MAKALAH
“ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN TRAUMA THORAK”
Di susun oleh :
KELOMPOK 3
1. Amilatul
Kamilah (P17420313049)
2. Dedy
Samsun Hidayat (P17420313054)
3. Hidayatul
Khosidah (P17420313061)
4. Latifatunnisa
Rusiana (P17420313068)
5. Novi
Dewi Fatmaningsih (P17420313075)
6. Silvia
Anggarwati P. P (P17420313083)
7. Wiji
Astuti (P17420313090)
II
REGULER B
POLTEKKES
KEMENKES SEMARANG
PRODI
D III KEPERAWATAN PEKALONGAN
TAHUN
2014/2015
BAB I
PENDAHULUAN
I.
LATAR BELAKANG
Trauma torak semakin meningkat sesuai dengan kemajuan
transportasi dan kondisi sosial ekonomi masyarakat.· Di Amerika Serikat
didapatkan 180.000 kematian pertahun karena trauma. 25 % diantaranya karena
trauma torak langsung, sedangkan 5 % lagi merupakan trauma torak tak langsung
atau penyerta
Pneumotoraks didefinisikan sebagai adanya udara di
dalam kavum/rongga pleura. Tekanan di rongga pleura pada orang sehat selalu
negatif untuk dapat mempertahankan paru dalam keadaan berkembang (inflasi).
Tekanan pada rongga pleura pada akhir inspirasi 4 s/d 8 cm H2O dan pada akhir
ekspirasi 2 s/d 4 cm H2O.
Kerusakan pada pleura parietal dan/atau pleura viseral
dapat menyebabkan udara luar masuk ke dalam rongga pleura, Sehingga paru akan
kolaps. Paling sering terjadi spontan tanpa ada riwayat trauma; dapat pula
sebagai akibat trauma toraks dan karena berbagai prosedur diagnostik maupun
terapeutik.
Dahulu pneumotoraks dipakai sebagai modalitas terapi
pada TB paru sebelum ditemukannya obat anti tuberkulosis dan tindakan bedah dan
dikenal sebagai pneumotoraks artifisial . Kemajuan teknik maupun peralatan
kedokteran ternyata juga mempunyai peranan dalam meningkatkan kasus-kasus
pneumotoraks antara lain prosedur diagnostik seperti biopsi pleura, TTB, TBLB;
dan juga beberapa tindakan terapeutik seperti misalnya fungsi pleura, ventilasi
mekanik, IPPB, CVP dapat pula menjadi sebab teradinya pneumotoraks
(pneumotoraks iatrogenik)
II.
TUJUAN
- Tujuan Umum
Mahasiswa mendapat gambaran dan pengalaman tentang
penetapan proses asuhan keperawatan secara komprehensif terhadap klien trauma
dada ini
- Tujuan Khusus
Setelah melakukan pembelajaran tentang asuhan
keperawatan dengan bronchitis kronis. Maka mahasiswa/i diharapkan mampu :
- Melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan trauma dada
- Merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan trauma dada
- Merencanakan tindakan keperawatan pada klien dengan trauma dada
- Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan trauma dada
- Melaksanakan evaluasi keperawatan pada klien dengan trauma dada
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
I.
DEFINISI
Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau
cedera fisiologis akibat gangguan emosional yang hebat (Brooker, 2001).
Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan
orang dewasa kurang dari 44 tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah
menjadi faktor implikasi pada trauma tumpul dan tembus serta trauma yang
disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).
Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan
dinding thorax, baik trauma atau ruda paksa tajam atau tumpul. (Hudak, 1999).
Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan
dinding thorax, baik trauma atau ruda paksa tajam atau tumpul. (Lap. UPF bedah,
1994).
Trauma thorax adalah luka atau cedera yang mengenai
rongga thorax yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi
dari cavum thorax yang disebabkan oleh benda tajam atau bennda tumpul dan dapat
menyebabkan keadaan gawat thorax akut
Hematotorax adalah tedapatnya darah dalam rongga
pleura, sehingga paru terdesak dan terjadinya perdarahan.
Di dalam toraks terdapat dua organ yang sangat vital
bagi kehidupan manusia, yaitu paru-paru dan jantung. Paru-paru sebagai alat
pernapasan dan jantung sebagai alat pemompa darah. Jika terjadi benturan atau
trauma pada dada, kedua organ tersebut bisa mengalami gangguan atau bahkan
kerusakan.
II.
ETIOLOGI
ü Tamponade jantung : disebabkan luka tusuk dada
yang tembus ke mediastinum/daerah jantung.
ü Hematotoraks : disebabkan luka tembus toraks
oleh benda tajam, traumatik atau spontan
ü Pneumothoraks : spontan (bula yang pecah) ;
trauma (penyedotan luka rongga dada) ; iatrogenik (“pleural tap”, biopsi
paaru-paru, insersi CVP, ventilasi dengan tekanan positif) (FKUI, 1995)
III.
ANATOMI FISIOLOGI
Kerangka rongga thorax, meruncing pada bagian atas dan
berbentuk kerucutterdiri dari sternum, 12 vertebra thoracalis, 10 pasang iga
yang berakhir di anterior dalam segmen tulang rawan dan 2 pasang yang
melayang.
Kartilago dari 6 igamemisahkan articulasio dari
sternum, kartilago ketujuh sampai sepuluh berfungsimembentuk tepi kostal
sebelum menyambung pada tepi bawah sternu. Perluasanrongga pleura di atas
klavicula dan di atas organ dalam abdomen penting untuk dievaluasi pada
luka tusuk.
Musculus pectoralis mayor dan minor merupakanmuskulus
utama dinding anterior thorax. Muskulus latisimus dorsi, trapezius,rhomboideus,
dan muskulus gelang bahu lainnya membentuk lapisan muskulus posterior
dinding posterior thorax. Tepi bawah muskulus pectoralis mayor membentuk
lipatan/plika aksilaris posterior.
Dada berisi organ vital paru dan jantung, pernafasan
berlangsung dengan bantuan gerak dinding dada. Inspirasi terjadi karena
kontraksi otot pernafasan yaitumuskulus interkostalis dan diafragma, yang
menyebabkan rongga dada membesar sehingga udara akan terhisap melalui
trakea dan bronkus.
Pleura adalah membran aktif yang disertai dengan
pembuluh darah danlimfatik. Disana terdapat pergerakan cairan, fagositosis
debris, menambal kebocoranudara dan kapiler. Pleura visceralis menutupi paru
dan sifatnya sensitif, pleura ini berlanjut sampai ke hilus dan
mediastinum bersama – sama dengan pleura parietalis,yang melapisi dinding dalam
thorax dan diafragma.
Pleura sedikit melebihi tepi paru pada setiap
arah dan sepenuhnya terisi dengan ekspansi paru – paru normal, hanyaruang
potensial yang ada.Diafragma bagian muskular perifer berasal dari bagian bawah
iga keenamkartilago kosta, dari vertebra lumbalis, dan dari lengkung
lumbokostal, bagianmuskuler melengkung membentuk tendo sentral.
Nervus frenikus mempersarafimotorik dari interkostal
bawah mempersarafi sensorik. Diafragma yang naik setinggi putting susu,
turut berperan dalam ventilasi paru – paru selama respirasi biasa /tenang
sekitar 75%.
IV.
PATOFISIOLOGI
Rongga dada terdiri dari sternum, 12 verebra torakal,
10 pasang iga yang berakhir di anterior dalam segmen tulang rawan dan 2 pasang
iga yang melayang. Di dalam rongga dada terdapat paru-paru yang berfungsi dalam
sistem pernafasan. Apabila rongga dada mengalami kelainan, maka akan terjadi
masalah paru-paru dan akan berpengaruh juga bagi sistem pernafasan.
Akibat trauma dada disebabkan karena:
Tension pneumothorak cedera pada paru memungkinkan
masuknya udara (tetapi tidak keluar) ke dalam rongga pleura, tekanan meningkat,
menyebabkan pergeseran mediastinum dan kompresi paru kontralateral demikian
juga penurunan aliran baik venosa mengakibatkan kolapnya paru. Pneumothorak
tertutup dikarenakan adanya tusukan pada paru seperti patahan tulang iga dan
tusukan paru akibat prosedur infasif penyebabkan terjadinya perdarahan pada
rongga pleural meningkat mengakibatkan paru-paru akan menjadi kolaps.
Kontusio paru mengakibatkan tekanan pada rongga dada
akibatnya paru-paru tidak dapat mengembang dengan sempurna dan ventilasi
menjadi terhambat akibat terjadinya sesak nafas. Sianosis dan tidak menutup
kemungkinan akan terjadi syok.
Pathways
V.
MANIFESTASI KLINIS
ü Nyeri pada tempat trauma, bertambah pada saat
inspirasi.
ü Pembengkakan lokal dan krepitasi yang sangat
palpasi.
ü Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek.
ü Dyspnea, takipnea
ü Takikardi
ü Tekanan darah menurun.
ü Gelisah dan agitasi
ü Kemungkinan cyanosis.
ü Batuk mengeluarkan sputum bercak darah.
ü Hypertympani pada perkusi di atas daerah yang
sakit.
- VI. KLASIFIKASI
Trauma thorak klasifikasikan menjadi :
I.
Trauma tembus (tajam)
- Terjadi diskontinuitas dinding toraks (laserasi) langsung akibat penyebab trauma
- Terutama akibat tusukan benda tajam (pisau, kaca, dsb) atau peluru
- Sekitar 10-30% memerlukan operasi torakotomi2.
Trauma tembus, biasanya disebabkan tekanan mekanikal
yang dikenakan secara direk yang berlaku tiba-tiba pada suatu area fokal. Pisau
atau projectile, misalnya, akanmenyebabkan kerusakan jaringan dengan stretching
dan crushing dan cedera biasanya menyebabkan batas luka yang sama dengan bahan
yang tembus pada jaringan.
Berat ringannya cidera internal yang berlaku
tergantung pada organ yangtelah terkena dan seberapa vital organ tersebut.
Derajat cidera tergantung pada mekanisme dari penetrasi dan temasuk,
diantarafaktor lain, adalah efisiensi dari energy yang dipindahkan dari obyek
ke jaringan tubuhyang terpenetrasi.
Faktor faktor lain yang berpengaruh adalah
karakteristik dari senjata, seperti kecepatan, size dari permukaan impak, serta
densitas dari jaringantubuh yang terpenetrasi.
Pisau biasanya menyebabkan cidera yang lebih kecil
karena iatermasuk proyektil dengan kecepatan rendah. Luka tusuk yang disebabkan
oleh pisausebatas dengan daerah yang terjadi penetrasi. Luka disebabkan tusukan
pisau biasanyadapat ditoleransi, walaupun tusukan tersebut pada daerah jantung,
biasanya dapatdiselamatkan dengan penanganan medis yang maksimal.
Peluru termasuk proyektil dengan kecepatan tinggi,
dengan biasanya bisamencapai kecepatan lebih dari 1800-2000 kali per detik.
Proyektil dengan kecepatan yang tinggi dapat menyebabkan dapat menyebabkan
berat cidera yang samadenganseperti penetrasi pisau, namun tidak seperti pisau,
cidera yang disebabkan olehpenetrasi peluru dapat merusakkan struktur yang
berdekatan dengan laluan peluru.
Ini karena disebabkan oleh terbentuknya kavitas
jaringan dan dengan menghasilkangelombang syok jaringan yang bisa bertambah
luas. Tempat keluar peluru mempunyadiameter 20-30 kali dari diameter peluru.
2. Trauma tumpul
- Tidak terjadi diskontinuitas dinding toraks.
- Terutama akibat kecelakaan lalu-lintas, terjatuh, olahraga, crush atau blastinjuries.
- Kelainan tersering akibat trauma tumpul toraks adalah kontusio paru
- Sekitar <10% yang memerlukan operasi torakotomi
- Trauma tumpul lebih sering didapatkan berbanding trauma tembus,kira-kiralebih dari 90% trauma thoraks.
Dua mekanisme yang terjadi pada trauma tumpul:
-
transfer energi secara direk pada dinding dada dan organ thoraks
-
deselerasideferensial, yang dialami oleh organ thoraks ketika terjadinya impak.
Benturan yangsecara direk yang mengenai dinding torak
dapat menyebabkan luka robek dan kerusakan dari jaringan lunak dan tulang
seperti tulang iga. Cedera thoraks dengantekanan yang kuat dapat menyebabkan
peningkatan tekanan intratorakal sehingga menyebabkan ruptur dari organ organ
yang berisi cairan atau gas.
VII.
KOMPLIKASI
- Surgical Emfisema Subcutis
Kerusakan pada paru dan pleura oleh ujung patahan iga
yang tajam memungkinkan keluarnya udara ke dalam cavitas pleura dari jaringan
dinding dada, paru.
Tanda-tanda khas: penmbengkakan kaki, krepitasi.
- Cedera Vaskuler
Di antaranya adalah cedera pada perikardium dapat
membuat kantong tertutup sehingga menyulitkan jantung untuk mengembang dan
menampung darah vena yang kembali. Pembulu vena leher akan mengembung dan
denyut nadi cepat serta lemah yang akhirnya membawa kematian akibat penekanan
pada jantung.
- Pneumothorak
Adanya udara dalam kavum pleura. Begitu udara masuk ke
dalam tapi keluar lagi sehingga volume pneumothorak meningkat dan mendorong
mediastinim menekan paru sisi lain.
- Pleura Effusion
Adanya udara, cairan, darah dalam kavum pleura, sama
dengan efusi pleura yaitu sesak nafas pada waktu bergerak atau istirahat tetapi
nyeri dada lebih mencolok. Bila kejadian mendadak maka pasien akan syok.
Akibat adanya cairan udara dan darah yang berlebihan
dalam rongga pleura maka terjadi tanda – tanda :
-
Dypsnea sewaktu bergerak/ kalau efusinya luas pada waktu istirahatpun bisa
terjadi dypsnea.
-
Sedikit nyeri pada dada ketika bernafas.
-
Gerakan pada sisi yang sakit sedikit berkurang.
-
Dapat terjadi pyrexia (peningkatan suhu badan di atas normal).
- Plail Chest
Pada trauma yang hebat dapat terjadi multiple fraktur
iga dan bagian tersebut. Pada saat insprirasi bagian tersebut masuk sedangkan
saat ekspirasi keluar, ini menunjukan adanya paroxicqalmution (gerakan
pernafasan yang berlawanan)
- Hemopneumothorak
Yaitu penimbunan udara dan darah pada kavum pleura.
VIII. PEMERIKSAAN
DIAGNOSTIK
ü Radiologi : foto thorax (AP).
ü Gas darah arteri (GDA), mungkin normal atau
menurun.
ü Torasentesis : menyatakan darah/cairan
serosanguinosa.
ü Hemoglobin : mungkin menurun.
ü Pa Co2 kadang-kadang menurun.
ü Pa O2 normal / menurun.
ü Saturasi O2 menurun (biasanya).
ü Toraksentesis : menyatakan darah/cairan,
IX.
PENATALAKSANAAN
ü Konservatif
- Pemberian analgetik
- Pemasangan plak/plester
- Jika perlu antibiotika
- Fisiotherapy
ü Operatif/invasif
- Pamasangan Water Seal Drainage (WSD).
- Pemasangan alat bantu nafas.
- Pemasangan drain.
- Aspirasi (thoracosintesis).
ü Operasi (bedah thoraxis)
ü Tindakan untuk menstabilkan dada:
- Miring pasien pada daerah yang terkena.
- Gunakan bantal pasien pada dada yang terkena
- Gunakan ventilasi mekanis dengan tekanan ekspirai akhir positif, didasarkan pada kriteria sebagai berikut:
- Gejala contusio paru
- Syok atau cedera kepala berat.
- Fraktur delapan atau lebih tulang iga.
- Umur diatas 65 tahun.
- Riwayat penyakit paru-paru kronis.
ü Pasang selang dada dihubungkan dengan WSD,
bila tension Pneumothorak mengancam.
ü Oksigen tambahan
BAB III
ASKEP TEORITIS
1. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan
secara menyeluruh (Boedihartono, 1994 : 10).Pengkajian pasien dengan trauma
thoraks (. Doenges, 1999) meliput :
A.
Pola Gordon
- Aktivitas / istirahat
Gejala : dipnea dengan aktivitas ataupun istirahat
- Sirkulasi
Tanda : Takikardia ; disritmia ; irama jantunng
gallops, nadi apical berpindah,tanda Homman ; TD : hipotensi/hipertensi ; DVJ
- Integritas ego
Tanda : ketakutan atau gelisah
- Makanan dan cairan
Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral/infuse
tekanan.
- Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : nyeri uni laterl, timbul tiba-tiba selama
batuk atau regangan, tajamdan nyeri, menusuk-nusuk yang diperberat oleh napas
dalam, kemungkinanmenyebar ke leher, bahu dan abdomen.Tanda : berhati-hati pada
area yang sakit, perilaku distraksi, mengkerutkanwajah
- Pernapasan
Gejala : kesulitan bernapas ; batuk ; riwayat bedah
dada/trauma, penyakit parukronis, inflamasi,/infeksi paaru, penyakit
interstitial menyebar, keganasan ;pneumothoraks spontan sebelumnya, PPOM.Tanda
: Takipnea peningkatan kerja napas ; bunyi napas turun atau tak ada
;fremitus menurun ; perkusi dada hipersonan ; gerakkkan dada tidak sama
;kulit pucat, sian osis, berkeringat, krepitasi
subkutan ; mental ansietas,bingung, gelisah, pingsan ;
penggunaan ventilasi mekanik tekanan positif
- keamanan
Geajala : adanya trauma dada ; radiasi/kemoterapi
untuk kkeganasan
- Penyuluhan / pembelajaran
Gejala : riwayat factor risiko
keluarga, TBC, kanker ; adanya
bedahintratorakal/biopsy paru
B. Pemeriksaan
Fisik
1. Sistem
Pernapasan :
a. Sesak
napas
b. Nyeri,
batuk-batuk.
c. Terdapat
retraksi klavikula/dada.
d. Pengambangan
paru tidak simetris.
e. Fremitus
menurun dibandingkan dengan sisi yang lain.
f. Pada
perkusi ditemukan Adanya suara sonor/hipersonor/timpani, hematotraks (redup)
g. Pada
asukultasi suara nafas menurun, bising napas yang berkurang/menghilang.
h. Pekak
dengan batas seperti garis miring/tidak jelas.
i. Dispnea
dengan aktivitas ataupun istirahat.
j. Gerakan
dada tidak sama waktu bernapas.
2. Sistem
Kardiovaskuler :
a. Nyeri
dada meningkat karena pernapasan dan batuk.
b. Takhikardia,
lemah
c. Pucat,
Hb turun /normal.
d. Hipotensi.
3. Sistem
Persyarafan :
a. Tidak
ada kelainan.
4. Sistem
Perkemihan.
a. Tidak
ada kelainan.
5. Sistem
Pencernaan :
a. Tidak
ada kelainan.
6. Sistem
Muskuloskeletal - Integumen.
a. Kemampuan
sendi terbatas
b. Ada
luka bekas tusukan benda tajam.
c. Terdapat
kelemahan.
d. Kulit
pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan.
7. Sistem
Endokrine
a. Terjadi
peningkatan metabolisme.
b. Kelemahan.
8. Sistem
Sosial / Interaksi.
a. Tidak
ada hambatan.
9. Spiritual
:
a. Ansietas,
gelisah, bingung, pingsan.
II.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
- Ketidakefektifan pola pernapasan b/d ekpansi paru yang tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan.
- Inefektif bersihan jalan napas b/d peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
- Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow drainage.
III. INTERVENSI
Intervensi dan implementasi keperawatan yang muncul
pada pasien dengan trauma thorax (Wilkinson, 2006) meliputi :
- Diagnosa 1 : Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak maksimal karena trauma.
Tujuan : Pola pernapasan efektive.
Kriteria hasil :
- Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive.
- Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
- Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.
Intervensi :
- Berikan posisi .
Rasionalnya : Meningkatkan inspirasi maksimal,
meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit.
- Obsservasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital.
Rasionalnya : Distress pernapasan dan perubahan pada
tanda vital dapat terjadi sebgai akibat stress fifiologi dan nyeri atau dapat
menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.
- Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
Rasionalnya : Pengetahuan apa yang diharapkan dapat
mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana
teraupetik.
- Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.
Rasionalnya : Pengetahuan apa yang diharapkan dapat
mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
- Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.
Rasionalnya : Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia,
yang dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.
- Perhatikan alat bullow drainase berfungsi baik, cek setiap 1 – 2 jam :
- Periksa
pengontrol penghisap untuk jumlah hisapan yang benar.
rasiobalnya : Mempertahankan tekanan negatif intrapleural sesuai yang diberikan, yang meningkatkan ekspansi paru optimum/drainase cairan. - Periksa
batas cairan pada botol penghisap, pertahankan pada batas yang ditentukan.
rasionalnya : Air penampung/botol bertindak sebagai pelindung yang mencegah udara atmosfir masuk ke area pleural. - Observasi gelembung udara botol penempung.
Rasionalnya : gelembung udara selama ekspirasi
menunjukkan lubang angin dari penumotoraks/kerja yang diharapka. Gelembung
biasanya menurun seiring dnegan ekspansi paru dimana area pleural menurun. Tak
adanya gelembung dapat menunjukkan ekpsnsi paru lengkap/normal atau slang
buntu.
- Posisikan sistem drainage slang untuk fungsi optimal, yakinkan slang tidak terlipat, atau menggantung di bawah saluran masuknya ke tempat drainage. Alirkan akumulasi dranase bela perlu.
rasionalnya b: osisi tak tepat, terlipat atau
pengumpulan bekuan/cairan pada selang mengubah tekanan negative yang
diinginkan.
- Diagnosa II : Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
Tujuan : Jalan napas lancar/normal
Kriteria hasil :
- Menunjukkan batuk yang efektif.
- Tidak ada lagi penumpukan sekret di sal. pernapasan.
- Klien nyaman.
Intervensi :
- Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan.
Rasionalnya : Pengetahuan yang diharapkan akan
membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
- Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
Rasionalnya : Batuk yang tidak terkontrol adalah
melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.
- Diagnosa III : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow drainage.
Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang
sesuai.
Kriteria Hasil :
- tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
- luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi :
- Kaji
kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.
rasionalnya : mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat. - Kaji
lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.
rasionalnya : mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah - Pantau peningkatan suhu tubuh.
Rasionalnya : suhu tubuh yang meningkat dapat
diidentifikasikan sebagai adanya proses peradangan.
- Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril, gunakan plester kertas.
Rasionalnya : tehnik aseptik membantu mempercepat
penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi.
- Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement.
Rasionalnya : agar benda asing atau jaringan yang
terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit normal lainnya.
- Setelah
debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
rasionalnya : balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak nya luka, agar tidak terjadi infeksi. - Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
Rasionalnya : antibiotik berguna untuk mematikan
mikroorganisme pathogen pada daerah yang berisiko terjadi infeksi.
IV.
IMPLEMENTASI
Diagnosa 1 : Ketidakefektifan pola
pernapasan berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak maksimal karena trauma.
Ø Memberikan
posisi yang nyaman, biasanya dnegan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke
sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
Ø
Mengobsservasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan,
dispnea atau perubahan tanda-tanda vital.
Ø Menjelaskan
pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
Ø
Menjelaskan pada klien tentang
etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.
Ø
Menjelaskan pada klien tentang etiologi/faktor
pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.
Ø
Mempertahankan perilaku tenang,
bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan pernapasan lebih lambat dan
dalam.
Ø Memperhatikan
alat bullow drainase berfungsi baik, cek setiap 1 – 2 jam :
Ø Memeriksa
pengontrol penghisap untuk jumlah hisapan yang benar.
Ø Memeriksa batas
cairan pada botol penghisap, pertahankan pada batas yang ditentukan.
Ø
Mengobservasi gelembung udara botol
penempung.
Ø
Memposisikan sistem drainage slang
untuk fungsi optimal, yakinkan slang tidak terlipat, atau menggantung di bawah
saluran masuknya ke tempat drainage. Alirkan akumulasi dranase bela perlu.
Diagnosa II : Inefektif bersihan
jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk
sekunder akibat nyeri dan keletihan.
Ø
Menjelaskan klien tentang kegunaan
batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan.
Ø
Mengajarkan klien tentang metode
yang tepat pengontrolan batuk.
Ø
Mengajarkan klien tentang metode
yang tepat pengontrolan batuk.
Ø
Memantau peningkatan suhu tubuh.
Diagnosa III : Kerusakan integritas
kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow drainage.
Ø Mengkaji
kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.
Ø Mengkaji
lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.
Ø
Memantau peningkatan suhu tubuh.
Ø
Memberikan perawatan luka dengan
tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril, gunakan plester
kertas.
Ø
Jika pemulihan tidak terjadi
kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement.
Ø Setelah
debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
Ø Mengkolaborasi
pemberian antibiotik sesuai indikasi.
V. EVALUASI
S
: Data subjektif yaitu data yang di rasakan pasien.
O:
objektif yaitu data yang di dapatkan dari hasil pengukuran maupun yang tampak
dari pasien.
A:
Assigment yaitu keterangan tindakan keperawatan yang harus di lanjutkan atau
masalah teratasi.
P:
planing yaitu tindakan keperawatan yang telah di rencanakan.
DAFTAR
PUSTAKA
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana
Asuhan Keperawatan, Edisi 3. EGC : Jakarta.Boedihartono, 1994. Proses
Keperawatan di Rumah Sakit. EGC : Jakarta.
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. EGC : Jakarta.
Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC : Jakarta.
FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu bedah. Binarupa Aksara : Jakarta
Hudak, C.M. 1999. Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC.
Nasrul Effendi. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. EGC. Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8 Vol.3. EGC : Jakarta.
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC : Jakarta.
http://www.iwansain.wordpress.com
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. EGC : Jakarta.
Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC : Jakarta.
FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu bedah. Binarupa Aksara : Jakarta
Hudak, C.M. 1999. Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC.
Nasrul Effendi. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. EGC. Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8 Vol.3. EGC : Jakarta.
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC : Jakarta.
http://www.iwansain.wordpress.com
ijin copas buat referensi bu
ReplyDelete