Monday, 2 February 2015

ASKEP ANAK HISPRUNG



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Penyakit hisprung merupakan suatu kelainan bawaan yang menyebabkan gangguan pergerakan usus yang dimulai dari spingter ani internal ke arah proksimal dengan panjang yang bervariasi dan termasuk anus sampai rektum. Penyakit hisprung adalah penyebab obstruksi usus bagian bawah yang dapat muncul pada semua usia akan tetapi yang paling sering pada neonatus.
Penyakit hisprung juga dikatakan sebagai suatu kelainan kongenital dimana tidak terdapatnya sel ganglion parasimpatis dari pleksus auerbach di kolon, keadaan abnormal tersebutlah yang dapat menimbulkan tidak adanya peristaltik dan evakuasi usus secara spontan, spingter rektum tidak dapat berelaksasi, tidak mampu mencegah keluarnya feses secara spontan, kemudian dapat menyebabkan isi usus terdorong ke bagian segmen yang tidak adalion dan akhirnya feses dapat terkumpul pada bagian tersebut sehingga dapat menyebabkan dilatasi usus proksimal.
Pasien dengan penyakit hisprung pertama kali dilaporkan oleh Frederick Ruysch pada tahun 1691, tetapi yang baru mempublikasikan adalah Harald Hirschsprung yang mendeskripsikan megakolon kongenital pada tahun 1863.Namun patofisiologi terjadinya penyakit ini tidak diketahui secara jelas.Hingga tahun 1938, dimana Robertson dan Kernohan menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai pada kelainan ini disebabkan oleh gangguan peristaltik dibagian distal usus defisiensi ganglion.
B.     Tujuan
1.      Tujuan umum : untuk meningkatkan pengetahuan dan sumber daya manusia (SDM)
2.      Tujuan khusus :
a.       Untuk meningkatkan keterampilan/kemampuan dalam mengerjakan tugas
b.      Pengalaman belajar dan mengerjakan tugas atau melalui perilaku pembelajaran yang diikuti.
C.    Manfaat
Kita dapat mengetahui tentang penyakit hisprung dan cara penanganan, gejala, komplikasi dan sebagainya yang mengenai penyakit tersebut, dan cara atau apa saja yang akan kita lakukan ke pada pasien dengan menggunakan asuhan keperawatan


BAB II
TINJAUAN TEORI
A.    Definisi
Penyakit Hisprung disebut juga kongenital aganglionik megakolon. Penyakit ini merupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai persarafan (aganglionik). Jadi, karena ada bagian dari usus besar (mulai dari anus kearah atas) yang tidak mempunyai persarafan (ganglion), maka terjadi “kelumpuhan” usus besar dalam menjalanakan fungsinya sehingga usus menjadi membesar (megakolon). Panjang usus besar yang terkena berbeda-beda untuk setiap individu.
Penyakit hirschsprung adalah suatu kelainan tidak adanya sel ganglion parasimpatis pada usus, dapat dari kolon sampai pada usus halus. (Ngastiyah, 1997 : 138).
Penyakit hirschsprung adalah anomali kongenital yang mengakibatkan obstruksi mekanik karena ketidak adekuatan motilitas sebagian dari usus. (Donna L. Wong, 2003 : 507).
Macam-macam Penyakit Hirschprung
Berdasarkan panjang segmen yang terkena, dapat dibedakan 2 tipe yaitu :
1.      Penyakit Hirschprung segmen pendek
Segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid; ini merupakan 70% dari kasus penyakit Hirschprung dan lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibanding anak perempuan.
2.      Penyakit Hirschprung segmen panjang
Kelainan dapat melebihi sigmoid, bahkan dapat mengenai seluruh kolon atau usus halus. Ditemukan sama banyak pada anak laki maupun prempuan.(Ngastiyah, 1997 : 138)
B.     Etiologi
Penyebab dari Hirschprung yang sebenarnya belum diketahui, tetapi Hirschsprung atau Mega Colon diduga terjadi karena :
1.      Faktor genetik dan lingkungan, sering terjadi pada anak dengan Down syndrom.
2.      Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus.
3.      Aganglionis parasimpatis yang disebabkan oleh lesi primer, sehingga terdapat ketidakseimbangan autonomik.
C.    Patofisiologi
Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen aganglionic hampir selalu ada dalam rectum dan bagian proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter rectum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon ( Betz, Cecily & Sowden).
Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal. Isi usus mendorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar ( Price, S & Wilson ).
D.    Pathway
Tidak adanya aganglionik

Kelumpuhan usus besar (kolon)

Tidak ada peristaltik usus

Akumulasi feses


 
Mual, muntah                          Distensi abdomen                                    konstipasi, obstipasi,
tidak ada mekonium
Rounded Rectangle: Nyeri akut    Intake tidak adekuat








Rounded Rectangle: Gangguan eliminasi





Rounded Rectangle: Ketidakseimbangan nutrisi kurangdari kebutuhan tubuh
 







E.     Manifestasi Klinis
Bayi baru lahir tidak bisa mengeluarkan Meconium dalam 24 – 28 jam pertama setelah lahir. Tampak malas mengkonsumsi cairan, muntah bercampur dengan cairan empedu dan distensi abdomen. (Nelson, 2000 : 317).
Gejala Penyakit Hirshsprung adalah obstruksi usus letak rendah, bayi dengan Penyakit Hirshsprung dapat menunjukkan gejala klinis sebagai berikut. Obstruksi total saat lahir dengan muntaah, distensi abdomen dan ketidakadaan evakuasi mekonium. Keterlambatan evakuasi meconium diikuti obstruksi konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala rigan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut. Konstipasi ringan entrokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam. Adanya feses yang menyemprot pas pada colok dubur merupakan tanda yang khas. Bila telah timbul enterokolitis nikrotiskans terjadi distensi abdomen hebat dan diare  berbau busuk yang dapat berdarah. ( Nelson, 2002 : 317 ).
1.      Neonatal
a.       Kegagalan pengeluaran mekonium (lebih dari 24 jam)
b.      Distensi abdomen
c.       Karena adanya obstruksi usus letak rendah
d.      Obstipasi
e.       Muntah yang berwarna hijau
2.      Infant
a.       Kegagalan dalam pertumbuhan berat badan
b.      Konstipasi
c.       Distensi abdomen
d.      Adanya suatu periode diare dan muntah
e.       Kadang muncul tanda enterokolitis seperti diare, demam berdarah, letargi
3.      Childhood
a.       Konstipasi
b.      Fases berbau menyengat seperti karbon
c.       Distensi abdomen
d.      Masa feses teraba
e.       Anak biasanya punya nafsu makan yang buruk
F.     Komplikasi
1.      Kebocoran Anastomose
Kebocoran anastomose pasca operasi dapat disebabkan oleh ketegangan yang berlebihan pada garis anastomose, vaskularisasi yang tidak adekuat pada kedua tepi sayatan ujung usus, infeksi dan abses sekitar anastomose serta trauma colok dubur atau businasi pasca operasi yang dikerjakan terlalu dini dan tidak hati-hati.
Manifestasi klinis yang terjadi akibat kebocoran anastomose ini beragam. Kebocoran anastomosis ringan menimbulkan gejala peningkatan suhu tubuh, terdapat infiltrat atau abses rongga pelvik, kebocoran berat dapat terjadi demam tinggi, pelvioperitonitis atau peritonitis umum , sepsis dan kematian. Apabila dijumpai tanda-tanda dini kebocoran, segera dibuat kolostomi di segmen proksimal.
2.      Stenosis
Stenosis yang terjadi pasca operasi dapat disebabkan oleh gangguan penyembuhan luka di daerah anastomose, infeksi yang menyebabkan terbentuknya jaringan fibrosis, serta prosedur bedah yang dipergunakan. Stenosis sirkuler biasanya disebabkan komplikasi prosedur Swenson atau Rehbein, stenosis posterior berbentuk oval akibat prosedur Duhamel sedangkan bila stenosis memanjang biasanya akibat prosedur Soave.
Manifestasi yang terjadi dapat berupa gangguan defekasi yaitu kecipirit, distensi abdomen, enterokolitis hingga fistula perianal.Tindakan yang dapat dilakukan bervariasi, tergantung penyebab stenosis, mulai dari businasi hingga sfinkterektomi posterior.
3.      Enterokolitis
Enterocolitis terjadi karena proses peradangan mukosa kolon dan usus halus. Semakin berkembang penyakit hirschprung maka lumen usus halus makin dipenuhi eksudat fibrin yang dapat meningkatkan resiko perforasi. Proses ini dapat terjadi pada usus yang aganglionik maupun ganglionik. Enterokolitis terjadi pada 10-30% pasien penyakit Hirschprung terutama jika segmen usus yang terkena panjang
Tindakan yang dapat dilakukan pada penderita dengan tanda-tanda enterokolitis adalah :
a.       Segera melakukan resusitasi cairan dan elektrolit.
b.      Pemasangan pipa rektal untuk dekompresi.
c.       Melakukan wash out dengan cairan fisiologis 2-3 kali perhari.
d.      Pemberian antibiotika yang tepat.
Enterokolitis dapat terjadi pada semua prosedur tetapi lebih kecil pada pasien dengan endorektal pullthrough.Enterokolitis merupakan penyebab kecacatan dan kematian pada megakolon kongenital, mekanisme timbulnya enterokolitis menurut Swenson adalah karena obtruksi parsial.Obtruksi usus pasca bedah disebabkan oleh stenosis anastomosis, sfingter ani dan kolon aganlionik yang tersisa masih spastik.Manifestasi klinis enterokolitis berupa distensi abdomen diikuti tanda obtruksi seperti muntah hijau atau fekal dan feses keluar eksplosif cair dan berbau busuk.Enetrokolitis nekrotikan merupakan komplikasi paling parah dapat terjadi nekrosis, infeksi dan perforasi.Hal yang sulit pada megakolon kongenital adalah terdapatnya gangguan defekasi pasca pullthrough, kadang ahli bedah dihadapkan pada konstipasi persisten dan enterokolitis berulang pasca bedah.
4.      Gangguan Fungsi Sfinkter
Hingga saat ini, belum ada suatu parameter atau skala yang diterima universal untuk menilai fungsi anorektal ini. Fecal soiling atau kecipirit merupakan parameter yang sering dipakai peneliti terdahulu untuk menilai fungsi anorektal pasca operasi, meskipun secara teoritis hal tersebut tidaklah sama. Kecipirit adalah suatu keadaan keluarnya feces lewat anus tanpa dapat dikendalikan oleh penderita, keluarnya sedikit-sedikit dan sering.
5.      Inkontensitas (jangka panjang).
G.    Penatalaksanaan
1.      Medis
Penatalaksaan operasi adalah untuk memperbaiki portion aganglionik di usus besar untuk membebaskan dari obstruksi dan mengembalikan motilitas usus besar sehingga normal dan juga fungsi spinkter ani internal.
Ada dua tahapan dalam penatalaksanaan medis yaitu :
a.       Temporari ostomy dibuat proksimal terhadap segmen aganglionik untuk melepaskan obstruksi dan secara normal melemah dan terdilatasinya usus besar untuk mengembalikan ukuran normalnya.
b.      Pembedahan koreksi diselesaikan atau dilakukan lagi biasanya saat berat anak mencapai sekitar 9 Kg ( 20 pounds ) atau sekitar 3 bulan setelah operasi pertama.
Ada beberapa prosedur pembedahan yang dilakukan seperti Swenson, Duhamel, Boley & Soave. Prosedur Soave adalah salah satu prosedur yang paling sering dilakukan terdiri dari penarikan usus besar yang normal bagian akhir dimana mukosa aganglionik telah diubah.
2.      Perawatan
Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe pelaksanaanya bila ketidakmampuan terdiagnosa selama periode neonatal, perhatikan utama antara lain :
a.       Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital pada anak secara dini
b.      Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak
c.       Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis ( pembedahan )
d.      Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana pulang.
Pada perawatan preoperasi harus diperhatikan juga kondisi klinis anak – anak dengan malnutrisi tidak dapat bertahan dalam pembedahan sampai status fisiknya meningkat. Hal ini sering kali melibatkan pengobatan simptomatik seperti enema. Diperlukan juga adanya diet rendah serat, tinggi kalori dan tinggi protein serta situasi dapat digunakan nutrisi parenteral total ( NPT )
3.      Pengobatan
Untuk mencegah terjadinya komplikasi akibat penyumbatan usus, segera dilakukan kolostomi sementara. Kolostomi adalah pembuatan lubang pada dinding perut yang disambungkan dengan ujung usus besar. Pengangkatan bagian usus yang terkena dan penyambungan kembali usus besar biasanya dilakukan pada saat anak berusia 6 bulan atau lebih.
Jika terjadi perforasi (perlubangan usus) atau enterokolitis, diberikan antibiotik.











BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN HYSPRUNG
A.    Pengkajian
1.      Identitas
Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup bulan dan merupakan kelainan tunggal. Jarang pada bayi prematur atau bersamaan dengan kelainan bawaan lain. Pada segmen aganglionosis dari anus sampai sigmoid lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan.  Sedangkan kelainan yang melebihi sigmoid bahkan seluruh kolon atau usus halus ditemukan sama banyak pada anak laki-laki dan perempuan (Ngastiyah, 1997).
2.      Riwayat Keperawatan
a.       Keluhan utama
Masalah yang dirasakan klien yang sangat mengganggu pada saat dilakukan pengkajian, pada klien Hirschsprung misalnya, sulit BAB, distensi abdomen, kembung, muntah. Obstipasi merupakan tanda utama dan pada bayi baru lahir. Perut kembung dan muntah berwarna hijau. Gejala lain adalah muntah dan diare.
b.      Riwayat penyakit sekarang
Tanyakan sudah berapa lama gejala dirasakan pasien dan tanyakan bagaimana upaya klien mengatasi masalah tersebut. Bayi sering mengalami konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut. Namun ada juga yang konstipasi ringan, enterokolitis dengan diare, distensi abdomen, dan demam. Diare berbau busuk dapat terjadi.
c.       Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit yang diderita, riwayat pemberian imunisasi.
d.      Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan pada orang tua apakah ada anggota keluarga lain yang menderita Hirschsprung. Walaupun hysprung bukanlah suatu penyakit keturunan.
e.       Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
Ada /tidaknya kelainan pertumbuhan dan perkembangan yang dialami sejak lahir.
f.       Nutrisi
Pemenuhan nutrisi ibu saat hamil, asi eksklusif.
3.      Pemeriksaan fisik
a.       Sistem kardiovaskuler
Ad tidaknya kelainan akibat hysprung atau kelainan bawaan sejak lahir.
b.      Sistem pernapasan
Sesak napas, distres pernapasan karena distensi abdomen.
c.       Sistem pencernaan
Umumnya obstipasi. Perut kembung/perut tegang, muntah berwarna hijau. Pada anak yang lebih besar terdapat diare kronik. Pada colok anus jari akan merasakan jepitan dan pada waktu ditarik akan diikuti dengan keluarnya udara dan mekonium atau tinja yang menyemprot.
d.      Sistem muskuloskeletal
Gangguan rasa nyaman,
e.       Sistem integumen
Turgor kulit, capillary refill < 3 detik
f.       Sistem penglihatan
Konjungtiva anemis/tidak, ikterik/anikterik
g.      Sistem pendengaran
Fungsi pendengaran, kondisi telinga, ada tidaknya serumen.
4.      Pemeriksaan diagnostik
a.       Foto polos abdomen tegak akan terlihat usus-usus melebar atau terdapat gambaran obstruksi usus rendah.
b.      Pemeriksaan dengan barium enema ditemukan daerah transisi, gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian menyempit, enterokolitis pada segmen yang melebar dan terdapat retensi barium setelah 24-48 jam.
c.       Biopsi isap, mencari sel ganglion pada daerah sub mukosa.
d.      Biopsi otot rektum, yaitu pengambilan lapisan otot rektum.
e.       Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin esterase dimana terdapat peningkatan aktivitas enzim asetilkolin eseterase.
B.     Diagnosa Keperawatan
1.      Defisit volume cairan tubuh berhubungan dengan mual, muntah
2.      Gangguan eliminasi BAB : konstipasi/obstipasi berhubungan dengan tidak adanya peristaltik usus, akumulasi feses
3.      Ketidakseimbangan nutrisi kurangdari kebutuhan tubuh berhubungan dengan Intake yang tidak adekuat
4.      Nyeri akut berhubungan dengan adanya distensi abdomen

C.     Intervensi
No
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria hasil
Intervensi

Defisit volume cairan tubuh berhubungan dengan mual, muntah
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam resiko kekurangan cairan dapat diatasi
NOC :
Fluid balance
Kriteria Hasil :
1.    Keseimbangan intake dan out put 24 jam
2.    Berat badan stabil
3.    Mata tidak cekung
4.    Membran mukosa lembab
5.    Kelembaban kulit normal
NIC :
1.    Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
R/ memberikan pedoman untuk penggantian cairan
2.    Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik), jika diperlukan
R/Menunjukkan status volume sirkulasi, terjadinya/ perbaikan perpindahan cairan, dan respon terhadap terapi. Keseimbangan positif/ peningkatan berat badan sering menunjukkan retensi cairan lanjut.
3.    Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN, Hmt, osmolalitas urin, albumin, total protein)
R/ Penurunan albumin serum mempengaruhi tekanan osmotik koloid plasma, mengakibatkan pembentukan edema. Penurunan aliran darah ginjal menyertai peningkatan ADH dan kadar aldosteron dan penggunaan deuretik (untuk menurunkan air total tubuh) dapat menyebabkan berbagai perpindahan/ketidakseimbangan elektrolit
4.    Monitor vital sign setiap 15menit – 1 jam
R/ mengetahui keadaan umum pasien
5.    Kolaborasi pemberian cairan IV
R/ membantu pemasukan cairan lewat intra vena
6.    Berikan cairan oral
R/ menurunkan rasa haus pada pasien
7.    Berikan prosedur nasogastrik jika diperlukan
R/ memungkinkan dukungan nutrisi melalui saluran GI, mengevakuasi isi lambung dan dapat menghilangkan mual
8.    Atur kemungkinan tranfusi
R/ kemungkinan albumin rendah yang mengakibatkan penumpukan cairan berlebih, dsb
9.    Pasang kateter jika perlu
R/ untuk membantu pengukuran output dari pasien
2.
Gangguan eliminasi BAB : obstipasi berhubungan dengan tidak adanya peristaltik usus, akumulasi feses
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam konstipasi berangsur teratasi
NOC :
Bowel Elimination

Kriteria Hasil :
1.    Pola eliminasi dalam batas normal
2.    Warna feses dalam batas normal
3.    Bau feses tidak menyengat
4.    Konstipasi tidak terjadi
5.    Ada peningkatan pola eliminasi yang lebih baik
Bowel Irigation (pembersihan Colon)
1.    Pilih pemberian enema (prosedur pemasukan cairan kedalam kolon melalui anus) yang tepat
R/ merangsanng peristaltic kolon agar dapat defekasi.
2.    Jelaskan prosedur pada pasien dan keluarga
R/ menciptakan lingkungan saling percaya dan mengurangi rasa khawatir
3.    Monitor efek samping dari tindakan pengobatan
R/ memonitor untuk memastikan tidak adanya komplikasi lanjutan
4.    Catat perkembangan baik maupun buruk
R/ memastikan tidak adanya komplikasi lanjutan
5.    Observasi tanda vital dan bising usus setiap 2 jam sekali
R/ mengetahui keadaan umum pasien sebelum dan sesudah dilakukan prosedur
6.    Observasi pengeluaran feces per rektal – bentuk, konsistensi, jumlah
R/ memastikan tidak adanya komplikasi dan untuk menetapkan intervensi lanjutan
7.    Konsultasikan dengan dokter rencana pembedahan
R/ jika terjadi komplikasi, dapat segera di tangani dengan pembedahan
3.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan Intake yang tidak adekuat
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam, diharapkan :
NOC :
Status Nutrisi
Kriteria Hasil :
1.    Berat badan pasien sesuai umur
2.    Stamina
3.    Tenaga
4.    Kekuatan menggenggam
5.    Penyembuhan jaringan
6.    Daya tahan tubuh
7.    Konjungtiva tidak anemis
8.    Pertumbuhan
Management Nutrisi
1.    Kaji riwayat jumlah makanan/ masukan nutrisi yang biasa dimakan dan kebiasaan makan
R/ member informasi tentang kebutuhan pemasukan/ difisiensi
2.    Timbang berat badan. Bandingkan perubahan status cairan, riwayat berat badan, ukuran kulit trisep
R/ sebagai indicator langsung dalam mengkaji perubahan status nutrisi
3.    Anjurkan ibu untuk tetap memberikan asi rutin
R/ untuk mempertahankan masukan nutrisi pada pasien
4.    Kolaborasikan dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan
R/ untuk menambah masukan nutrisi yang baik bagi klien

Monitoring Nutrisi
1.    Monitor turgor kulit
R/ mengkaji pasokan nutrisi adekuat
2.    Monitor mual dan muntah
R/ mengkaji adanya pengeluaran output berlebih
3.    Monitor intake nutrisi
R/ mengkaji pemasokan nutrisi yang adekuat
4.    Monitor pertumbuhan dan perkembangan anak
R/ observasi adanya penurunan perkembangan anak karena pasokan nutrisi tak adekuat atau pengeluaran output yang berlebih
4.
Nyeri akut berhubungan dengan adanya distensi abdomen
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam, diharapkan :
Tujuan : Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi dengan kriteria tenang, tidak menangis, tidak mengalami gangguan pola tidur.
NIC :
1.    Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
R/ mengobservasi untuk membantu menemukan intervensi lanjutan yang tepat
2.    Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
R/ memantau untuk menemukan intervensi lanjutan yang tepat
3.    Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
R/ partisipasi dalam intervensi dapat membangun rasa percaya keluarga pasien dengan tim medis, mengurangi rasa cemas keluarga pasien dan membantu keluarga mengerti dengan keadaan pasien
4.    Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
R/ menurunkan rangsangan stress pada rasa nyeri
5.    Kaji tipe dan sumber nyeri
R/ untuk menentukan intervensi yang tepat
6.    Tingkatkan istirahat
R/ menurunkan rangsangan stress pada rasa nyeri
7.    Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri kepada keluarga pasien, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur
R/ mengurangi rasa cemas keluarga pasien dan membantu keluarga mengerti dengan keadaan pasien
8.    Monitor vital sign
R/ mengetahui keadaan umum pasien







BAB IV
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Penyakit hisprung merupakan penyakit yang sering menimbulkan masalah. Baik masalah fisik, psikologis maupun psikososial. Masalah pertumbuhan dan perkembangan anak dengan penyakit hisprung yaitu terletak pada kebiasaan buang air besar. Orang tua yang mengusahakan agar anaknya bisa buang air besar dengan cara yang awam akan menimbulkan masalah baru bagi bayi/anak. Penatalaksanaan yang benar mengenai penyakit hisprung harus difahami dengan benar oleh seluruh pihak. Baik tenaga medis maupun keluarga. Untuk tecapainya tujuan yang diharapkan perlu terjalin hubungan kerja sama yang baik antara pasien, keluarga, dokter, perawat maupun tenaga medis lainnya dalam mengantisipasi kemungkinan yang terjadi.

B.     SARAN
Kami berharap setiap mahasiswa mampu memahami dan mengetahui tentang penyakit hysprung. Walaupun dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan.















DAFTAR PUSTAKA

Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan edisi 9. Jakarta : EGC
Dermawan, Deden dkk. 2010. Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan. Yogyakarta: Goysen Publishing
Kartono, Darmawan. 2004. Penyakit Hirschsprung. Jakarta : Sagung Seto
Doenges, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien  edisi 3. Jakarta: EGC


2 comments:

  1. mau nanya
    kenapa penyakit hisprung ini banyak terjadi pada anak laki" apa alasan ?
    terima kasih

    ReplyDelete
  2. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete