Thursday 2 October 2014

PEMERIKSAAN FISIK SISTEM PERNAPASAN



PEMERIKSAAN FISIK
SISTEM PERNAPASAN

 


Dosen Pembimbing : H. Supriyo, SST
Disusun Oleh :
Abdul Ghofur                         (P17420313047)
Akhmad Aji Mulyanto           (P17420313048)
Amilatul Kamilah                    (P17420313049)
Annisa Resiana                        (P17420313050)
Arif Allama                              (P17420313051)
Bagus Alwibowo                     (P17420313052)
            Dea Fera Indikasari                (P17420313053)
Dedy Samsun Hidayat            (P17420313054)
Dewi Aisyah                             (P17420313055)

                      POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
                 PRODI DIII KEPERAWATAN PEKALONGAN
                                                        BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pemeriksaan sistem respirasi merupakan satu dari sistem-sistem yang ada pada tubuh manusia. Pemeriksaan dilakukan untuk mendapatkan data objektif yang dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan atau hanya bagian tertentu yang dianggap perlu untuk nmemepertoleh data yang sistematid dan komprehensif, memastikan/membuktikan hasil anamnesa, menentukan masalah dan merencanakan tindakann keperawatan yang tepat bagi klien (Dewi Sartika,2010)
B.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui apa saja yang harus diperiksa pada organ pernafasan yang menderita gangguan pernafasan
2.      Untuk mengetahui tindakan keperawatan yang harus dilakukan saat melakukan pemeriksaan fisik sistem pernapasan

C.     Rumusan Masalah
1.      Apa saja yang harus dilakukan pada pemeriksaan fisik sistem pernafasan?
2.     Tindakan keperawatan apa sajakah yang harus dilakukan saat pemeriksaan fisik sistem pernafasan ?




BAB II
PEMERIKSAAN FISIK SISTEM PERNAFASAN

A.    Pemeriksaan Fisik Tanda dan Gejala (head to too) Sistem Pernafasan
1.      Inspeksi Dada Posterior dan Anterior
Inspeksi pasien meliputi pemeriksaan terhadap adanya atau tak adanya beberapa factor.
a.       Sianosis adalah satu faktor dimana kita paling tertarik. Sianosis memang sulit untuk mendeteksi bila pasien anemis, dan pasien yang mengalami polisitemik dapat mengalami sianosis pada ekstremitas meskipun tekanan oksigen normal. Secara umum kita membedakan antara sianosis perifer dengan sianosis sentral. Sianosis perifer terjadi pada ekstremitas atau pada ujung hidung atau telinga, meskipun dengan tekanan oksigen normal, atau bila ada penurunan aliran darah pada area ini, khususnya bila area ini dingin atau sakit. Sianosis sentral terlihat pada lidah dan bibir, mempunyai arti paling besar; ini berarti pasien secara nyata mengalami penurunan tekanan oksigen. Pernapasan “bekerja” adalah tanda penting untuk diperiksa; kita tertarik untuk mengetahui apakah pasien menggunakan otot asesori pernapasan. Terdapat bicara terbata-bata dapat diobservasi. Pola bicara yang terhenti ini disebabkan oleh udara napas. Kadang-kadang jumlah kata yang dapat disebutkan oleh pasien sebelum menarik napas untuk napas berikutnya adalah pengukuran yang baik terhadap jumlah pernapasan bekerja.
b.      Peningkatan diameter anteroposterior (AP) dada (mis., peningkatan dalam ukuran dada dari depan ke belakang) juga diperiksa. Ini sering disebabkan oleh ekspansi maksimal paru pada penyakit paru obstruksi, tetapi peningkatan dalam diameter AP juga dapat terjadi pada pasien yang mengalami kifosis (lengkung ke depan pada tulang belakang.
Deformitas dan jaringan parut dada penting dalam membantu menentukan penyebab distres paru. Sebagai contoh, jaringan parut dapat merupakan indikasi pertama bahwa pasien pernah mengalami pengangkatan paru. Deformitas paru seperti kifoskoliosis dapat menunjukan mengapa pasien mengalami distres paru.
Postur pasien juga harus dikaji, karena pasien dengan penyakit paru obstruktif sering duduk dan menyangga diri dengan tangan atau menyangga dengan siku di meja sebagai upaya untuk tetap-mengangkat klavikula sehingga memperluas kernampuan ekspansi dada.
c.       Posisi trakea juga penting diobservasi. Apakah trakea pada garis tengah leher atau deviasi ke satu sisi? Efusi pleural atau tekanan pnernotoraks selalu membuat deviasi trakea ke sisi jauh dari yang sakit. Pada atelektasis, trakea sering tertarik pada sisi yang sakit.
Frekwensi pernapasan adalah parameter penting untuk diperhatikan; ini harus dihitung sedikitnya 15 detik lebih sering dari baisanya. Seringkali frekwensi pernapasan dicatat sebagai 20 kali per menit, yang sering berarti bahwa frekwensi diperkirakan daripada menghitungnya.
d.      Kedalaman pernapasan sering berarti sebagai frekwensi pernapasan. Sebagai contoh, bila pasien bernapas 40 kali per menit, seseorang dapat berpikir masalah pernapasan berat terjadi, tetapi bila pernapasan sangat dalam pada frekwensi tersebut, ini dapat berarti pasien mengalami pernapasan Kussmaul sehubungan dengan sidosis diabetik atau asidosis lain. Namun demikian, bila pernapasan dangkal pada frekwensi 40 kali per menit, dapat menunjukan distres pernapasan berat karena penyakit paru obstruktif, penyakit paru restriktif, atau masalah paru lain.
Durasi inspirasi versus durasi ekspirasi penting dalam menentulcan apakah ada obstruksi jalan napas. Pada pasien dengan penyakti paru obstruktif, ekspirasi memanjang lebih dari 1½ kali panjang inspirasi.
e.       Observasi ekspansi dada umum adalah bagian integral dalam pengkajian pasien. Secara normal kita mengharapkan kurang lebih 3 inci ekspansi pada ekspirasi maksimal ke inspirasi maksimal. Gerakan abdomen dalarn upaya pernapasan (normal terjadi pada pria daripada wanita) dapat diobservasi. Spondilitis ankilosis atau artritis Marie- StAimpell adalah satu kondisi dimana ekspansi dada umurn terbatas. Perbandingan ekspansi dada atas dengan dada bawah dan observasi gerakan diafragma untuk menentukan apakah pasien dengan penyakit obstruksi paru difokuskan pada ekspansi dada bawah dan penggunaan diafragma dengan benar. Lihat pada ekspansi satu sisi dada versus sisi yang lain, memperlihatkan bahwa atelektasis, khususnya yang disebakan oleh plak mukus, dapat menyebabkan menurunnya ekspansi dada unilateral.
Emboli paru, pnemonia, efusi pleural, pnemotoraks, atau penyebab nyeri dada lain seperti fraktur iga, dapat menimbulkan menurunnya ekspansi paru. Pemasangan endotrakeal atau nasotrakeal yang terlalu dalarn sehingga meluas ke antara trakea kedalam salah satu cabang utama bronkus (biasanya kanan) adalah penyebab serius dan sering menurunkan ekspansi salah satu dada. Bila selang masuk ke cabang utama bronkus kanan maka paru kanan tidak ekspansi, dan pasien biasanya mengalami hipoksemia dan atelektasis pada sisi kiri. Untungnya perawat selalu menyadari potensial masalah ini sehingga mengenali masalah ini.
Bila terjadi retraksi interkostal (mis., penyedotan pada otot dan kulit atau iga selama inspirasi) selalu berarti bahwa pasien membuat upaya lebih besar pada inspirasi daripada normal. Biasanya ini menandakan bahwa paru kurang komplain (lebih kaku) dari biasanya. Penggunaan otot bantu napas, yang terlihat dengan mengangkat bahu, menunjukan peningkatan kerja pernapasan.
Efektivitas dan frekwensi batuk pasien penting untuk dilaporkan, juga karakteristik sputum seperti jumlah, warna, dan konsistensi.

2.      Palpasi Dada Posterior dan Anterior
Palpasi dada dilakukan dengan meletakan turnit tangan mendatar di atas dada pasien. Seringkali kita menentukan apakah fremitus taktil ada. Kita melakukan ini dengan meminta pasien mengatakan “sembilan-sembilan.” Secara normal, bila pasien mengikuti instruksi itu, vibrasi terasa pada luar dada di tangan pemeriksa. Ini mirip dengan vibrasi yang terasa pada peletakan tangan di dada kucing bila ia sedang mendengkur. Pada pasien normal fremitus taktil ada. Ini dapat menurun atau takada bila terdapat sesuatu dintara tangan pemeriksa dan paru pasien serta dinding dada. Sebagai contoh, bila ada efusi pleural, penebalan pleural atau pnemotorak akan tidak mungkin merasakan vibrasi ini atau vibrasi menurun. Bila pasien mengalami atelektasis karena sumbatan jalan napas, vibrasi juga takdapat dirasakan. Fremitus taktil agak meningkat pada kondisi konsolidasi, tetapi deteksi terhadap ini sulit. Hanya dengan palpasi pada dada pasien dengan napas perlahan, seseorang dapat merasakan ronki yang dapat diraba yang berhubungan dengan gerakan mukus padajalan napas besar.

3.      Perkusi Dada Posterior dan Anterior
Pada perkusi dada pasien, kita harus mengunakan jari yang ditekan mendatar di atas dada; ujung jari ini diketokan di atas tulang tengah jari dengan jari dominan. Normalnya dada mempunyai bunyi resonan atau gaung perkusi. Pada penyakit dimana ada peningkatan udara pada dada atau, paru-paru seperti pada pneumotoraks dan emfisema dapat terjadi hiperesonan (bahkan lebih seperti bunyi drum). Perkusi hiperesonan kadang-kadang sulit dideteksi. yang lebih penting adalah perkusi pekak atau kempis seperti terdengar bila perkusi di atas bagian tubuh yang berisi udara. Perkusi pekak dan kempis terdengar bila paru di bawah tangan pemeriksa mengalami atelektasis, pnemonia, efusi pleural, penebalan pleural atau lesi massa. Perkusi pekak atau kempis juga terdengar pada perkusi di atas jantung.

4.      Auskultasi Dada Posterior dan Anterior
Pada auskultasi, secara umum menggunakan diafragma stetoskop dan menekannya di atas dinding dada. Penting untuk mendengarkan intensitas atau kenyaringan bunyi napas dan menyadari bahwa secara normal ada peningkatan kenyaringan bunyi napas bila pasien menarik napas dalam maksimum sebagai lawan napas sunyi. Intensitas bunyi napas dapat menurun karena penurunan aliran udara melalui jalan napas atau peningkatan penyekat antara stetoskop dengan paru. Pada obstruksi jalan napas seperti penyakit paru obstruksi menahun (PPOM) atau atelektasis, intensitas bunyi napas menurun. Dengan napas dangkal ada penurunan gerakan udara melalui jalan napas dan bunyi napas juga tidak keras. Pada gerakan ter batas dari diafragma toraks, dapat menurunkan bunyi napas pada area yang terbatas gerakannya. Pada penebalan pleural, efusi pleural, pnemotoraks, dan kegemukan ada substansi abnormal Oaringan fibrosa, cairan, udara, atau lemak) antara stetoskop dan paru di bawahnya; substansi ini menyekat bunyi napas dari stetoskop, membuat bunyi napas menjadi tak nyaring.
Secara umum, ada tiga tipe bunyi yang terdengar pada dada normal:
a.       bunyi napas vesikuler, yang terdengar pada perifer paru normal;
b.      bunyi napas bronkial, yang terdengar di atas trakea;
c.       bunyi napas bronkovesikuler yang terdengar pada kebanyakan area paru dekat jalan napas utama
Bunyi napas bronkial adalah bunyi nada tinggi yang tampat terdengar dekat telinga, keras, dan termasuk penghentian antara inspirasi dan ekspirasi. Bunyi napas vesikuler lebih rendah, mempunyai kualitas desir, dan termasuk takada penghentian antara inspirasi dan ekspirasi. Bunyi napas bronkovesikuler menunjukan bunyi setengah jalan antara kedua tipe bunyi napas. Bunyi napas bronkial, selain terdengar pada trakea orang normal, juga terdengar pada beberapa situasi dimana ada konsolidasi-contohnya pnemonia. Bunyi napas bronkial juga terdengar di atas efusi pleural dimana paru normal tertekan. Dimanapun terdengar napas bronkial, di sini bisajuga terjadi dua hal lain yang berhubungan dengan perubahan: (1) perubahan E ke A, dan (2) desiran otot pektoralis. Perubahan E ke A hanya berarti bahwa bila seseorang mendengar dengan stetoskop dan pasien mengatakan “E” apa yang didengar orang tersebut secara nyata adalah bunyi A daripada bunyi E. Ini terjadi bila ada konsolidasi.
Desiran otot pektoralis adalah adanya volume keras yang terdengar melalui stetoskop bila pasien berbisik. Pada pernapasan bronkial dan dua perubahan akan ada, yang harus ada juga adalah (1) terbukanya jalan napas dan tertekannya alveoli, atau (2) alveoli dimana udara telah digantikan oleh cairan.
Bunyi lain yang terdengar dengan stetoskop meliputi crackles, mengi, dan gesekan.
a.       Crackles
Crackles adalah bunyi yang jelas, bunyi terus menerus terbentuk oleh jalan napas kecil yang terbuka kembali atau tertutup kembali selama akhir inspirasi. Crackles terjadi padapnernonia, gagal jantung kongestif, dan fibrosis pulmonalis. Baik crackles inspirasi maupun ekspirasi dapat terauskultasi pada bronkiektaksis. Crackles keras dapat terdengar pada edema pulmonalis dan pada pasien sekarat. Seringkali crackles keras dapat terdengar tanpa stetoskop karena ini terjadi padajalan napas besar.
b.      Dispnea
Dispnea (kesulitan bernapas atau pernapasan labored, napas pendek) adalah gejala umum pada banyak kelainan pulmonal dan jantung terutama jika terdapat peningkatan kekakuan paru dan tahanan jalan napas. Dispnea mendadak pada individu normal dapat menunjukkan pneumotoraks (udara dalam rongga pleura). Pada pasien yang sakit atau setelah menjalani pembedahan disonea mendadak menunjukkan adanya embolisme pulmonal.
c.       Orthopnea
Orthopnea (tidak dapat bernapas dengan mudah kecuali dalam posisi tegak, mungkin ditemukan pada orang yang mengidap penyakit jantung dan penyakit obstruktif paru menahun (PPOM). Pernapasan bising dapat dijumpai akibat penyempitan jalan napas atau obstruksi setempat bronkus besar oleh tumor atau benda asing.
d.      Bunyi ekstra
Bunyi ekstra seperti mengi berarti adanya penyempitan jalan napas. Ini dapat disebabkan oleh asma, benda asing, mukus di jalan napas, stenosis, dan lain-lain. Bila mengi terdengar hanya pada ekspirasi, disebut mengi; bila bunyi mengi terjadi pada inspirasi dan ekspirasi, biasanya berhubungan dengan tertahannya sekresi.
Friction rub terdengar bila ada penyakit pleural seperti emboli pulmonal, pnemonia perifer, atau pleurisi, dan ini sering sulit untuk membedakannya dari ronki. Bila bunyi abnormal makin jelas setelah batuk, biasanya berarti bunyi tersebut lebih sebagai ronki daripada friction rub

B.     Pengkajian Kemampuan Bernafas
Orang dewasa normal yang cukup istirahat bernapas 12 s.d 18 kali permenit (Brunner, 2000). Bradipnea, atau pernapasan lambat berkaitan dengan penurunan tekanan intra kranial, cedera otak, dan takar lajak obat, sedangakan takipnea adalah pernapasan cepat, umumnya tanpak pada pasien pneumonia, edema pulmonal, asidosis metabolik, septikemia, nyeri hebat, dan fraktur iga.
Frekuensi napas normal tergantung umur :
a.          Usia baru lahir sekitar 35 – 50 x/menit
b.         Usia < 2 tahun 25 – 35 x/menit
c.          Usia 2-12 tahun 18 – 26 x/menit
d.         Dewasa 16 – 20 x/menit
e.           Takhipnea :Bila pada dewasa pernapasan lebih dari 24 x/menit
f.          Bradipnea : Bila kurang dari 10 x/menit disebut
g.         Apnea : Bila tidak bernapas


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Pemeriksaan sistem pernapasan terdiri dari  inspeksi dada posterior dan anterior, palpasi dada posterior dan anterior, perkusi dada posterior dan anterior, auskultasi dada posterior dan anterior.
B.     Saran
Jadilah perawat yang profesional dalam melakukan tindakan dan harus sesuai dengan prosedur dan SOP yang berlaku di institusi dan gunakanlah cara safety and comfort dalam melakukan tindakan apapun terhadap klien dan gunakanlah alat perlindungan diri ( APD ) untuk keamanan dalam bekerja.














DAFTAR PUSTAKA

Priharjo, Robert. 1996. Pengkajian Fisik Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
http://sistemrespirasis1-2b.blogspot.com/2013/09/makalah-kelompok-5_8456.html
http://eriesta-dwiestyani.blogspot.com/2012/12/pemeriksaan-fisik-dan-pengkajian-
pada.html
























FORMAT PEMERIKSAAN FISIK
SISTEM PERNAPASAN
No
Langkah Pemeriksaan
Dilakukan
A
Persiapan Alat:
1.      Stetoskop
2.      Senter
3.      Sarung tangan
4.      Masker
Ya
Tidak
     B
Tahap Pra Interaksi:
1.      Melakukan verifikasi program pengakajian fisik sistem pernapasan
2.      Mencuci tangan



C
Tahap Orientasi:
1.      Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik
2.      Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada klien/ keluarga
3.      Menanyakan kesiapan klien sebelum tindakan dilakukan


D
Tahap Kerja:
1.      Inspeksi  Toraks
a.      Observasi pernapasan : RR (Respiratory rate), irama, dan kedalaman
b.      Inspeksi warna kulit
c.       Inspeksi konfigurasi dada dengan ratio
AP : T
d.      Inspeksi strukrur skeletal

2.      Palpasi Toraks Posterior
a.      Palpasi dangkal toraks posterior
b.      Palpasi dan hitung tulang rusuk dan IC5
c.       Palpasi processus spinosus
d.      Palpasi ekspansi pernapasan
e.      Palpasi tactile fremitus

3.      Perkusi Toraks Posterior
a.      Visualisasikan penunjuk daerah toraks ( landmark)
b.      Perkusi daerah paru- paru
c.       Perkusi pergerakan diafragma

4.      Auksultasi Toraks Posterior
a.      Auksultasi trakhea
b.      Auksultasi bronkus
c.       Auksultasi paru –paru        ( bunyi napas)

5.      Palpasi Toraks Anterior
a.      Visualisasikan’ landmark’ toraks anterior
b.      Palpasi ekspansi pernapasan
c.       Palpasi tactile fremitus

6.      Perkusi Toraks Anterior
a.      Perkusi daerah Paru- paru
7.      Auksultasi Toraks Anterior
a.      Auksultasi trakea
b.      Auksultasi bronkus
c.       Auksultasi paru- paru        ( bunyi napas)

  

E
Tahap Terminasi:
1.      Melakukan evaluasi tindakan
2.      Berpamitan dengan klien
3.      Mencuci tangan
4.      Mencatat hasil pengkajian pemeriksaan fisik















No comments:

Post a Comment