrospinal, dimana otot tulang belakang dirangsang dengan arus listrik
rendah untuk meluruskan tulang belakang.
I.
Fokus Keperawatan
1. Pengkajian pre operasi
Pemeriksaan fisik
a. Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran.
Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat tumor tulang. Pemendekan ekstremitas,
amputasi dan bagian tubuh yang tidak dalam kesejajaran anatomis. Angulasi
abnormal pada tulang panjang atau gerakan pada titik selain sendi biasanya
menandakan adanya patah tulang.
b. Mengkaji tulang belakang
Skoliosis (deviasi kurvatura lateral
tulang belakang)
Kifosis (kenaikan kurvatura tulang
belakang bagian dada)
Lordosis (membebek, kurvatura tulang
belakang bagian pinggang berlebihan)
c. Mengkaji system persendian
Luas gerakan dievaluasi baik aktif
maupun pasif, deformitas, stabilitas, dan adanya benjolan, adanya kekakuan
sendi
d. Mengkaji system otot
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan
otot dan koordinasi, dan ukuran masing-masing otot. Lingkar ekstremitas untuk
mementau adanya edema atau atropfi, nyeri otot.
e. Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur
dianggap tidak normal. Bila salah satu ekstremitas lebih pendek dari yang lain.
Berbagai kondisi neurologist yang berhubungan dengan caraberjalan abnormal
(mis. Cara berjalan spastic hemiparesis – stroke, cara berjalan
selangkah-selangkah – penyakit lower motor neuron, cara berjalan bergetar –
penyakit Parkinson).
f. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Palpasi kulit dapat menunjukkan
adanya suhu yang lebih panas atau lebih dingin dari lainnya dan adanya edema.
Sirkulasi perifer dievaluasi dengan mengkaji denyut perifer, warna, suhu dan
waktu pengisian kapiler.
2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
Pre Operasi
a. Ketidakefektifan pola napas
berhubungan dengan penekanan paru
·
Tujuan: Pola napas efektif
·
Intervensi:
1) Kaji status pernapasan setiap 4 jam
2) Bantu dan ajarkan pasien melakukan
napas dalam setiap 1 jam
3) Atur posisi tidur semi fowler untuk
meningkatkan ekspansi paru
4) Auskultasi dada untuk mendengarkan
bunyi napas setiap 2 jam
5) Pantau tanda vital setiap 4 jam
b. Nyeri punggung berhubungan dengan
posisi tubuh miring ke lateral
·
Tujuan: nyeri berkurang/ hilang
·
Intervensi:
1) Kaji tipe, intensitas, dan lokasi
nyeri
2) Atur posisi yang dapat meningkatkan
rasa nyaman
3) Pertahankan lingkungan yang tenang untuk
meningkatkan kenyamanan
4) Ajarkan relaksasi dan teknik
distraksi untuk mengalihkan perhatian, sehingga mengurangi nyeri
5) Anjurkan latihan postural secara
rutin untuk memperbaiki posisi tubuh
6) Ajarkan dan anjurkan pemakaian brace
untuk mengurangi nyeri saat aktivitas
7) Kolaborasi dalam pemberian analgetik
untuk meredakan nyeri
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan
dengan postur tubuh yang tidak seimbang
·
Tujuan: meningkatkan mobilitas fisik
·
Intervensi:
1) Kaji tingkat mobilitas fisik
2) Tingkatkan aktivitas jika nyeri
berkurang
3) Bantu dan ajarkan latihan rentang
gerak sendi aktif
4) Libatkan keluarga dalam melakukan
perawatan diri
5) Tingkatkan kembali ke aktivitas
normal
d. Gangguan citra tubuh atau konsep
diri yang berhubungan dengan postur tubuh yang miring kelateral
·
Tujuan: meningkatkan citra tubuh
·
Intervensi:
1) Anjurkan untuk mengungkapkan
perasaan dan masalahnya
2) Beri lingkungan yang mendukung
3) Bantu pasien untuk mengidentifikasi
gaya koping yang positif
4) Beri harapan yang realistik dan buat
sasaran jangka pendek untuk memudahkan pencapaian
5) Beri penghargaan untuk tugas yang
dilakukan
6) Beri dorongan untuk melakukan
komunikasi dengan orang terdekat dan memerlukan sosialisasi dengan keluarga
serta teman
7) Beri dorongan untuk merawat diri
sesuai toleransi
e. Kurang pengetahuan yang berhubungan
dengan kurang informasi tentang penyakitnya
·
Tujuan: pemahaman tentang program pengobatan
·
Intervensi:
1) Jelaskan tentang keadaan penyakitnya
2) Tekankan pentingnya dan keuntungan
mempertahankan program latihan yang di anjurkan
3) Jelaskan tentang pengobatan: nama,
jadwal, tujuan, dosis, dan efek sampingnya
4) Peragakan pemasangan dan perawatan
brace atau korset
5) Tingkatkan kunjungan tindak lanjut
dengan dokter
3. Pengkajian Pasca Operasi
Pengkajian pada pasien pasca operasi
Skoliosis, antara lain :
a.
Kaji status neurovascular
b.
Status pernapasan pasien, kesulitan bernapas, sianosis,
takipnea, dan batuk
c.
Penurunan sensasi dan aktivitas motorik pada ekstremitas
d.
Status sirkulasi ekstremitas, perubahan warna kulit, nadi,
dan suhu
e.
Kelurusan tubuh dan terdapatnya alat imobilisasi
f.
Kaji lokasi, intensitas, dan durasi nyeri
g.
Karakter dan jumlah drainase luka
h.
Drainase Hemovac jika terpasang
i.
Pengeluaran urine.
Pemeriksaan laboratorium yang
dilakukan mencakup darah lengkap, elektrolit, pemeriksaan radiologi spinal, dan
pemeriksaan kultur urine.
4. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
Pasca Operasi
Diagnosa keperawatan dan intervensi
keperawatan untuk pasien pasca operasi, diantaranya :
a. Ketidakefektifan pola pernapasan
berhubungan dengan anastesi, insisi operasi, dan nyeri.
·
Tujuan : Pola napas efektif
·
Intervensi :
1) Kaji status pernapasan setiap 2 jam.
2) Bantu dan ajarkan pasien untuk
melakukan napas dalam setiap 1 jam.
3) Auskultasi dada untuk mendengarkan
bunyi napas setiap 2 jam.
4) Pertahankan tirah baring dengan
meninggikan kepala tempat tidur 30-450.
5) Pantau tanda-tanda vital tiap 2 jam
untuk 8 jam pertama kemudian setiap 2 jam.
6) Beri spirometer intensif setiap 1
sampai 2 jam sekali.
7) Kolaborasi dalam pemberian analgesik
untuk mempertahankan rasa nyaman, sehingga dapat meningkatkan pernapasan.
b. Risiko kekurangan volume cairan
berhubungan dengan status puasa atau/dan kehilangan cairan abnormal.
·
Tujuan : Tidak terjadi kekurangan volume cairan atau volume
cairan seimbang.
·
Intervensi :
1) Pertahankan puasa.
2) Beri cairan parenteral dengan
elektrolit sesuai program.
3) Sambungkan selang nasogastrik dan
alat penghisap intermiten.
4) Jika terpasang nasogastrik, lakukan irigasi
dengan cairan salin normal yang jumlahnya telah diukur untuk mempertahankan
kepatenan.
5) Sambungkan kateter uretral menetap
dan sistem drainase gravitasi tertutup.
6) Pantau pengeluaran urine setiap jam.
Jika kurang dari 20-30 ml/jam, lapor dokter.
7) Ukur masukkan dan keluaran cairan
setiap 8 jam.
8) Observasi tanda dehidrasi : turgor
kulit, mukosa mulut.
9) Pantau balutan untuk adanya drainase
setiap jam untuk 24 jam pertama, kemudian tiap 4 jam.
10) Pantau Hb, Ht, dan elektrolit.
11) Lakukan hygiene naso-oral setiap jam
; pertahankan agar tetap lembab.
12) Pantau TTV setiap 4 jam.
13) Auskultasi bising usus tiap 8 jam,
lapor dokter jika sudah terdengar.
14) Observasi terhadap kemungkinan
distensi abdomen.
15) Beri diet sesuai toleransi jika
bising usus telah terdengar atau nasogastrik dikelem/dilepaskan.
16) Beri cairan peroral secara bertahap,
tingkatkan dengan diet lunak kemudian dengan diet biasa.
17) Lepaskan uretra menetap sesuai
indikasi.
18) Beri pelunak feses sesuai program.
c. Risiko infeksi berhubungan dengan
prosedur infasif dan menurunnya pertahanan primer.
·
Tujuan : Tidak terjadi infeksi
·
Intervensi :
1) Pantau TTV tiap 4 jam.
2) Pantau balutan setiap 2 jam selam 24
jam pertama, kemudian setiap 4 jam pertama.
3) Ganti balutan luka operasi secara
aseptic teinik sesuai program.
4) Observasi tanda infeksi dari luka
operasi.
5) Lapor dokter jika ada pengeluaran
(darah, nanah) berlebihan dari luka.
6) Kolaborasi dalam pemeriksaan
laboratorium : Hb, Ht, eritrosit, dan kultur cairan yang keluar jika ada
indikasi.
7) Kolaborasi dalam pemberian
antibiotic sesuai program.
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan
dengan gangguan muskuluskeletal dan nyeri.
·
Tujuan : Mobilitas fisik dipertahankan.
·
Intervensi :
1) Pertahankan tirah baring biasanya
pada posisi telentang/telungkup.
2) Pertahankan imobilisasi spinal.
3) Pertahankan kesejajaran tubuh selama
prosedur ; jangan fleksikan lutut terlalu jauh.
4) Tinggikan kepala tempat tidur
30-450.
5) Kaji aktivitas motorik, sensasi,
warna kulit, nadi dan suhu ekstremitas bawah tiap 4 jam.
6) Laporkan pada dokter jika terjadi
perubahan.
7) Balik pasien hanya jika ada
instruksi. Beri obat penurun nyeri sebelum membalikkan pasien.
8) Saat membalikkan pasien sangga
tungkai pasien diantara kedua lutut menggunakan bantal, sangga kepala dan
punggung dengan bantal kecil, kemudian balik pasien dalam 1 gerakan kontinyu.
9) Lepaskan alat imobilisasi sesuai
program dan periksa adanya gangguan integritas kulit.
10) Seimbangkan antara aktivitas dengan
istirahat.
11) Tingkatkan aktivitas sesuai program.
12) Bantu dan ajarkan pasien melakukan
rentang gerak pasif dan aktif setiap 4 jam sesuai indikasi.
e. Nyeri berhubungan dengan intervensi
operasi.
·
Tujuan : Nyeri teratasi.
·
Intervensi :
1) Kaji lokasi, tipe, dan intensitas nyeri
; gunakan skala nyeri.
2) Bantu pasien dalam mengganti posisi
dan mempertahankan kesejajaran tubuh untuk meningkatkan rasa nyaman.
3) Beri dorongan pada pasien untuk melakukan
aktivitas hiburan.
4) Ajarkan dan anjurkan melakukan
teknik relaksasi untuk mengurangi nyeri.
5) Beri analgesic sebelum melakukan
aktivitas.
f. Tidak efektifnya regimen terapeutik
berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang pelaksanaan perawatan di
rumah.
·
Tujuan : Pasien mendapatkan pemahaman tentang penatalaksanaan
perawatan di rumah.
·
Intervensi :
1) Tekankan pentingnya akivitas,
latihan, pantangan yang telah diprogramkan, derajat akivitas, dan perawatan
diri yang diperbolehkan.
2) Jelaskan perlunya mempertahankan kesejajaran
tubuh yang baik.
3) Latihan rentang gerak sendi sesuai
yang diperbolehkan.
4) Jangan melakukan pengangkatan beban
yang berat, latihan yang berlebihan, mengendarai kendaraan, menunduk/membungkuk
5) Jelaskan perlunya matras padat
dengan papan tempat tidur.
6) Jelaskan tentang diet dan masukkan
cairan yang adekuat.
7) Jelaskan tentang pengobatan : nama,
jadwal, tujuan, dosis dan efek samping.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Skoliosis adalah lengkungan atau
kurvatura lateral pada tulang belakang akibat rotasi dan deformitas vertebra. Terdapat
3 penyebab umum dari skoliosis, yaitu kongenital (bawaan), neuromuskuler dan
idiopatik. Kebiasaan duduk juga bisa mempengaruhi kondisi tulang sehingga
terjadi skoliosis. Jika kelengkungan mencapai 40% atau lebih, biasanya
dilakukan pembedahan. Pada pembedahan dilakukan perbaikan kelengkungan dan
peleburan tulang-tulang. Tulang dipertahankan pada tempatnya dengan bantuan 1-2
alat logam yang terpasang sampai tulang pulih (kurang dari 20 tahun).
B. Saran
Kami berharap setiap mahasiswa
mampu memahami dan mengetahui tentang penyakit skoliosis. Walaupun dalam
makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan.
DAFTAR PUSTAKA
Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan edisi 9.
Jakarta : EGC.
Alpers, Ann. 2006. Buku Ajar Pediatri Rudolph Vol. 3.
Jakarta : EGC
Doengoes, Marylinn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Nettina, Sandra, M. 2001. Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta : EGC
Rasjad, Chairuddin. 2003. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makasar : Bintang Lamumpatue
Doengoes, Marylinn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Nettina, Sandra, M. 2001. Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta : EGC
Rasjad, Chairuddin. 2003. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makasar : Bintang Lamumpatue
No comments:
Post a Comment