PEMERIKSAAN FISIK
SISTEM PERNAPASAN
Dosen
Pembimbing : H. Supriyo, SST
Disusun Oleh :
Abdul Ghofur
(P17420313047)
Akhmad Aji Mulyanto
(P17420313048)
Amilatul Kamilah (P17420313049)
Annisa Resiana (P17420313050)
Arif Allama (P17420313051)
Bagus Alwibowo (P17420313052)
Dea Fera Indikasari
(P17420313053)
Dedy Samsun Hidayat
(P17420313054)
Dewi Aisyah (P17420313055)
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
PRODI DIII KEPERAWATAN
PEKALONGAN
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pemeriksaan sistem
respirasi merupakan satu dari sistem-sistem yang ada pada tubuh manusia.
Pemeriksaan dilakukan untuk mendapatkan data objektif yang dilakukan dengan
cara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Pemeriksaan fisik adalah
pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan atau hanya bagian tertentu yang
dianggap perlu untuk nmemepertoleh data yang sistematid dan komprehensif,
memastikan/membuktikan hasil anamnesa, menentukan masalah dan merencanakan
tindakann keperawatan yang tepat bagi klien (Dewi Sartika,2010)
B. Tujuan
1.
Untuk
mengetahui apa saja yang harus diperiksa pada organ pernafasan
yang menderita gangguan pernafasan
2.
Untuk mengetahui tindakan
keperawatan yang harus dilakukan saat melakukan pemeriksaan fisik sistem
pernapasan
C. Rumusan
Masalah
1. Apa saja yang harus dilakukan pada
pemeriksaan fisik sistem pernafasan?
2. Tindakan keperawatan apa sajakah
yang harus dilakukan saat pemeriksaan fisik sistem pernafasan ?
BAB
II
PEMERIKSAAN
FISIK SISTEM PERNAFASAN
A. Pemeriksaan Fisik Tanda dan Gejala
(head to too) Sistem Pernafasan
1. Inspeksi Dada Posterior dan Anterior
Inspeksi
pasien meliputi pemeriksaan terhadap adanya atau tak adanya beberapa factor.
a. Sianosis adalah satu faktor dimana
kita paling tertarik. Sianosis memang sulit untuk mendeteksi bila pasien
anemis, dan pasien yang mengalami polisitemik dapat mengalami sianosis pada
ekstremitas meskipun tekanan oksigen normal. Secara umum kita membedakan antara
sianosis perifer dengan sianosis sentral. Sianosis perifer terjadi pada
ekstremitas atau pada ujung hidung atau telinga, meskipun dengan tekanan
oksigen normal, atau bila ada penurunan aliran darah pada area ini, khususnya
bila area ini dingin atau sakit. Sianosis sentral terlihat pada lidah dan
bibir, mempunyai arti paling besar; ini berarti pasien secara nyata mengalami
penurunan tekanan oksigen. Pernapasan “bekerja” adalah tanda penting untuk diperiksa;
kita tertarik untuk mengetahui apakah pasien menggunakan otot asesori
pernapasan. Terdapat bicara terbata-bata dapat diobservasi. Pola bicara yang
terhenti ini disebabkan oleh udara napas. Kadang-kadang jumlah kata yang dapat
disebutkan oleh pasien sebelum menarik napas untuk napas berikutnya adalah
pengukuran yang baik terhadap jumlah pernapasan bekerja.
b. Peningkatan diameter anteroposterior
(AP) dada (mis., peningkatan dalam ukuran dada dari depan ke belakang) juga
diperiksa. Ini sering disebabkan oleh ekspansi maksimal paru pada penyakit paru
obstruksi, tetapi peningkatan dalam diameter AP juga dapat terjadi pada pasien
yang mengalami kifosis (lengkung ke depan pada tulang belakang.
Deformitas
dan jaringan parut dada penting dalam membantu menentukan penyebab distres
paru. Sebagai contoh, jaringan parut dapat merupakan indikasi pertama bahwa
pasien pernah mengalami pengangkatan paru. Deformitas paru seperti
kifoskoliosis dapat menunjukan mengapa pasien mengalami distres paru.
Postur
pasien juga harus dikaji, karena pasien dengan penyakit paru obstruktif sering
duduk dan menyangga diri dengan tangan atau menyangga dengan siku di meja
sebagai upaya untuk tetap-mengangkat klavikula sehingga memperluas kernampuan
ekspansi dada.
c. Posisi trakea juga penting diobservasi.
Apakah trakea pada garis tengah leher atau deviasi ke satu sisi? Efusi pleural
atau tekanan pnernotoraks selalu membuat deviasi trakea ke sisi jauh dari yang
sakit. Pada atelektasis, trakea sering tertarik pada sisi yang sakit.
Frekwensi
pernapasan adalah parameter penting untuk diperhatikan; ini harus dihitung
sedikitnya 15 detik lebih sering dari baisanya. Seringkali frekwensi pernapasan
dicatat sebagai 20 kali per menit, yang sering berarti bahwa frekwensi
diperkirakan daripada menghitungnya.
d. Kedalaman pernapasan sering berarti
sebagai frekwensi pernapasan. Sebagai contoh, bila pasien bernapas 40 kali per
menit, seseorang dapat berpikir masalah pernapasan berat terjadi, tetapi bila
pernapasan sangat dalam pada frekwensi tersebut, ini dapat berarti pasien
mengalami pernapasan Kussmaul sehubungan dengan sidosis diabetik atau asidosis
lain. Namun demikian, bila pernapasan dangkal pada frekwensi 40 kali per menit,
dapat menunjukan distres pernapasan berat karena penyakit paru obstruktif,
penyakit paru restriktif, atau masalah paru lain.
Durasi inspirasi versus durasi ekspirasi penting dalam menentulcan apakah ada obstruksi jalan napas. Pada pasien dengan penyakti paru obstruktif, ekspirasi memanjang lebih dari 1½ kali panjang inspirasi.
Durasi inspirasi versus durasi ekspirasi penting dalam menentulcan apakah ada obstruksi jalan napas. Pada pasien dengan penyakti paru obstruktif, ekspirasi memanjang lebih dari 1½ kali panjang inspirasi.
e. Observasi ekspansi dada umum adalah
bagian integral dalam pengkajian pasien. Secara normal kita mengharapkan kurang
lebih 3 inci ekspansi pada ekspirasi maksimal ke inspirasi maksimal. Gerakan
abdomen dalarn upaya pernapasan (normal terjadi pada pria daripada wanita) dapat
diobservasi. Spondilitis ankilosis atau artritis Marie- StAimpell adalah satu
kondisi dimana ekspansi dada umurn terbatas. Perbandingan ekspansi dada atas
dengan dada bawah dan observasi gerakan diafragma untuk menentukan apakah
pasien dengan penyakit obstruksi paru difokuskan pada ekspansi dada bawah dan
penggunaan diafragma dengan benar. Lihat pada ekspansi satu sisi dada versus
sisi yang lain, memperlihatkan bahwa atelektasis, khususnya yang disebakan oleh
plak mukus, dapat menyebabkan menurunnya ekspansi dada unilateral.
Emboli
paru, pnemonia, efusi pleural, pnemotoraks, atau penyebab nyeri dada lain
seperti fraktur iga, dapat menimbulkan menurunnya ekspansi paru. Pemasangan
endotrakeal atau nasotrakeal yang terlalu dalarn sehingga meluas ke antara
trakea kedalam salah satu cabang utama bronkus (biasanya kanan) adalah penyebab
serius dan sering menurunkan ekspansi salah satu dada. Bila selang masuk ke
cabang utama bronkus kanan maka paru kanan tidak ekspansi, dan pasien biasanya
mengalami hipoksemia dan atelektasis pada sisi kiri. Untungnya perawat selalu
menyadari potensial masalah ini sehingga mengenali masalah ini.
Bila
terjadi retraksi interkostal (mis., penyedotan pada otot dan kulit atau iga
selama inspirasi) selalu berarti bahwa pasien membuat upaya lebih besar pada
inspirasi daripada normal. Biasanya ini menandakan bahwa paru kurang komplain
(lebih kaku) dari biasanya. Penggunaan otot bantu napas, yang terlihat dengan
mengangkat bahu, menunjukan peningkatan kerja pernapasan.
Efektivitas
dan frekwensi batuk pasien penting untuk dilaporkan, juga karakteristik sputum
seperti jumlah, warna, dan konsistensi.
2. Palpasi Dada Posterior dan Anterior
Palpasi
dada dilakukan dengan meletakan turnit tangan mendatar di atas dada pasien.
Seringkali kita menentukan apakah fremitus taktil ada. Kita melakukan ini
dengan meminta pasien mengatakan “sembilan-sembilan.” Secara normal, bila
pasien mengikuti instruksi itu, vibrasi terasa pada luar dada di tangan
pemeriksa. Ini mirip dengan vibrasi yang terasa pada peletakan tangan di dada
kucing bila ia sedang mendengkur. Pada pasien normal fremitus taktil ada. Ini
dapat menurun atau takada bila terdapat sesuatu dintara tangan pemeriksa dan
paru pasien serta dinding dada. Sebagai contoh, bila ada efusi pleural, penebalan
pleural atau pnemotorak akan tidak mungkin merasakan vibrasi ini atau vibrasi
menurun. Bila pasien mengalami atelektasis karena sumbatan jalan napas, vibrasi
juga takdapat dirasakan. Fremitus taktil agak meningkat pada kondisi
konsolidasi, tetapi deteksi terhadap ini sulit. Hanya dengan palpasi pada dada
pasien dengan napas perlahan, seseorang dapat merasakan ronki yang dapat diraba
yang berhubungan dengan gerakan mukus padajalan napas besar.
3. Perkusi Dada Posterior dan Anterior
Pada
perkusi dada pasien, kita harus mengunakan jari yang ditekan mendatar di atas
dada; ujung jari ini diketokan di atas tulang tengah jari dengan jari dominan.
Normalnya dada mempunyai bunyi resonan atau gaung perkusi. Pada penyakit dimana
ada peningkatan udara pada dada atau, paru-paru seperti pada pneumotoraks dan
emfisema dapat terjadi hiperesonan (bahkan lebih seperti bunyi drum). Perkusi
hiperesonan kadang-kadang sulit dideteksi. yang lebih penting adalah perkusi
pekak atau kempis seperti terdengar bila perkusi di atas bagian tubuh yang
berisi udara. Perkusi pekak dan kempis terdengar bila paru di bawah tangan
pemeriksa mengalami atelektasis, pnemonia, efusi pleural, penebalan pleural
atau lesi massa. Perkusi pekak atau kempis juga terdengar pada perkusi di atas
jantung.
4. Auskultasi Dada Posterior dan
Anterior
Pada
auskultasi, secara umum menggunakan diafragma stetoskop dan menekannya di atas
dinding dada. Penting untuk mendengarkan intensitas atau kenyaringan bunyi
napas dan menyadari bahwa secara normal ada peningkatan kenyaringan bunyi napas
bila pasien menarik napas dalam maksimum sebagai lawan napas sunyi. Intensitas
bunyi napas dapat menurun karena penurunan aliran udara melalui jalan napas
atau peningkatan penyekat antara stetoskop dengan paru. Pada obstruksi jalan
napas seperti penyakit paru obstruksi menahun (PPOM) atau atelektasis,
intensitas bunyi napas menurun. Dengan napas dangkal ada penurunan gerakan
udara melalui jalan napas dan bunyi napas juga tidak keras. Pada gerakan ter
batas dari diafragma toraks, dapat menurunkan bunyi napas pada area yang
terbatas gerakannya. Pada penebalan pleural, efusi pleural, pnemotoraks, dan
kegemukan ada substansi abnormal Oaringan fibrosa, cairan, udara, atau lemak)
antara stetoskop dan paru di bawahnya; substansi ini menyekat bunyi napas dari
stetoskop, membuat bunyi napas menjadi tak nyaring.
Secara
umum, ada tiga tipe bunyi yang terdengar pada dada normal:
a. bunyi napas vesikuler, yang
terdengar pada perifer paru normal;
b. bunyi napas bronkial, yang terdengar
di atas trakea;
c. bunyi napas bronkovesikuler yang
terdengar pada kebanyakan area paru dekat jalan napas utama
Bunyi
napas bronkial adalah bunyi nada tinggi yang tampat terdengar dekat telinga,
keras, dan termasuk penghentian antara inspirasi dan ekspirasi. Bunyi napas
vesikuler lebih rendah, mempunyai kualitas desir, dan termasuk takada
penghentian antara inspirasi dan ekspirasi. Bunyi napas bronkovesikuler
menunjukan bunyi setengah jalan antara kedua tipe bunyi napas. Bunyi napas
bronkial, selain terdengar pada trakea orang normal, juga terdengar pada
beberapa situasi dimana ada konsolidasi-contohnya pnemonia. Bunyi napas
bronkial juga terdengar di atas efusi pleural dimana paru normal tertekan.
Dimanapun terdengar napas bronkial, di sini bisajuga terjadi dua hal lain yang
berhubungan dengan perubahan: (1) perubahan E ke A, dan (2) desiran otot
pektoralis. Perubahan E ke A hanya berarti bahwa bila seseorang mendengar
dengan stetoskop dan pasien mengatakan “E” apa yang didengar orang tersebut
secara nyata adalah bunyi A daripada bunyi E. Ini terjadi bila ada konsolidasi.
Desiran
otot pektoralis adalah adanya volume keras yang terdengar melalui stetoskop
bila pasien berbisik. Pada pernapasan bronkial dan dua perubahan akan ada, yang
harus ada juga adalah (1) terbukanya jalan napas dan tertekannya alveoli, atau
(2) alveoli dimana udara telah digantikan oleh cairan.
Bunyi lain
yang terdengar dengan stetoskop meliputi crackles, mengi, dan gesekan.
a. Crackles
Crackles adalah bunyi yang jelas, bunyi terus menerus
terbentuk oleh jalan napas kecil yang terbuka kembali atau tertutup kembali
selama akhir inspirasi. Crackles terjadi padapnernonia, gagal jantung
kongestif, dan fibrosis pulmonalis. Baik crackles inspirasi maupun ekspirasi
dapat terauskultasi pada bronkiektaksis. Crackles keras dapat terdengar pada
edema pulmonalis dan pada pasien sekarat. Seringkali crackles keras dapat
terdengar tanpa stetoskop karena ini terjadi padajalan napas besar.
b. Dispnea
Dispnea (kesulitan bernapas atau pernapasan labored, napas
pendek) adalah gejala umum pada banyak kelainan pulmonal dan jantung terutama
jika terdapat peningkatan kekakuan paru dan tahanan jalan napas. Dispnea
mendadak pada individu normal dapat menunjukkan pneumotoraks (udara dalam
rongga pleura). Pada pasien yang sakit atau setelah menjalani pembedahan
disonea mendadak menunjukkan adanya embolisme pulmonal.
c. Orthopnea
Orthopnea (tidak dapat bernapas dengan mudah kecuali dalam
posisi tegak, mungkin ditemukan pada orang yang mengidap penyakit jantung dan
penyakit obstruktif paru menahun (PPOM). Pernapasan bising dapat dijumpai
akibat penyempitan jalan napas atau obstruksi setempat bronkus besar oleh tumor
atau benda asing.
d. Bunyi ekstra
Bunyi ekstra seperti mengi berarti adanya penyempitan jalan
napas. Ini dapat disebabkan oleh asma, benda asing, mukus di jalan napas,
stenosis, dan lain-lain. Bila mengi terdengar hanya pada ekspirasi, disebut
mengi; bila bunyi mengi terjadi pada inspirasi dan ekspirasi, biasanya
berhubungan dengan tertahannya sekresi.
Friction rub terdengar bila ada penyakit pleural seperti emboli pulmonal, pnemonia perifer, atau pleurisi, dan ini sering sulit untuk membedakannya dari ronki. Bila bunyi abnormal makin jelas setelah batuk, biasanya berarti bunyi tersebut lebih sebagai ronki daripada friction rub
Friction rub terdengar bila ada penyakit pleural seperti emboli pulmonal, pnemonia perifer, atau pleurisi, dan ini sering sulit untuk membedakannya dari ronki. Bila bunyi abnormal makin jelas setelah batuk, biasanya berarti bunyi tersebut lebih sebagai ronki daripada friction rub
B. Pengkajian Kemampuan Bernafas
Orang
dewasa normal yang cukup istirahat bernapas 12 s.d 18 kali permenit (Brunner,
2000). Bradipnea, atau pernapasan lambat berkaitan dengan penurunan tekanan
intra kranial, cedera otak, dan takar lajak obat, sedangakan takipnea adalah
pernapasan cepat, umumnya tanpak pada pasien pneumonia, edema pulmonal,
asidosis metabolik, septikemia, nyeri hebat, dan fraktur iga.
Frekuensi
napas normal tergantung umur :
a.
Usia
baru lahir sekitar 35 – 50 x/menit
b.
Usia
< 2 tahun 25 – 35 x/menit
c.
Usia
2-12 tahun 18 – 26 x/menit
d.
Dewasa
16 – 20 x/menit
e.
Takhipnea :Bila pada dewasa pernapasan lebih
dari 24 x/menit
f.
Bradipnea
: Bila kurang dari 10 x/menit disebut
g.
Apnea
: Bila tidak bernapas
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pemeriksaan sistem
pernapasan terdiri dari inspeksi dada posterior dan anterior, palpasi
dada posterior dan anterior, perkusi dada posterior dan anterior, auskultasi
dada posterior dan anterior.
B. Saran
Jadilah perawat yang profesional dalam melakukan tindakan dan harus sesuai dengan prosedur dan SOP yang berlaku di institusi dan gunakanlah cara safety and comfort dalam melakukan tindakan apapun terhadap klien dan gunakanlah alat perlindungan diri ( APD ) untuk keamanan dalam bekerja.
Jadilah perawat yang profesional dalam melakukan tindakan dan harus sesuai dengan prosedur dan SOP yang berlaku di institusi dan gunakanlah cara safety and comfort dalam melakukan tindakan apapun terhadap klien dan gunakanlah alat perlindungan diri ( APD ) untuk keamanan dalam bekerja.
DAFTAR PUSTAKA
Priharjo, Robert. 1996. Pengkajian
Fisik Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
http://sistemrespirasis1-2b.blogspot.com/2013/09/makalah-kelompok-5_8456.html
http://eriesta-dwiestyani.blogspot.com/2012/12/pemeriksaan-fisik-dan-pengkajian-
pada.html
FORMAT PEMERIKSAAN FISIK
SISTEM PERNAPASAN
No
|
Langkah Pemeriksaan
|
Dilakukan
|
|
A
|
Persiapan
Alat:
1.
Stetoskop
2.
Senter
3.
Sarung tangan
4.
Masker
|
Ya
|
Tidak
|
B
|
Tahap
Pra Interaksi:
1.
Melakukan
verifikasi program pengakajian fisik sistem pernapasan
2.
Mencuci tangan
|
|
|
C
|
Tahap
Orientasi:
1.
Memberikan
salam sebagai pendekatan terapeutik
2.
Menjelaskan
tujuan dan prosedur tindakan pada klien/ keluarga
3.
Menanyakan kesiapan
klien sebelum tindakan dilakukan
|
|
|
D
|
Tahap
Kerja:
1.
Inspeksi
Toraks
a.
Observasi
pernapasan : RR (Respiratory rate), irama, dan kedalaman
b.
Inspeksi warna
kulit
c.
Inspeksi
konfigurasi dada dengan ratio
AP : T
d.
Inspeksi
strukrur skeletal
2.
Palpasi Toraks Posterior
a.
Palpasi dangkal
toraks posterior
b.
Palpasi dan
hitung tulang rusuk dan IC5
c.
Palpasi
processus spinosus
d.
Palpasi
ekspansi pernapasan
e.
Palpasi tactile
fremitus
3.
Perkusi Toraks Posterior
a.
Visualisasikan
penunjuk daerah toraks ( landmark)
b.
Perkusi daerah paru-
paru
c.
Perkusi
pergerakan diafragma
4.
Auksultasi Toraks Posterior
a.
Auksultasi
trakhea
b.
Auksultasi
bronkus
c.
Auksultasi paru
–paru ( bunyi napas)
5.
Palpasi Toraks Anterior
a.
Visualisasikan’ landmark’ toraks anterior
b.
Palpasi
ekspansi pernapasan
c.
Palpasi tactile
fremitus
6.
Perkusi Toraks Anterior
a.
Perkusi daerah
Paru- paru
7.
Auksultasi Toraks Anterior
a.
Auksultasi
trakea
b.
Auksultasi
bronkus
c.
Auksultasi
paru- paru ( bunyi napas)
|
|
|
E
|
Tahap
Terminasi:
1.
Melakukan
evaluasi tindakan
2.
Berpamitan
dengan klien
3.
Mencuci tangan
4.
Mencatat hasil
pengkajian pemeriksaan fisik
|
|
|
No comments:
Post a Comment