Thursday 2 October 2014

ASKEP TRAUMA DADA



MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN TRAUMA THORAK”


 
Di susun oleh :
KELOMPOK 3

1.      Amilatul Kamilah                 (P17420313049)
2.      Dedy Samsun Hidayat         (P17420313054)
3.      Hidayatul Khosidah             (P17420313061)
4.      Latifatunnisa Rusiana          (P17420313068)
5.      Novi Dewi Fatmaningsih     (P17420313075)
6.      Silvia Anggarwati P. P          (P17420313083)
7.      Wiji Astuti                             (P17420313090)

II REGULER B
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
PRODI D III KEPERAWATAN PEKALONGAN
TAHUN 2014/2015

BAB I
PENDAHULUAN
I.             LATAR BELAKANG
Trauma torak semakin meningkat sesuai dengan kemajuan transportasi dan kondisi sosial ekonomi masyarakat.· Di Amerika Serikat didapatkan 180.000 kematian pertahun karena trauma. 25 % diantaranya karena trauma torak langsung, sedangkan 5 % lagi merupakan trauma torak tak langsung atau penyerta
Pneumotoraks didefinisikan sebagai adanya udara di dalam kavum/rongga pleura. Tekanan di rongga pleura pada orang sehat selalu negatif untuk dapat mempertahankan paru dalam keadaan berkembang (inflasi). Tekanan pada rongga pleura pada akhir inspirasi 4 s/d 8 cm H2O dan pada akhir ekspirasi 2 s/d 4 cm H2O.
Kerusakan pada pleura parietal dan/atau pleura viseral dapat menyebabkan udara luar masuk ke dalam rongga pleura, Sehingga paru akan kolaps. Paling sering terjadi spontan tanpa ada riwayat trauma; dapat pula sebagai akibat trauma toraks dan karena berbagai prosedur diagnostik maupun terapeutik.
Dahulu pneumotoraks dipakai sebagai modalitas terapi pada TB paru sebelum ditemukannya obat anti tuberkulosis dan tindakan bedah dan dikenal sebagai pneumotoraks artifisial . Kemajuan teknik maupun peralatan kedokteran ternyata juga mempunyai peranan dalam meningkatkan kasus-kasus pneumotoraks antara lain prosedur diagnostik seperti biopsi pleura, TTB, TBLB; dan juga beberapa tindakan terapeutik seperti misalnya fungsi pleura, ventilasi mekanik, IPPB, CVP dapat pula menjadi sebab teradinya pneumotoraks (pneumotoraks iatrogenik)




II.                TUJUAN
  • Tujuan Umum
Mahasiswa mendapat gambaran dan pengalaman tentang penetapan proses asuhan keperawatan secara komprehensif terhadap klien trauma dada ini
  • Tujuan Khusus
Setelah melakukan pembelajaran tentang asuhan keperawatan dengan bronchitis kronis. Maka mahasiswa/i diharapkan mampu :
  1. Melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan trauma dada
  2. Merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan trauma dada
  3. Merencanakan tindakan keperawatan pada klien dengan trauma dada
  4. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan trauma dada
  5. Melaksanakan evaluasi keperawatan pada klien dengan trauma dada













BAB II
TINJAUAN TEORITIS
I.                   DEFINISI
Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat gangguan emosional yang hebat (Brooker, 2001).
Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang dari 44 tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor implikasi pada trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).
Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding thorax, baik trauma atau ruda paksa tajam atau tumpul. (Hudak, 1999).
Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding thorax, baik trauma atau ruda paksa tajam atau tumpul. (Lap. UPF bedah, 1994).
Trauma thorax adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang disebabkan oleh benda tajam atau bennda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat thorax akut
Hematotorax adalah tedapatnya darah dalam rongga pleura, sehingga paru terdesak dan terjadinya perdarahan.
Di dalam toraks terdapat dua organ yang sangat vital bagi kehidupan manusia, yaitu paru-paru dan jantung. Paru-paru sebagai alat pernapasan dan jantung sebagai alat pemompa darah. Jika terjadi benturan atau trauma pada dada, kedua organ tersebut bisa mengalami gangguan atau bahkan kerusakan.



II.                ETIOLOGI
ü  Tamponade jantung : disebabkan luka tusuk dada yang tembus ke mediastinum/daerah jantung.
ü  Hematotoraks : disebabkan luka tembus toraks oleh benda tajam, traumatik atau spontan
ü  Pneumothoraks : spontan (bula yang pecah) ; trauma (penyedotan luka rongga dada) ; iatrogenik (“pleural tap”, biopsi paaru-paru, insersi CVP, ventilasi dengan tekanan positif) (FKUI, 1995)
III.             ANATOMI FISIOLOGI
Kerangka rongga thorax, meruncing pada bagian atas dan berbentuk kerucutterdiri dari sternum, 12 vertebra thoracalis, 10 pasang iga yang berakhir di anterior dalam segmen tulang rawan dan 2 pasang yang melayang.
Kartilago dari 6 igamemisahkan articulasio dari sternum, kartilago ketujuh sampai sepuluh berfungsimembentuk tepi kostal sebelum menyambung pada tepi bawah sternu. Perluasanrongga pleura di atas klavicula dan di atas organ dalam abdomen penting untuk dievaluasi pada luka tusuk.
Musculus pectoralis mayor dan minor merupakanmuskulus utama dinding anterior thorax. Muskulus latisimus dorsi, trapezius,rhomboideus, dan muskulus gelang bahu lainnya membentuk lapisan muskulus posterior dinding posterior thorax. Tepi bawah muskulus pectoralis mayor membentuk lipatan/plika aksilaris posterior.
Dada berisi organ vital paru dan jantung, pernafasan berlangsung dengan bantuan gerak dinding dada. Inspirasi terjadi karena kontraksi otot pernafasan yaitumuskulus interkostalis dan diafragma, yang menyebabkan rongga dada membesar sehingga udara akan terhisap melalui trakea dan bronkus.
Pleura adalah membran aktif yang disertai dengan pembuluh darah danlimfatik. Disana terdapat pergerakan cairan, fagositosis debris, menambal kebocoranudara dan kapiler. Pleura visceralis menutupi paru dan sifatnya sensitif, pleura ini berlanjut sampai ke hilus dan mediastinum bersama – sama dengan pleura parietalis,yang melapisi dinding dalam thorax dan diafragma.
Pleura sedikit melebihi tepi paru pada setiap arah dan sepenuhnya terisi dengan ekspansi paru – paru normal, hanyaruang potensial yang ada.Diafragma bagian muskular perifer berasal dari bagian bawah iga keenamkartilago kosta, dari vertebra lumbalis, dan dari lengkung lumbokostal, bagianmuskuler melengkung membentuk tendo sentral.
Nervus frenikus mempersarafimotorik dari interkostal bawah mempersarafi sensorik. Diafragma yang naik setinggi putting susu, turut berperan dalam ventilasi paru – paru selama respirasi biasa /tenang sekitar 75%.

IV.             PATOFISIOLOGI
Rongga dada terdiri dari sternum, 12 verebra torakal, 10 pasang iga yang berakhir di anterior dalam segmen tulang rawan dan 2 pasang iga yang melayang. Di dalam rongga dada terdapat paru-paru yang berfungsi dalam sistem pernafasan. Apabila rongga dada mengalami kelainan, maka akan terjadi masalah paru-paru dan akan berpengaruh juga bagi sistem pernafasan.
Akibat trauma dada disebabkan karena:
Tension pneumothorak cedera pada paru memungkinkan masuknya udara (tetapi tidak keluar) ke dalam rongga pleura, tekanan meningkat, menyebabkan pergeseran mediastinum dan kompresi paru kontralateral demikian juga penurunan aliran baik venosa mengakibatkan kolapnya paru. Pneumothorak tertutup dikarenakan adanya tusukan pada paru seperti patahan tulang iga dan tusukan paru akibat prosedur infasif penyebabkan terjadinya perdarahan pada rongga pleural meningkat mengakibatkan paru-paru akan menjadi kolaps.
Kontusio paru mengakibatkan tekanan pada rongga dada akibatnya paru-paru tidak dapat mengembang dengan sempurna dan ventilasi menjadi terhambat akibat terjadinya sesak nafas. Sianosis dan tidak menutup kemungkinan akan terjadi syok.

Pathways

V.                MANIFESTASI KLINIS
ü  Nyeri pada tempat trauma, bertambah pada saat inspirasi.
ü  Pembengkakan lokal dan krepitasi yang sangat palpasi.
ü  Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek.
ü  Dyspnea, takipnea
ü  Takikardi
ü  Tekanan darah menurun.
ü  Gelisah dan agitasi
ü  Kemungkinan cyanosis.
ü  Batuk mengeluarkan sputum bercak darah.
ü  Hypertympani pada perkusi di atas daerah yang sakit.

  1. VI.             KLASIFIKASI
Trauma thorak klasifikasikan menjadi :
I.             Trauma tembus (tajam)
    1. Terjadi diskontinuitas dinding toraks (laserasi) langsung akibat penyebab trauma
    2. Terutama akibat tusukan benda tajam (pisau, kaca, dsb) atau peluru
    3. Sekitar 10-30% memerlukan operasi torakotomi2.
Trauma tembus, biasanya disebabkan tekanan mekanikal yang dikenakan secara direk yang berlaku tiba-tiba pada suatu area fokal. Pisau atau projectile, misalnya, akanmenyebabkan kerusakan jaringan dengan stretching dan crushing dan cedera biasanya menyebabkan batas luka yang sama dengan bahan yang tembus pada jaringan.
Berat ringannya cidera internal yang berlaku tergantung pada organ yangtelah terkena dan seberapa vital organ tersebut. Derajat cidera tergantung pada mekanisme dari penetrasi dan temasuk, diantarafaktor lain, adalah efisiensi dari energy yang dipindahkan dari obyek ke jaringan tubuhyang terpenetrasi.
Faktor faktor lain yang berpengaruh adalah karakteristik dari senjata, seperti kecepatan, size dari permukaan impak, serta densitas dari jaringantubuh yang terpenetrasi.
Pisau biasanya menyebabkan cidera yang lebih kecil karena iatermasuk proyektil dengan kecepatan rendah. Luka tusuk yang disebabkan oleh pisausebatas dengan daerah yang terjadi penetrasi. Luka disebabkan tusukan pisau biasanyadapat ditoleransi, walaupun tusukan tersebut pada daerah jantung, biasanya dapatdiselamatkan dengan penanganan medis yang maksimal.
Peluru termasuk proyektil dengan kecepatan tinggi, dengan biasanya bisamencapai kecepatan lebih dari 1800-2000 kali per detik. Proyektil dengan kecepatan yang tinggi dapat menyebabkan dapat menyebabkan berat cidera yang samadenganseperti penetrasi pisau, namun tidak seperti pisau, cidera yang disebabkan olehpenetrasi peluru dapat merusakkan struktur yang berdekatan dengan laluan peluru.
Ini karena disebabkan oleh terbentuknya kavitas jaringan dan dengan menghasilkangelombang syok jaringan yang bisa bertambah luas. Tempat keluar peluru mempunyadiameter 20-30 kali dari diameter peluru.

2.      Trauma tumpul
    1. Tidak terjadi diskontinuitas dinding toraks.
    2. Terutama akibat kecelakaan lalu-lintas, terjatuh, olahraga, crush atau blastinjuries.
    3. Kelainan tersering akibat trauma tumpul toraks adalah kontusio paru
    4. Sekitar <10% yang memerlukan operasi torakotomi
    5. Trauma tumpul lebih sering didapatkan berbanding trauma tembus,kira-kiralebih dari 90% trauma thoraks.
Dua mekanisme yang terjadi pada trauma tumpul:
-          transfer energi secara direk pada dinding dada dan organ thoraks
-          deselerasideferensial, yang dialami oleh organ thoraks ketika terjadinya impak.

Benturan yangsecara direk yang mengenai dinding torak dapat menyebabkan luka robek dan kerusakan dari jaringan lunak dan tulang seperti tulang iga. Cedera thoraks dengantekanan yang kuat dapat menyebabkan peningkatan tekanan intratorakal sehingga menyebabkan ruptur dari organ organ yang berisi cairan atau gas.

VII.          KOMPLIKASI
    1. Surgical Emfisema Subcutis
Kerusakan pada paru dan pleura oleh ujung patahan iga yang tajam memungkinkan keluarnya udara ke dalam cavitas pleura dari jaringan dinding dada, paru.
Tanda-tanda khas: penmbengkakan kaki, krepitasi.
  1. Cedera Vaskuler
Di antaranya adalah cedera pada perikardium dapat membuat kantong tertutup sehingga menyulitkan jantung untuk mengembang dan menampung darah vena yang kembali. Pembulu vena leher akan mengembung dan denyut nadi cepat serta lemah yang akhirnya membawa kematian akibat penekanan pada jantung.
  1. Pneumothorak
Adanya udara dalam kavum pleura. Begitu udara masuk ke dalam tapi keluar lagi sehingga volume pneumothorak meningkat dan mendorong mediastinim menekan paru sisi lain.
  1. Pleura Effusion
Adanya udara, cairan, darah dalam kavum pleura, sama dengan efusi pleura yaitu sesak nafas pada waktu bergerak atau istirahat tetapi nyeri dada lebih mencolok. Bila kejadian mendadak maka pasien akan syok.
Akibat adanya cairan udara dan darah yang berlebihan dalam rongga pleura maka terjadi tanda – tanda :
-          Dypsnea sewaktu bergerak/ kalau efusinya luas pada waktu istirahatpun bisa terjadi dypsnea.
-          Sedikit nyeri pada dada ketika bernafas.
-          Gerakan pada sisi yang sakit sedikit berkurang.
-          Dapat terjadi pyrexia (peningkatan suhu badan di atas normal).
  1. Plail Chest
Pada trauma yang hebat dapat terjadi multiple fraktur iga dan bagian tersebut. Pada saat insprirasi bagian tersebut masuk sedangkan saat ekspirasi keluar, ini menunjukan adanya paroxicqalmution (gerakan pernafasan yang berlawanan)
  1. Hemopneumothorak
Yaitu penimbunan udara dan darah pada kavum pleura.

VIII.       PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
ü  Radiologi : foto thorax (AP).
ü  Gas darah arteri (GDA), mungkin normal atau menurun.
ü  Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa.
ü  Hemoglobin : mungkin menurun.
ü  Pa Co2 kadang-kadang menurun.
ü  Pa O2 normal / menurun.
ü  Saturasi O2 menurun (biasanya).
ü  Toraksentesis : menyatakan darah/cairan,

IX.             PENATALAKSANAAN
ü  Konservatif
  • Pemberian analgetik
  • Pemasangan plak/plester
  • Jika perlu antibiotika
  • Fisiotherapy
ü  Operatif/invasif
  • Pamasangan Water Seal Drainage (WSD).
  • Pemasangan alat bantu nafas.
  • Pemasangan drain.
  • Aspirasi (thoracosintesis).
ü  Operasi (bedah thoraxis)
ü  Tindakan untuk menstabilkan dada:
  • Miring pasien pada daerah yang terkena.
  • Gunakan bantal pasien pada dada yang terkena
  • Gunakan ventilasi mekanis dengan tekanan ekspirai akhir positif, didasarkan pada kriteria sebagai berikut:
  1. Gejala contusio paru
  2. Syok atau cedera kepala berat.
  3. Fraktur delapan atau lebih tulang iga.
  4. Umur diatas 65 tahun.
  5. Riwayat penyakit paru-paru kronis.
ü  Pasang selang dada dihubungkan dengan WSD, bila tension Pneumothorak mengancam.
ü  Oksigen tambahan
BAB III
ASKEP TEORITIS

1.      PENGKAJIAN
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh (Boedihartono, 1994 : 10).Pengkajian pasien dengan trauma thoraks  (. Doenges, 1999) meliput :
A.    Pola Gordon
  1. Aktivitas / istirahat
Gejala : dipnea dengan aktivitas ataupun istirahat
  1. Sirkulasi
Tanda : Takikardia ; disritmia ; irama jantunng gallops, nadi apical berpindah,tanda Homman ; TD : hipotensi/hipertensi ; DVJ
  1. Integritas ego
Tanda : ketakutan atau gelisah
  1.  Makanan dan cairan
Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral/infuse tekanan.
  1. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : nyeri uni laterl, timbul tiba-tiba selama batuk atau regangan, tajamdan nyeri, menusuk-nusuk yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinanmenyebar ke leher, bahu dan abdomen.Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, mengkerutkanwajah

  1. Pernapasan
Gejala : kesulitan bernapas ; batuk ; riwayat bedah dada/trauma, penyakit parukronis, inflamasi,/infeksi paaru, penyakit interstitial menyebar, keganasan ;pneumothoraks spontan sebelumnya, PPOM.Tanda : Takipnea  peningkatan kerja napas ; bunyi napas turun atau tak ada ;fremitus menurun ; perkusi dada hipersonan ; gerakkkan dada tidak sama ;kulit  pucat,  sian osis,  berkeringat,  krepitasi  subkutan  ;  mental  ansietas,bingung, gelisah, pingsan ; penggunaan ventilasi mekanik tekanan positif

  1. keamanan
Geajala : adanya trauma dada ; radiasi/kemoterapi untuk kkeganasan
  1. Penyuluhan / pembelajaran
Gejala  :  riwayat  factor  risiko  keluarga,  TBC,  kanker  ;  adanya  bedahintratorakal/biopsy paru
B.  Pemeriksaan Fisik
1.    Sistem Pernapasan :
a.    Sesak napas
b.    Nyeri, batuk-batuk.
c.    Terdapat retraksi klavikula/dada.
d.    Pengambangan paru tidak simetris.
e.    Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain.
f.      Pada perkusi ditemukan Adanya suara sonor/hipersonor/timpani, hematotraks (redup)
g.    Pada asukultasi suara nafas menurun, bising napas yang berkurang/menghilang.
h.    Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas.
i.      Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
j.      Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.

2.    Sistem Kardiovaskuler :
a.    Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk.
b.    Takhikardia, lemah
c.    Pucat, Hb turun /normal.
d.    Hipotensi.

3.    Sistem Persyarafan :
a.    Tidak ada kelainan.

4.    Sistem Perkemihan.
a. Tidak ada kelainan.

5.    Sistem Pencernaan :
a.    Tidak ada kelainan.

6.    Sistem Muskuloskeletal - Integumen.
a.    Kemampuan sendi terbatas
b.    Ada luka bekas tusukan benda tajam.
c.    Terdapat kelemahan.
d.    Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan.

7.    Sistem Endokrine
a.    Terjadi peningkatan metabolisme.
b.    Kelemahan.

8.    Sistem Sosial / Interaksi.
a.    Tidak ada hambatan.

9.    Spiritual :
a.    Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.

II.          DIAGNOSA KEPERAWATAN
    1. Ketidakefektifan pola pernapasan b/d ekpansi paru yang tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan.
    2. Inefektif bersihan jalan napas b/d peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
    3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow drainage.






III.       INTERVENSI
Intervensi dan implementasi keperawatan yang muncul pada pasien dengan trauma thorax (Wilkinson, 2006) meliputi :

  • Diagnosa 1 : Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak maksimal karena trauma.
Tujuan : Pola pernapasan efektive.
Kriteria hasil :
  • Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive.
  • Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
  • Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.
Intervensi :
  1. Berikan posisi .
Rasionalnya : Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit.
  1. Obsservasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital.
Rasionalnya : Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebgai akibat stress fifiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.
  1. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
Rasionalnya : Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
  1. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.
Rasionalnya : Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
  1. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.
Rasionalnya : Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.
  1. Perhatikan alat bullow drainase berfungsi baik, cek setiap 1 – 2 jam :
  2. Periksa pengontrol penghisap untuk jumlah hisapan yang benar.
    rasiobalnya : Mempertahankan tekanan negatif intrapleural sesuai yang diberikan, yang meningkatkan ekspansi paru optimum/drainase cairan.
  3. Periksa batas cairan pada botol penghisap, pertahankan pada batas yang ditentukan.
    rasionalnya : Air penampung/botol bertindak sebagai pelindung yang mencegah udara atmosfir masuk ke area pleural.
  4. Observasi gelembung udara botol penempung.
Rasionalnya : gelembung udara selama ekspirasi menunjukkan lubang angin dari penumotoraks/kerja yang diharapka. Gelembung biasanya menurun seiring dnegan ekspansi paru dimana area pleural menurun. Tak adanya gelembung dapat menunjukkan ekpsnsi paru lengkap/normal atau slang buntu.
  1. Posisikan sistem drainage slang untuk fungsi optimal, yakinkan slang tidak terlipat, atau menggantung di bawah saluran masuknya ke tempat drainage. Alirkan akumulasi dranase bela perlu.
rasionalnya b: osisi tak tepat, terlipat atau pengumpulan bekuan/cairan pada selang mengubah tekanan negative yang diinginkan.

  • Diagnosa II : Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
Tujuan : Jalan napas lancar/normal
Kriteria hasil :
  • Menunjukkan batuk yang efektif.
  • Tidak ada lagi penumpukan sekret di sal. pernapasan.
  • Klien nyaman.
Intervensi :
  1. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan.
Rasionalnya : Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
  1. Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
Rasionalnya :  Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.

  • Diagnosa III : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow drainage.
Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
Kriteria Hasil :
  • tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
  • luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
  • Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi :
  1. Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.
    rasionalnya : mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat.
  2. Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.
    rasionalnya : mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah
  3. Pantau peningkatan suhu tubuh.
Rasionalnya : suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses peradangan.
  1. Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril, gunakan plester kertas.
Rasionalnya : tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi.
  1.  Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement.
Rasionalnya : agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit normal lainnya.
  1. Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
    rasionalnya : balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak nya luka, agar tidak terjadi infeksi.
  2. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
Rasionalnya : antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang berisiko terjadi infeksi.




IV. IMPLEMENTASI
Diagnosa 1 : Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak maksimal karena trauma.
Ø  Memberikan posisi yang nyaman, biasanya dnegan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
Ø  Mengobsservasi  fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital.
Ø  Menjelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
Ø  Menjelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.
Ø   Menjelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.
Ø  Mempertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.
Ø  Memperhatikan alat bullow drainase berfungsi baik, cek setiap 1 – 2 jam :
Ø  Memeriksa pengontrol penghisap untuk jumlah hisapan yang benar.
Ø  Memeriksa batas cairan pada botol penghisap, pertahankan pada batas yang ditentukan.
Ø  Mengobservasi gelembung udara botol penempung.
Ø  Memposisikan sistem drainage slang untuk fungsi optimal, yakinkan slang tidak terlipat, atau menggantung di bawah saluran masuknya ke tempat drainage. Alirkan akumulasi dranase bela perlu.
Diagnosa II : Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
Ø  Menjelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan.
Ø  Mengajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
Ø  Mengajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
Ø  Memantau peningkatan suhu tubuh.


Diagnosa III : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow drainage.
Ø  Mengkaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.
Ø  Mengkaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.
Ø  Memantau peningkatan suhu tubuh.
Ø  Memberikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril, gunakan plester kertas.
Ø   Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement.
Ø  Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
Ø  Mengkolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.


V. EVALUASI
S : Data subjektif yaitu data yang di rasakan pasien.
O: objektif yaitu data yang di dapatkan dari hasil pengukuran maupun yang tampak dari pasien.
A: Assigment yaitu keterangan tindakan keperawatan yang harus di lanjutkan atau masalah teratasi.
P: planing yaitu tindakan keperawatan yang telah di rencanakan.




DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. EGC : Jakarta.Boedihartono, 1994. Proses Keperawatan di Rumah Sakit. EGC : Jakarta.
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. EGC : Jakarta.
Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC : Jakarta.
FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu bedah. Binarupa Aksara : Jakarta
Hudak, C.M. 1999. Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC.
Nasrul Effendi. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. EGC. Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8 Vol.3. EGC : Jakarta.
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC : Jakarta.
http://www.iwansain.wordpress.com


1 comment: